Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Batin yang Terhubung tanpa Pertemuan

28 Agustus 2023   00:40 Diperbarui: 28 Agustus 2023   00:55 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Pexels.com/Photo by William  Fortunato

Fisik tak pernah bertemu, tapi dia muncul dalam mimpiku.

Seorang anak perempuan berusia kurang lebih dua atau tiga tahun. 

Lupa, wajahnya seperti apa, tapi yang pasti tatapan matanya begitu polos dan memelas, meminta pertolonganku. 

Aku tidak bisa menahan diri untuk memeluknya, dan menanyakan "ada apa?"

Tanpa kata, tapi aku tahu dia minta segera ditolong.


Disitu aku baru sadar, bahwa aku berada dalam rumah sakit. 

Aku berusaha minta pertolongan dokter, berteriak sekeras mungkin, supaya ada yang mendengar.

Tapi semua abai. 

Tiba-tiba darah mengucur deras dari kepala sang anak, melewati poninya yang halus.

Shock! Panik!

Aku kembali memanggil dokter dengan teriakan yang lebih lantang, hingga ada satu dokter perempuan yang berkacamata langsung menoleh dan memberikan pertolongan.

***

Aku terbangun. Kaget, karena hampir terasa begitu nyata. 

Siangnya, aku mendapatkan pesan WhatsApp.

"Ros, anak Vanya masuk rumah sakit". 

Bulu kudukku langsung berdiri mendengar kabar tersebut. 

Vanya adalah salah satu kenalan yang tinggal di daerah yang jaraknya cukup jauh darii rumahku, dan bisa dibilang kami tidak terlalu akrab.

"Sakit apa, Feb?", tanyaku.

Tifus, sebagai diagnosa awal sang dokter. Sang anaknya dibawa ke rumah sakit dalam keadaan sudah tidak sadarkan diri.

Dalam hatiku berkata,  "mimpi ini terhubung dengan anak ini bukan ya? Tapi penyakitnya begitu berbeda, karena dalam mimpiku, anak perempuan itu sepertinya sakit yang berhubungan dengan otak. Lagian, anak dalam mimpiku adalah anak kecil, sedangkan anak kenalan sudah berusia 20an tahun".

"Ah!", pikirku, "sepertinya itu hanya bunga mimpi saja."

Tapi rasa kepo-ku begitu kuat, aku terus meminta update perkembangan diagnosa penyakit anak tersebut.

Hati sebenarnya merasa kebat-kebit, tapi logikaku menahan diri untuk mengaitkan apa yang aku impikan dengan apa yang terjadi dengan anak tersebut.

"Bagaimana kabar anak kamu, Van?", tanyaku pada ibunya.

"Sudah tiga hari ga sadar, dokter masih belum tahu sebabnya", sang ibu memberikan penjelasan melalui WhatsApp.

"Coba ke rumah sakit yang lebih besar saja, Van", saranku. 

Namun sang Ibu menunggu keputusan dokter, yang ternyata pada malam harinya sang anak dipindahkan rumah sakit yang lebih besar.

Cek kesehatan secara menyeluruh pun dilakukan.

Tifus, ternyata sudah sembuh. Hanya saja dokter bingung dengan penyakit apa yang diderita anak ini, karena sang anak bisa tiba-tiba melamun ketika diajak bicara. 

Bahkan ada temannya menceritakan padaku, bahwa ada masanya sang anak mengalami lose memory.

"Aku abis kerja", katanya kepada teman yang mengunjunginya di rumah sakit. 

Keluarga yang mendengar sampai kaget, namun menutupinya dengan candaan, "dari mana kerja, neng? Dari kemarin kamu di rumah sakit". 

Mendengar candaan keluarga, anak tersebut mengernyitkan dahi, kemudian kembali melamun.

"Van, minta dokter rujuk ke rumah sakit lain lagi saja, supaya bisa di CT Scan, jangan di rontgen saja", saranku lagi pada ibunya melalui WhatsApp ketika mendengar cerita dari teman.

Sang Ibu hanya mengatakan iya, tapi sepertinya beliau tetap menunggu keputusan dokter.

Keesokan harinya, dokter merujuk pada rumah sakit yang lebih besar supaya bisa dilakukan CT Scan, karena dikhawatirkan penyakitnya berhubungan dengan otak. 

Mendengarnya, aku terduduk lemas, "Tuhan!", bisikku. Disitulah aku tahu bahwa anak ini yang ada dalam mimpiku.

***

Dari rumah sakit tersebut, baru ketahuan bahwa sang anak mengalami hidrosefalus (penumpukan cairan di rongga otak, sehingga meningkatkan tekanan pada otak). 

Penyebabnya bisa jadi adanya banyaknya masalah dipendam oleh anak ini, seorang diri.

Karena peralatan rumah sakit itu terbatas, maka sang anak pun dipindahkan ke rumah sakit lain. 

Operasi otak, menjadi solusi yang diberikan dokter, dan berhasil.

Sang anak masuk ruang ICU, dan tinggal menunggu dirinya sadar.

Hari berganti, puji Tuhan, sang anak sudah sadar, namun tetap harus berada diruang ICU agar bisa dikontrol dengan lebih ketat.

Beberapa hari kemudian, sang anak diizinkan dokter untuk pindah ruang rawat. 

Disitu hatiku begitu bergembira, namun tetap was-was, karena menurut beberapa artikel yang aku baca, kondisi yang paling kritis sebenarnya setelah operasi. 

Benar saja, tiga hari berlalu, sang anak kembali tidak sadarkan diri, dan masuk ruang ICU lagi.

Dua minggu sudah sang anak masih di ruang ICU tidak sadarkan diri. 

Dan hari ini, aku mendapatkan kabar bahwa sang anak sedang dalam masa kritis, dokter sedang melakukan tindakan.

Hati ini tak berhenti berucap seakan berbicara padanya, 

"kita mungkin belum pernah bertemu secara fisik, nak, tapi mungkin secara batin kita terhubung. Aku berharap kamu sehat kembali, karena dimimpiku ada dokter yang bisa menolongmu. Keluarga menanti kehadiranmu, berkumpul lagi bersama mereka, dan suatu hari nanti mungkin kita bisa bertemu".

Dan andai teman-teman ada yang membaca ini, saya mohon doa dari teman-teman agar sang anak bisa kembali berkumpul dengan keluarganya dan diberikan usia yang panjang, layaknya usia 20an yang sedang produktifnya menjalani hidup.

Terima kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun