Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Tidak Sekadar untuk Selembar Ijazah

30 September 2020   10:59 Diperbarui: 30 September 2020   11:32 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan tidak sekedar untuk selembar ijazah | Foto : Kompas.com

Sesampainya di rumah bordil, Mae diharuskan untuk melayani nafsu birahi para tentara Jepang dalam jumlah puluhan orang. Tidak dirinya saja yang mengalami seperti itu, para gadis Indonesia lainnya yang ditarik paksa oleh tentara Jepang, juga mengalami hal yang serupa. Bahkan dalam keadaan hamil saja, gadis-gadis tersebut juga harus melayani tentara Jepang. Sedangkan, gadis yang terkena penyakit kelamin, dibuang begitu saja.

Dalam kesehariannya, tentara Jepang mengatakan pada para gadis-gadis tersebut, bahwa tugas merekalah yang harus membuat para tentara Jepang merasa puas agar mereka bisa bersemangat perang.

Para gadis yang ditangkap itu benar-benar tidak dianggap manusia, melainkan objek pemuas nafsu belaka. Andai gadis-gadis ini dulunya mendapatkan pendidikan seperti yang kita enyam sekarang. Dalam kemelut penderitaan, kita akan bisa menyusun taktik dan bekerja sama supaya segera keluar dari kubangan duka. Sikap yang kita ambil tentunya tidak sekedar hanya bisa menelan tangis dan rasa malu, tapi kita bisa mengambil sikap. 

Suatu hari Mae diajak pergi oleh Sersan Hiroshi, ia tidak tahu akan dibawa kemana. Dalam perjalanannya, ia melihat banyak warga Indonesia yang berbisik-bisik, "Pelacur, gundik Jepang". Mae hanya bisa menelan tangis, hatinya begitu perih ketika mengetahui saudara sebangsanya tidak melihatnya sebagai korban, melainkan orang yang menjajakan diri ke tentara Jepang. Warga yang berbisik-bisik itu hanya tahu Mae mendapatkan pakaian yang layak dan makan makanan yang enak, sementara mereka menderita kelaparan.

Warga yang menonton itu saya rasa sama seperti Mae. Mereka bisa membaca dan menulis, tapi tidak bisa memahami situasinya. Penarikan dan penyeretan para gadis Indonesia ke dalam truk, saya rasa tidak mungkin dilakukan secara diam-diam, melainkan dengan sangat terbuka sehingga semua orang mengetahuinya, bahwa banyak dari gadis-gadis tersebut yang dipaksa jadi pelacur.

Andai dulu pendidikan sudah ada, warga yang menonton itu akan memahami situasi  bahwa gadis-gadis tersebut dipaksa menjadi pelacur. Bukan keinginan mereka untuk melayani para tentara Jepang.

Mae saat ini sudah menjadi gundik Kapten Kazuo Ito. Suatu hari, Mae minta izin pulang kampung. Kapten pun mengizinkannya dan menyuruhnya membawa makanan untuk keluarganya. Mae pun membawakan beras dan ikan asin.

Setibanya Mae dikampungnya, Mae dan Abahnya saling berpeluk rindu dan menangis sendu. Hati Mae begitu pilu ketika tahu Abah dan kekasih hatinya, Kang Uja sudah lama tidak makan nasi, karena hasil panennya dirampas oleh tentara Jepang. Bahkan hatinya lebih tersayat lagi ketika Abahnya berterima kasih menerima makanan dari orang yang menjadikan putrinya seorang gundik. 

Mae bilang kalau dalam keadaan normal, Mae yakin Abahnya akan membuang makanan itu dan mencabik-cabik orang yang menjadikan putrinya seorang gundik. Karena situasi berkata lain, Abahnya malah menghaturkan rasa terima kasih, demi bisa hidup, demi putrinya bisa bertahan hidup. 

Ironi sekali ketika nyawa kita semua bukan lagi ditangan Tuhan, tapi ditangan manusia yang saat itu sepertinya minim empati.

Hati Mae semakin pilu dan dendamnya semakin berkobar ketika mendapatkan kabar Kang Uja digantung karena terlibat dalam gerakan pemberontakan melawan penjajah. Mae juga mendapat kabar burung bahwa Kang Uja digantung karena Kapten Kazuo Ito cemburu. "PERSETAN!", teriaknya sambil menangis pilu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun