Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlunya Jaim di Medsos

17 Juni 2019   01:53 Diperbarui: 17 Juni 2019   02:40 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Wanitaindonesia.co.id

Sekarang ini banyak orang yang lebih senang curhat di media sosial daripada menyelesaikan langsung dengan orang yang bersangkutan. Entah itu masalah di kantor, rumah ataupun di sekolah. Curhat disini bukan berbagi kebahagiaan, melainkan lebih banyak berbagi kesedihan dan luapan kemarahan yang sepertinya sudah sangat tertahan sampai ke  ulu hati. Selain itu, munculnya  banyak komentar negatif yang langsung menyerang media sosial orang lain, berupa nyinyiran dan hujatan. 

Bila hal ini terus dilakukan, tentu akan menimbulkan efek yang sangat tidak baik bagi diri sendiri, dan masa depan kita sendiri. Banyak hal yang akan kita pertaruhkan untuk diri kita sendiri karena emosi yang tidak bisa dikontrol.

Penyebab dan dampak suka curhat di media sosial

Ilustrasi curhat di medsos | Sumber : Mojok.co
Ilustrasi curhat di medsos | Sumber : Mojok.co

Tidak mudah sebenarnya bagi seseorang untuk curhat di media sosial, kalau tidak terdorong oleh emosi yang begitu kuat. Ketika saya waktu masih berusia sekolah, saya sendiri adalah tipe orang yang sangat suka curhat sana sini. Namun, seiring bertambahnya usia, saya sudah paham bahwa curhat kepada banyak orang tidak pernah menyelesaikan masalah, bahkan menambah runyam masalah yang ada.


Ada pertanyaan dibenak saya mengenai penyebab mengapa seseorang bisa curhat di media sosial secara ilmu psikologi, dan saya mendapatkankan beberapa penyebabnya dari beberapa artikel yang telah saya rangkum, antara lain :

  1. Kurangnya komunikasi, sehingga ingin mendapatkan perhatian langsung dari orang yang bersangkutan
  2. Tidak perlu menyebut identitas orang yang kita singgung di post
  3. Rasa marah atau terluka yang mendorong untuk curhat secara impulsif
  4. Adanya respon lebih cepat berupa loves, likes dan komentar yang dianggap sebagai simpati dan dukungan
  5. Keinginan untuk mencari panggung dan mendapatkan dukungan
  6. Tidak ada tempat untuk bercerita
  7. Tidak ada keberanian untuk konfrontasi langsung dengan pihak yang bersangkutan.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, ada konsekuensi yang kurang mengenakkan karena curhat di medsos, selain menambah runyam masalah, ternyata masih dampak yang terjadi pada diri seseorang yang doyan curhat, antara lain :

a. Dampak untuk kesehatan mental sendiri

  1. Ketika seseorang mem-posting kemarahannya, dan membaca lagi postingannya emosi tersebut akan muncul lagi karena teringat.
  2. Ada rasa malu dan bersalah ketika melihat postingannya lagi
  3. Mempermalukan diri sendiri

b. Dampak terhadap pekerjaan

  1. Adanya teguran dari pihak kantor karena dianggap memberikan citra buruk bagi kantor
  2. Adanya pemutusan hubungan kerja
  3. Sulit diterima bekerja di suatu perusahaan karena dianggap buruk dan tidak profesional

c. Dampak image diri kita di mata orang lain

  1. Hilangnya respect dari orang terdekat, seperti pasangan, keluarga, teman
  2. Mengurangi keintiman dan rasa cinta dari pasangan
  3. Menjadi bahan gosip
  4. Ada orang yang merasa tersindir karena postingan curhatmu tanpa identitas
  5. Dinilai caper, senang mengumbar aib, dan belum dewasa

Penyebab dan Dampak suka nyinyir dan menghujat orang lain

Ilustrasi Cyberbullying | Sumber : Blogging.com
Ilustrasi Cyberbullying | Sumber : Blogging.com

Ini yang paling sering kita temui, entah itu di berita, membaca langsung komentar para netizen ataupun mungkin sudah mengalami sendiri dikomentari secara negatif. Sampai ada sebutan netizen maha benar, karena komentarnya yang cenderung menghakimi dengan kata-kata yang sangat keras dan kasar bak orang primitif.

Penyebab paling utama adalah kurangnya pengontrolan emosi dalam diri karena tayangan atau postingan yang terlalu totalitas, hingga bisa menciptakan emosi yang melihatnya. Sekarang ini, kita selalu didoktrin sebagai masyarakat yang pintar dalam hal teknologi dan ilmu pengetahuan, namun, ajakan dan doktrinisasi agar kita juga harus memiliki kecerdasan secara emosional, masih sangat kurang.

Kemudian, kemajuan teknologi yang cepat tidak diimbangi dengan pendidikan dalam hal bermedia sosial. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di luar negeri seperti Korea dan Perancis. Di Korea, ada artis yang bunuh diri karena tidak kuat menghadapi caci maki para netizen. Di Perancis, seorang remaja juga melakukan bunuh diri karena dibully oleh teman-temannya via online. 

Kurangnya pengontrolan dan bimbingan orang tua dalam hal penggunaan smartphone, karena sekarang ini banyak anak usia dibawah 17 tahun yang sudah memiliki smartphone pribadi. Padahal anak remaja seperti ini sangat pintar dan canggih dalam mengakses dunia maya, juga sangat mudah untuk terpengaruh dengan orang yang dianggapnya keren. Tidak semua influencer, artis ataupun tokoh politik memiliki karakter yang patut ditiru oleh anak-anak remaja seperti ini, apabila mereka salah kaprah karena tidak ada bimbingan, mereka akan mudah meniru apa yang mungkin tidak seharusnya dilakukan oleh mereka. 

Tontonan acara TV dan konten media sosial para selebgram ataupun artis yang kurang berbobot, juga bisa mempengaruhi, karena banyak dari konten-kontennya yang tidak memperhatikan mutu, yang diutamakan adalah rating dan likes untuk mendapatkan keuntungan dan followers. Sinetron, talkshow dan realityshow banyak yang masih menayangkan perkelahian, bercanda yang terlalu vulgar, dan apabila ada yang tersinggung langsung memaki dan terlalu menunjukkan emosi yang berlebihan agar terlihat dramatis, dampaknya penonton yang melihat apabila melihat secara terus-menerus, akhirnya akan terdoktrin bahwa hal tersebut keren dan boleh dilakukan. Kemudian, adanya selebgram atau youtuber memberikan konten yang menarik karena tahu orang Indonesia itu kepo, maka disajikanlah konten curhat di media sosial dan menangis sejadi-jadinya didepan kamera, kemudian melabrak "musuh"nya di depan kamera, agar terlihat jagoan, juga dilakukan demi mendapatkan followers, simpati dan pujian. Apabila ini ditonton terus-terusan, ini juga akan berdampak pada followers-nya, akan ditiru karena dianggap sebagai hal yang wajar.

Belum lagi adanya tokoh-tokoh politik yang seperti membenarkan cacian dan penghujatan, sebagai suatu kritik yang pantas dilakukan. Tokoh politik, biar jelek seperti apapun pasti akan tetap dipandang sebagai orang yang patut dicontoh.  Padahal, apabila mereka mencontohkan cara mengkritik yang baik dan benar, serta berbahasa sopan, tentu cacian dan hujatan bukanlah sesuatu dianggap wajar dan lumrah dilakukan, walaupun merasa benci seperti apapun dalamnya. Apabila ini selalu dianggap wajar dan lumrah, bila tidak ada hukuman atau jeraan, maka warga di Indonesia, akan merasa bila tidak setuju, maka cacilah dan hujatlah, karena itu adalah bentuk kritikan yang paling baik dan mengenai musuh. 

Di Amerika sendiri, negara yang dipandang memiliki kebebasan dalam berpendapat, cacian dan hujatan seperti ini sudah ada hukumannya, bahkan akan dipenjara dan didenda ribuan dolar, walaupun sudah meminta maaf, bukan terhadap pemerintah saja, akan tetapi terhadap teman sekolah pun ada hukumannya. Indonesia sendiri masih terlalu baik, penghujatan dan cacian ini masih diberikan pengampunan, dengan hanya meminta maaf karena khilaf. 

Karena adanya penyebab itulah, menurut saya, netizen saat ini sangat mudah untuk nyinyir dan menghujat, orang-orang ini tidak memikirkan image-nya di depan orang lain, karena tidak paham dampak buruk yang akan disebabkan dari kelakuan yang sebenarnya tidak wajar.

Tentu saja ada dampak secara psikologis bagi orang yang melakukan cyber bullying, seperti hujatan dan cacian.

a. Dampak bagi kesehatan mental diri

  1. Rentan terhadap stress
  2. Menjadi rendah diri
  3. Mudah insecure terhadap cara orang memandang dirinya, karena ada pemikiran orang akan melakukan hal yang sama seperti ia memperlakukan orang lain
  4. Cenderung menganggap hal yang negatif sebagai hal yang biasa, akibatnya akan merusak masa depan sendiri, seperti sering menghina orang lain secara online, karena merasa hal itu benar dan terbiasa, maka terbawa pada kehidupan real-nya, yang bisa jadi membuat ia menjadi tidak mudah diterima oleh lingkungan sosialnya.

b. Dampak bagi pekerjaan dan masa depan

  1. Sulit mendapatkan pekerjaan, karena zaman sekarang, konten media sosial seseorang menjadi salah faktor seseorang diterima kerja atau tidak
  2. Tidak mudah beradaptasi di lingkungan kerja, karena terbiasa mengumbar emosi bila tidak setuju atau tidak suka terhadap sesuatu secara tidak bijak dengan lontaran kata-kata negatif, akibatnya mudah didepak dari tempat kerja
  3. Sulit menjadi orang yang sukses, karena terbiasa dengan pikiran negatif dan emosi tidak terkontrol
  4. Tidak bisa menyelesaikan pekerjaan dibawah tekanan, karena tidak terbiasa mengontrol emosi

c. Dampak image diri terhadap orang lain

  • Tidak berpendidikan
  • Tidak mendapatkan respect dari lingkungan sekitar
  • Tidak mudah disukai oleh orang-orang disekitarnya
  • Seseorang yang memiliki jiwa primitif
  • Tidak memiliki kompeten, karena memiliki kecenderungan emosional yang tinggi sehingga tidak mampu mengontrol diri ketika berada dibawah tekanan pekerjaan ataupun tugas

Inilah mengapa kita perlu jaim di medsos, banyak dampak buruk yang akan terjadi bagi diri sendiri. Hal ini tentu saja sangat merugikan diri kita sendiri apabila tidak merubahnya dari sekarang.

Dengan kita jauh lebih bijaksana dalam bermedia sosial, seperti memilah mana saja yang harus diungkap kehidupan pribadi kita terhadap orang lain dan mengontrol emosi, sambil memberikan kritik dengan sopan dan sesuai fakta ketika ada hal yang tidak kita setujui, itu akan lebih menguntungkan bagi diri kita sendiri. Kita pun akan lebih mudah bersosialisasi, mendapatkan teman, dan memiliki kesehatan yang jauh lebih baik ketika kita bisa mengontrol diri kita dalam bermedia sosial.

Salam hangat dari Tangerang.

Referensi

  • Kirnandita, Patresia (2017, 20 Desember). Mengapa Orang Curhat di Media Sosial. Diakses tanggal 16 Juni 2019 dari Tirto.id
  • Amahoru, Ibnu Kasir (2018, 8 Februari). Psikolog Ungkap Penyebab Orang Hobi Curhat di Medsos. Diakses tanggal 16 Juni 2019 dari Rakyatku.com
  • Irawan, Doddy. (2018, 6 Februari). Curhat di Media Sosial Sama dengan Menelanjangi Diri Sendiri?. Diakses tanggal 17 Juni 2019 dari Liputan6.com
  • Putri, Margarita (2017, 12 Februari). Buat yang Suka Curhat di Meida Sosial, Baca Dulu deh Artikel Ini!. Diakses tanggal 17 Juni 2019 dari Yukepo.com
  • Bhayangkara, Chyntia Sami (2018, 8 Juni). Seperti Jang Ja Yeon, 5 Artis Korea Selatan Ini Juga Bunuh Diri karena Depresi. Diakses tanggal 17 Juni 2019 dari Okezone.com
  • Coe, Peter (2016, 1 November). Why Children Need Social Media Lessons. Diakses tanggal 17 Juni 2019 dari Theconversation.com
  • Find Law's Team.  Cyberbullying Laws. Diakses tanggal 17 Juni 2019 dari Criminal.findlaw.com
  • Mat (2017, 4 July). The Psychological Effects of Cyber Bullying. Diakses tanggal 17 Juni 2019 dari Pvteyes.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun