Mohon tunggu...
Siti Muawanah
Siti Muawanah Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog Klinis di Jakarta, berpraktik di Rumah Sakit dan secara online, anggota Ikatan Psikolog Klinis Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Asertif, Cara Penyelesaian Konflik yang Melegakan

12 Oktober 2020   13:17 Diperbarui: 28 Mei 2021   14:38 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dua orang saling berbicara/sumber gambar: dreamstime.com

Orang yang menguasai kemampuan asertif, secara nyata, dapat menurunkan tingkat konflik interpersonal dalam hidup mereka (Scott, 2016). Menjadi asertif berarti kita menghargai diri kita sendiri (dengan berusaha mempertahankan hak kita serta mengekspresikan pikiran dan perasaan terkait hal tersebut kepada orang lain) dan juga menghargai orang lain (dengan menyampaikan hak kita dengan cara yang tidak menyakiti orang lain). 

Hal ini memungkinkan kita untuk dapat menemukan penyelesaian konflik dengan orang lain sehingga tekanan dan sumber stres dalam hidup kita bisa semakin berkurang.

Adams (1995 dalam Sinaga, 2016) menyebutkan bahwa kemampuan asertif yang dimiliki seseorang berdampak positif pada relasinya dengan orang lain, karena dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan harapan sehingga orang lain lebih mudah memahami dan bekerjasama menyesuaikan dengan harapan tersebut. 

Kemampuan asertif juga membuat seseorang menjadi lebih terbuka dan jujur sehingga membuka jalan orang lain untuk bersikap terbuka pula kepadanya sehingga prasangka negatif dan keretakan hubungan dengan orang-orang terdekat dapat dicegah. 

Dalam studi Fariba Pourjalia dan Maryam Zarnaghash (2010) ditemukan bahwa terdapat hubungan antara asertifitas dan kesehatan mental serta pentingnya menjadi asertif dalam menjaga kesejahteraan psikologis. Semakin tinggi tingkat asertifitas, semakin baik kesehatan mental, dan sebaliknya.

Asertif versus Agresif - Pasif - Pasif Agresif

Paterson (2000) menyebutkan setidaknya tiga gaya komunikasi lainnya yaitu Komunikasi Agresif, Pasif, dan Pasif Agresif. Dengan memahami perbedaan gaya komunikasi, anda dapat terbantu untuk memahami komunikasi asertif lebih jelas sehingga lebih mudah menerapkannya kehidupan sehari-hari. 

Anda juga dapat mengevaluasi kembali, gaya komunikasi apa yang lebih sering anda gunakan kepada orang lain? 

Dengan memahami diri anda terlebih dahulu, anda dapat lebih menyadari dampak dari gaya komunikasi yang sering anda gunakan dan melakukan perubahan gaya komunikasi yang anda rasa perlu lakukan menjadi cara yang lebih sehat.

Komunikasi Pasif yaitu komunikasi yang menghindari konflik. Orang dengan gaya komunikasi ini cenderung akan menuruti/mengikuti apa yang diminta oleh orang lain kepadanya, sulit untuk menolak meski ia tidak suka melakukannya, cenderung mengikuti apa yang dilakukan/dipilih orang kebanyakan, dan enggan menyatakan pikiran/pendapatnya sendiri kepada orang lain. 

Gaya komunikasi ini berpotensi memicu stres dan perasaan tak berdaya dalam diri seseorang karena seringkali merasakan tekanan dari orang lain namun tidak berani untuk berterus terang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun