Mohon tunggu...
Nanang Rosidi
Nanang Rosidi Mohon Tunggu... -

Pria kelahiran Indramayu 25 tahun silam ini sehari-hari sibuk menulis: menulis karena tuntutan pekerjaan di salah satu kementerian maupun menulis karena hobi. Pernah meng-khilaf-kan sekelompok mahasiswa sehingga terpilih menjadi Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD) Jabodetabek Periode 2014-2016.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia bukan Dia

28 Januari 2017   17:42 Diperbarui: 28 Januari 2017   17:46 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Panta rei uden menei,” segala sesuatu berubah, tidak ada yang tinggal tetap. Demikian sabda Heraklitos, filsuf Yunani zaman klasik. Jika orang menyeberangi sungai, maka ia mustahil akan bertemu dengan air yang sama ketika kali pertama ia menyeberang. Kita bisa mengajukan protes: bukankah perjalanan air di bumi itu berputar-putar membentuk siklus yang teratur (cycle: putaran, lingkaran, daur), yakni dari laut, menguap menjadi awan, dibawa angin ke daratan, turun menjadi hujan, mengalir ke sungai dan kembali ke laut untuk kemudian menguap lagi, sehingga memungkinkan kita menjumpai air yang sama di sungai? Apakah kehidupan ini juga semacam itu: berupa siklus, bukan perjalanan linier?

Momen bersamanya telah selesai sejak dua tahun lalu. Tetapi bekasnya masih ada hingga detik ini. Sayangnya aku tidak “sepintar” sutradara sinetron yang membuat alur cerita dari duka ke bahagia. Lagi pula di sini aku bukan sutradara. Bersamanya aku menjadi pemeran utama dalam sinetron asmara berkabut. Siapakah gerangan sutradaranya? Aku kira sutradaranya adalah semesta! Oh semesta, bawalah diriku ke dalam sinetron itu kembali, sinetron yang tayang dua tahun lalu...

Oke, setuju, tidak perlu terlena oleh kenangan. Ki Ageng Suryomentaram mengatakan bahwa hidup dan kehidupan yang pasti kita hadapi adalah yang sekarang ini, di dunia ini, dengan keadaan yang seperti ini: saiki, kene, ngene, aku gelem!Tetapi bagaimana jika yang dihadapi sekarang ini adalah cuplikan dari masa lalu?

Sabtu pagi di tepi danau. Aku lihat seseorang duduk sendiri memainkan kamera. Oh, dari postur dan jilbabnya, sepertinya itu dia. Tapi sejak kapan ia suka dengan fotografi. Ah, itu tidak penting, bukankah hobi itu dinamis. Hari ini hobi A, besok B, lusa C, dst. penasaran aku dibuatnya. Dia apa bukan...dia apa bukan...kalau beneran dia, alangkah senangnya diriku. Baru kemarin malam aku dipertemukan di alam mimpi, dan sekarang...ahhhh!

Aku mengatur posisi agar bisa mengamati dari jarak dekat untuk memastikan apakah dia adalah dia. Bagaimanapun aku adalah orang yang sedang berjalan, tidak cantik rasanya jika langsung berhenti dan mengamati. Aku melangkah dengan sangat lamban dengan mata terus mengamati seperti penjahat. Dia tengah asyik duduk menghadap danau memainkan kamera XLR. Sementara, aku melewati di belakangnya. Duh, sudah melewati tetapi belum juga melihat wajahnya. Apakah aku harus berhenti dan menegur untuk memastikan? Ah, itu bukan cara yang cantik.

Aku terus melewati, semakin menjauh, sekitar 100 meter darinya. Apakah aku harus kembali, toh, ia tidak akan sadar kalau sedang ada yang mengamati? Masa sampai sebegitunya sih? Tapi ya bagaimana lagi, namanya juga lagi penasaran. Kalau memang dia adalah dia, maka ini adalah kesempatan untuk memperbaiki apa-apa yang perlu diperbaiki, memperbaiki kita punya hubungan pertemanan.

Di jalanan yang menikung, diriku berbalik arah. Ya, kini rasa penasaran benar-benar merajaiku. Aku kembali menuju ke arahnya. Aku sendiri tidak pernah membayangkan langkah ini. Ketika berada di titik 25 meter darinya barulah misteri bisa dipecahkan. Ia mengarahkan pandangan ke kanan dan kiri, membuatku bisa memandang wajahnya dengan jelas: dia bukan dia!

Tidak elok rasanya jika aku langsung putar arah kembali ketika mengetahui dia bukan dia. Nanti dia sadar kalau seseorang sedang memperhatikannya. Akhirnya aku terus berjalan melewatinya sampai beberapa puluh meter. Setelah dirasa sudah ada di jarak aman, barulah aku putar balik kembali dan tentu harus melewatinya lagi menuju jalan pulang.

Apa yang membuatku berbalik arah tadi? Aku tidak mampu menjawabnya karena sinetron dua tahun lalu itu terbalut kabut pekat. Aku ingin mengurai kabut itu, atau bisa juga menunggu sampai kabut itu hilang dengan sendirinya.[]

Sabtu, 28 Januari 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun