Pemasangan baliho oleh para politisi sedang mengalami polemik karena dianggap kurang sesuai dengan keadaaan masyarakat yang kini sedang membutuhkan bantuan sosial.
Walau beberapa partai politik seperti PDI-P dan Golkar membantah pemasangan baliho tersebut untuk meningkatkan elektabilitas dengan segudang alasan yang dianggap logis, namun pesan yang diterima masyarakat, selaku orang-orang yang melihat, baik pakar politik maupun awam, adalah sebuah iklan kampanye.
Mengapa demikian?
Karena sejak dulu para politisi yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden ataupun jabatan pemerintahan lainnya, selalu memakai iklan baliho seperti ini. Jadi, sebenarnya tidak salah kalau masyarakat akhirnya memiliki persepsi yang berbeda dengan tujuan para politisi.
Jadi alangkah baiknya para politisi dan partainya berkonsultasi terlebih dahulu pada tim komunikasi yang memang ahli dibidangnya, termasuk para sosiolog agar tujuan pesan yang ingin disampaikan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.Â
Seperti pernyataan politisi PDI-P, Kapitra Ampera, yang dilansir dari Suara.com bahwa pemasangan baliho Puan Maharani dimaksudkan untuk membantu masyarakat agar melancarkan perekonomian dimasa PPKM.Â
Dan beliau juga menilai orang yang menganggap negatif tentang pemasangan baliho, berarti orang tersebut dangkal dalam berpolitik, apalagi rasanya sah saja karena manusia memiliki hak politik, walaupun sedang masa pandemi.
Nah, pernyataan beliau ini tersebut, menurut saya, agak membingungkan.Â
Pertama, baliho merupakan salah satu bentuk reklame yang dimaksudkan untuk beriklan. Dalam beriklan tentu ada pesan dan target marketnya. Kalau pemasangan baliho hanya sekedar yang penting terpajang saja tanpa ada pesan yang disampaikan dan target marketnya, lantas apa tujuan pemasangan baliho, kalau bukan hanya buang-buang uang saja?