Ini lebih baik daripada kita hanya pusing memikirkan jalan yang sempurna. Ini sejalan dengan satu riset mengenai permasalahan yang muncul ketika kita mengejar kesempurnaan.Â
Ketika fokus kita hanya kepada kesempurnaan itu sendiri, maka kita akan lupa terhadap alasan kenapa kita melakukan hal tersebut.
Sekali lagi, sudut pandang saya mengenai hal ini tentunya masih ada unsur subjektifitas berdasarkan hal-hal yang pernah saya alami ketika saya mengejar kesempurnaan.
Lantas bagaimana caranya supaya kita tetap bisa sempurna tapi juga tidak tertekan? Jujur, bagi saya dua hal tersebut tidak bisa bergandengan. Kita harus memilih.Â
Pilihan saya adalah tetap berusaha sebaik mungkin tapi saya tidak mau terbebani oleh hasil yang sempurna. Ada beberapa cara yang pernah saya lakukan sebagai berikut:
1. Saya selalu mulai mengerjakan dari hal yang paling mudah dulu
Sikap ini membantu saya menyelesaikan keseluruhan tugas atau hal tersebut. Dengan kita memulai dari hal yang paling mudah, maka kita tidak akan terburu-buru dan mengejar kesempurnaan.
Dalam cerita saya di atas, ketika saya memulai dari hal paling mudah maka saya tidak lagi merasa harus sempurna. Hal ini karena saya tahu perjalanan masih panjang.
Saya selalu mengerjakan tugas dari dosen-dosen mulai dari tugas yang saya rasa paling mudah bagi saya. Hal ini membuat saya lebih rileks dan tidak tertekan.
2. Mau belajar dari kesalahan
Seperti yang sudah saya katakan di atas, sikap ini membuat rasa ingin mengejar kesempurnaan itu bagi saya menjadi hilang. Kenapa? Karena saya tahu saya pasti di satu titik berbuat salah.Â
Yang terpenting adalah saya menyadarinya dan segera memperbaikinya. Dalam cerita saya di atas, saya segera menyadari kesalahan saya yaitu ketika saya sudah mengirimkan tugas ke dosen, maka di situlah letak di mana saya harus siap menerima apapun hasilnya.
3. Selalu ingat tujuan awal kita melakukan hal tersebut
Dalam cerita saya di atas, rasa ingin mendapatkan nilai sempurna tersebut malah membuat saya lupa dengan tujuan saya di awal.