Mohon tunggu...
Nana Cahana
Nana Cahana Mohon Tunggu... Dosen - Menekuni literasi, pendidikan dan sosial

Mengajar Rumpun Ilmu Pendidikan di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon Jawa Barat Kunjungi saya di: https://www.facebook.com/nanacahanajaya?mibextid=ZbWKwL https://www.instagram.com/nana_cahana/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cadar dalam Persilangan Budaya

24 Oktober 2019   16:10 Diperbarui: 24 Oktober 2019   16:24 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan bercadar (Foto: canva.com)

Sementara mazhab Syafi'i dan Maliki, memberi hukum Sunnah (dikerjakan dapat pahala, ditinggalkan tak berdosa), bahkan mazhab Maliki berpendapat bahwa menutup wajah hingga tersisa mata, merupakan perbuatan berlebihan (ghuluw).

Perbedaan pandangan antara mazhab tersebut, menurut Portal NU, dipengaruhi oleh cara penerjemahan teks ayat dan hadits yang berbeda. Dibandingkan dengan mazhab lainnya, mazhab Hambali memang memiliki hukum penerjemahan yang skriptual, ketat, dan konservatif. Ini pula yang disebutkan dalam buku Zaadul Maasir yang ditulis oleh Imam Abdul Faroj Al-Jauzi. Maka tak heran, pemakaian cadar dalam pandangan mazhab Hambali diwajibkan.

Dalam Islam sendiri seluruh tubuh muslimah selain muka dan telapak tangan dianggap aurat yang harus ditutupi. Islam memerintahkan muslimah menutup aurat sebagaimana perintah Allah S.W.T yang terdapat dalam surat Annur ayat 31, Al Araf ayat 31, Al Ahzab ayat 59. Namun begitu, penggunaan cadar, hukumnya lebih banyak diatur oleh mazhab dan hingga saat ini, masih banyak diperdebatkan oleh pakar Islam.

Selain masih diperdebatkan, penggunaan cadar yang hanya menyisakan kedua mata saja, oleh beberapa kalangan dianggap sebagai bentuk infiltrasi budaya Timur Tengah. Sumanto Al Qurtuby, pengajar Antropologi di Universitas King Fahd Arab Saudi, termasuk salah satu yang meyakininya.

Menurutnya, dalam portal pinterpolitik.com, penggunaan cadar (niqab dan burqa) lahir dari budaya dan kondisi sosial Timur Tengah, jauh sebelum kelahiran Islam. Di Arab sendiri, misalnya, penggunaan cadar dipakai oleh berbagai umat agama tak hanya Islam. Agama lain juga menggunakannya, seperti Kristen Koptik, Katolik, Yahudi, hingga Buddha. Dengan demikian, cadar atau penutup wajah, tidak bisa begitu saja diartikan mewakili moralitas yang baik, kedewasaan, atau kualitas iman seseorang.  

Sementara itu, masih dalam portal pinterpolitik.com, Abdul Mun'im Kholil, jurnalis Indonesia yang bekerja di Mesir, bercerita bila muslimah yang ditemuinya di Mesir memakai cadar karena fungsinya, yakni melindungi dari debu dan supaya tak diganggu oleh lelaki. Abdul jarang menemukan perempuan Mesir bercadar atas alasan ideologi atau seperti yang diwajibkan oleh mazhab Hambali.

Cadar sebagai Warisan Tradisi Pra-Islam
Setuju ataupun tidak cadar hanyalah bagian dari tradisi di beberapa negara Timur Tengah, Arab atau sebagian Afrika. Pakaian sejenis jilbab dan cadar juga tidak hanya menjadi busana kaum Muslimah, tapi juga menjadi busana bagi sebagian kaum Yahudi,27 Nasrani (Koptik di Mesir), Sikh, dan Hindu, malah cadar ada yang dipakai oleh kaum lelaki (Suku Arab Tuareg). 

Jika jilbab dimaksudkan sebagai penutup kepala sampai tubuh perempuan, maka jilbab sudah dikenal sebelum adanya agama-agama Samawi. Bahkan pakaian seperti ini--menurut K. Daud (2018) dalam prosiding Tren Jilbab Syar'i dan Polemik Cadar--sudah menjadi wacana dalam hukum-hukum positif kuno. Misalnya Code Bilalama  (3.000 SM), kemudian berlanjut di dalam Code Hammurabi (2.000 SM) dan Code Asyiria (1.500 SM). 

Menurut Atiyah Saqor, dosen di Universitas Al-Azhar, bukan sekedar penutup kepala yang dikenakan pada para perempuan merdeka di beberapa peradaban kuno itu tetapi juga diwajibkan ber-niqab (bercadar). 

Ketentuan penggunaannya juga sudah dikenal di Babilonia, Mesopotamia dan Asyiria, yakni dalam papan-papan terdapat peraturan niqab. Bagi perempuan terhormat wajib menggunakan niqab di ruang publik, sebaliknya, hamba wanita dan pelacur tidak boleh menggunakannya. Namun jika  keduanya memakai jilbab akan dikenakan hukuman berat ke atasnya. 

Hukuman itu berupa merekah telinga hamba dan menyabet pelacur 50 kali serta menuangkan aspal panas di kepalanya. Demikian pula di beberapa kota penting  di zaman Romawi dan Yunani juga sudah menggunakan kostum yang menutupi seluruh tubuh wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun