Mohon tunggu...
Nanda Nuriyana SSiTMKM
Nanda Nuriyana SSiTMKM Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Praktisi dan Akademisi

BERTUGAS DI RUMAH SAKIT dr FAUZIAH BIREUEN BAGIAN KONSELOR HIV AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perilaku Berisiko pada Remaja dalam Frame Digital

1 Oktober 2023   14:23 Diperbarui: 1 Oktober 2023   14:23 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konflik psikologis remaja timbul akibat dari ketidakberfungsian keluarga secara utuh menjadikan remaja hilang kendali. Keputusasaan, kekecewaan sebagai manifestasi diri ke dalam hal-hal bersifat dekstruktif. Alih-alih manut, jiwa kritisnya meronta oleh kesibukan yang absurd. Konsep hidup seperti itu merupakan ciri-ciri egosentris di kalangan remaja.  

"Geliat keemasan dalam bingkai yang tertata apik, bagaikan merajut helai demi helai benang sutra yang menjelma cantik."

Ketika remaja mengalami proses tumbuh kembang dari segala aspek perubahan fisik, mental dan sosial.  Apakah menurut anda, menghadapi kaum remaja itu rumit? Yuks! penulis akan mengajak pembaca berselancar memasuki dunia remaja kembali.

Pakar kesehatan menerangkan bahwa di dalam masa remaja terjadi apa yang dinamakan growth spurt atau pertumbuhan cepat, juga pubertas. Pada fase tersebut, terjadi pertumbuhan fisik disertai perkembangan mental-kognitif, psikis, juga terjadi proses tumbuh kembang reproduksi yang mengatur fungsi seksualitas. Menkes mengatakan bahwa masa remaja seringkali dianggap sebagai periode hidup yang paling sehat. Beberapa pernyataan ini penulis lansir dari laman Kemkes.go.id

Padahal, pertumbuhan fisik pada remaja tidak selalu disertai dengan kematangan kemampuan berpikir dan emosional. Selain itu, di masa remaja juga terjadi proses pengenalan jati diri, dan kegagalan dalam proses pengenalan diri ini bisa menimbulkan berbagai masalah.


Remaja adalah masa transisi dari fase anak-anak menuju dewasa, di mana pesatnya peningkatan hormonal yang mempengaruhi perubahan fisik, psikis dan sosial pada lelaki maupun perempuan menuju kematangan organ reproduksi secara bentuk dan fungsinya. 

Hal itu ditandai dengan datangnya menstruasi pada perempuan, pertumbuhan payudara, muncul bulu halus di mons veneris, bulu ketiak, bentuk panggul yang melebar serta kulit yang lembab menandakan aktivitas hormonal. Adapun perubahan fisik pada lelaki memiliki suara khas berat, adanya kumis dan bulu-bulu di area kelamin, berfungsinya organ reproduksi secara seksual seperti mimpi basah yang di sebut masa pubertas. 

Patut diketahui pada masa pubertas, testis yang dimiliki oleh remaja lelaki siap membuahi sel telur pada remaja putri. Pada fase ini mulai adanya ketertarikan pada lawan jenis secara hebat. Tahap coba-coba dengan kenakalan seks sebelum waktunya, sering mengakibatkan permasalahan kompleks seperti hamil luar nikah, pernikahan dini, drop-out sekolah sampai depresi remaja. Oleh sebab itu perlunya edukasi yang lebih intens tentang kesehatan reproduksi remaja dan kaitannya.

Beberapa media menyerukan kesiagaan, terkait bahaya yang sedang mengintai kaum remaja, situasi dan kondisi ini lebih cenderung menyimpang dari norma-norma. Broken home, ketidakberfungsian keluarga memberikan dampak jangka panjang pada siklus berikutnya. Peringatan keras pada orang tua yang memiliki anak remaja, agar mengasah kepekaan dan mendampingi perkembangan remaja di era digital ini. Patutkah remaja diperhatikan supaya tidak terjerumus ke dalam tindakan amoral dan asusila? 

Sebuah fenomena nge-trend di era digital, telah meresahkan masyarakat tentang konten porno, yang ditiru oleh sebagian kaum remaja hingga sempat mencuat isu hamil massa. Entah, nalar apa yang mereka adopsi mempunyai perspektif keliru tentang batasan seksual remaja. Apakah sudut pandang kekinian misalkan remaja jomblo, virgin dianggap katrok?

Topik terkait itu diperkuat oleh maraknya kasus remaja dengan perilaku berisiko, mengundang pemerhati sosial untuk membahas upaya penanganan kasus kriminal, rehabilitasi pengguna narkoba dan edukasi bahaya seks bebas. Disini peranan keluarga merupakan faktor utama dalam memberikan keberfungsiannya secara utuh. Oleh karenanya, sangat penting bagi remaja untuk memiliki pemahaman yang baik tentang dampak negatif dari setiap perilaku berisiko tersebut dan memilih untuk menghindarinya. Keluarga mampu memberikan pemahaman atas konsekuensi setiap masalah yang dihadapi oleh remaja.

Ketika adanya perbedaan persepsi di antara orang tua kerap munculnya konflik, mencerminkan bagaimana kepribadian mereka dalam "problem solving" sebaliknya remaja yang berpengaruh buruk akan mengalami gangguan mental dan perilaku. Pendekatan persuasif dari orang tua dan guru semestinya memberikan reward di setiap prestasi dan punishment yang mendidik jika melanggar kesepakatan. 

Beberapa trik parenting untuk remaja, dalam berkomunikasi dengan orang terdekatnya, misalnya orang tua, guru dan keluarga yang dipercayai menjadi teman curhat. Komunikasi dua arah sangat mendukung pembentukan karakter "persuasive oriented" seperti menghargai privacy, memotivasi cita-cita, serta mengajak bicara pada setiap pengambilan keputusan. Tipikal remaja dalam meraih pencapaian dengan cara mendapat peluang, berekspresi, menyalurkan hobi sebagai wujud aktualisasi diri.

Demikian halnya, mengendalikan psikologi remaja butuh pengawasan berkala, tanamkan nilai-nilai peradaban, ketauladanan sejak dini, memberikan kenyamanan (back-up) merupakan salah satu cara efektif mendukung aktivitas yang dilakoni. Namun, ada berbagai cara mengantisipasi pergolakan yang timbul pada usia rawan tersebut dengan kiat tertentu.

Tak kalah penting adanya dukungan keluarga "sex education" menghindari perilaku berisiko, baik dengan lawan jenis maupun sejenis. Perilaku itu beraneka ragam mulai dari perasaan tertarik, berkencan, bercumbu hingga berakhir fatal seperti hamil di luar nikah, aborsi pada remaja. Tidak sedikit remaja di luar sana sudah menanggung beban hidup jauh melampaui batas usia, tak jarang mengambil jalan pintas, kriminalitas, aborsi, bahkan berujung bundir.

Upgrade ilmu parenting pada orang tua, guru, influencer, tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai upaya penanganan kasus remaja berisiko lainnya. Hindari bentakan, sikap menyalahkan, mendikte, body shaming, pembuly-an sangat merusak harga diri dan kenyamanan hidup remaja. Alangkah baiknya biasakan diskusi untuk mencairkan ketegangan-ketegangan yang sering timbul dalam mencari titik temu.

Adapun peranan utama orang tua dalam mendidik anaknya, jangan terkesan abai. Terbayang tingkah laku labil, berbuat sesuka hati, sejauh ini adakah pemerhati remaja? Beruntung sudah ada pelayanan kesehatan peduli remaja, butuh pendampingan pada golongan yang masih rentan dalam bersosial dan bermasyarakat. 

Berbeda pula pada kaum ibu di media sosial, dengan bangga memamerkan perdebatan, "ibu versus anak" seperti baru-baru ini sedang di pertontonkan oleh para selebrities. Permasalahan seperti itu tidak patut menjadi contoh, apalagi suguhan dikemas sedemikian rupa menjadi cuan, amat jauh dari upaya mendidik anak usia remaja.

Hakekatnya, kenakalan remaja itu alamiah, pada konteks membangun karakter remaja ke arah yang lebih baik. Kita ketahui masa muda potensial, enerjik, penuh inovasi dan kreativitas tinggi. Sering dalam mengambil keputusan tanpa pertimbangan yang matang, maka usia remaja butuh pendampingan, pengawasan "self control." Masa remaja merupakan gold periode, definisi sensitivitas luar biasa dalam mengoptimalkan otoritas tanggungjawab.

Di sini, penulis ikut menanggapi realita mengenai asusila dari berbagai sumber informasi bahkan kehidupan free sex yang dianut jauh dari budaya ketimuran. Masa remaja harusnya dinikmati dengan bahagia, bukan justru berakhir dengan kehamilan tak diinginkan. Bayi tak berdosa pun dibuang dengan sadis hanya karena malu dan enggan bertanggung jawab. Bermodal nekad melakukan tindakan aborsi tanpa mengindahkan bahaya berupa infeksi alat reproduksi dan perdarahan yang mengancam nyawa ibu dan bayi. 

Dalam kasus ini pentingnya peranan guru di sekolah, bersama orang tua, tokoh agama, para influencer, tokoh masyarakat ikut memberi andil dalam perubahan sikap dan perilaku remaja menjadi lebih terarah. Sementara keluarga tetap memberikan perlekatan secara emosional sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan rasa diterima, dihargai, dicintai dan tidak merasa insecure di rumahnya sendiri.

Harapan penulis, kewajiban orang tua melindungi anak remajanya dari pemangsa seksual. Hindari pergaulan bebas, seks terlalu dini akan merusak masa depan remaja dan semestinya mereka dibekali batasan pergaulan yang diperbolehkan. Beberapa pakar menyatakan bahwa momentum bersama anak tidak berulang. Orang tua memiliki batasan waktu singkat menemani anaknya sampai umur 14 tahun, selebihnya sang anak mulai bergabung dengan circle pertemanannya. Hati-hati sifat peniru Like Father, Like Son.

Brainstorming, menegaskan mawas diri, jauhi hal yang merusak mental seperti narkoba, seks bebas serta kenakalan lainnya yang menjerumuskan ke dalam bahaya. Ingatlah penyakit kelamin dan HIV di luar sana semakin meningkat, jangan memaksa diri menikmati suguhan sesaat.

Namun, keunggulan Generasi milenial menguasai berbagai alat digital sangat kompeten. Kaum beruntung ini perlu mempersiapkan diri menyongsong bonus demografi di tahun 2030, dengan mengembangkan potensi berharga, versi terbaik di abad kekinian.

Kami yakin remaja terpilih menjadi hebat. Generasi yang konon mirip "strawberry lembek di dalam dan cantik di luar hanya sebutan belaka." Mari wujudkan cita-cita dalam frame penuh cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun