Mohon tunggu...
Nurul Alamin
Nurul Alamin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidkan Bahasa Arab, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci. @nurulalamin02

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan meilhat (balasan)nya." (Q.S az-Zalzalah) @nurulalamin02

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Bunga untuk Ibu

12 Januari 2022   20:02 Diperbarui: 12 Januari 2022   20:10 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rintik hujan yang semakin lama semakin deras, Hidayat tetap berjalan mencari taksi walaupun hujan membasahi bajunya. Hidayat akan pergi ke bandara karena dia akan terbang ke Kota Aceh dan meninggalkan tanah Sulawesi Tengah ini. Lama menunggu, akhirnya mobil putih bertulisan taksi di atas muncul di depannya. Ia bergegas masuk dan menuju bandara Sulawesi Tengah. Saat sampai di bandara, handphone-nya berbunyi, dia lihat ternyata malaikat tak bersayap menelponnya.

"Hidayat, kapan kamu sampai di rumah?" Tanya Ibunya dengan nada agak sedih.

Hidayat menjawab, "Aku akan sampai rumah pagi besok, Bu."

Tiket pesawat telah di tangannya. Sebentar lagi Hidayat akan berangkat menggunakan burung raksasa untuk menuju kampung halamannya yaitu Kota Aceh. Saat ia lagi tak sabar ingin berangkat. Tiba-tiba, petugas bandara memberitahu bahwa penerbangan pada malam ini ditunda pada besok pagi di karenakan hujan semakin deras, takut nanti ada kecelakaan. 

Setelah mendengar kabar itu, dia agak resah. Ingin ia marah tapi tak berguna sama sekali. Hidayat menenangkan diri dan berusaha menelpon Ibunya. Terus dia mencoba menelpon Ibunya, tapi nggak mau masuk.

Sinar baskara memancarkan sinarnya di wajahnya, Hidayat langsung terbangun dari tidurnya. Ia lihat jam di handphone sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan handphone-nya di penuhi panggilan tak terjawab. Ibunya telah menelponnya 10 kali saat dia tertidur, nada deringnya tak terdengar sama sekali. Dia ingin menelponn Ibunya tapi baterai handphone-nya sebentar lagi akan habis. Dan lagi pula keberangkatannya akan sebentar lagi terbang menuju Kota Aceh.

Pesawat sudah meninggalkan Pulau Sulawesi, pesawat dengan gagah terbang ke Kota Aceh, tanah kelahirannya. Hidayat terus kepikiran tentang Ibunya, tadi Ibunya sudah banyak sekali menelponnya tapi tidak dia angkat sama sekali.

"Ibu sangat cemas tentang keadaan mu, Nak. Kenapa kamu belum sampai juga di rumah? Sekarang jam pukul 11 Siang." Ujar Ibunya dengan menetes air mata. Ibunya sangat rindu kepada anak semata wayangnya.

Ditambah lagi, berita di televisi bahwa ada pesawat kecelakaan dari Pulau Sulawesi. Ibunya tambah semakin cemas tentang keadaan anaknya. Sudah berkali-kali ditelpon, tapi nggak pernah masuk. Ibunya hanya bisa berdo'a dan bertawakal supaya anaknya dalam keadaan baik saja.

Perjalanan cukup jauh. Hidayat turun dari pesawat dan bergegas mencari taksi. Dia sangat khawatir kepada Ibunya. Sampai di rumah, ia langsung mengetuk pintu berkali-kali tapi tak ada suara apa pun. Pikirannya tambah cemas lagi, mau ditelpon tapi baterai handphone-nya sudah habis. Dia duduk membisu di lantai seraya berpikir, kemana Ibu pergi? Detak jantungnya, tiba-tiba berdetak kencang.

"Dayat, Dayat, Ibumu baru saja di bawa ke rumah sakit terdekat." Kata Mbak Jannah tetangga Ibu. Mbak Jannah bukan penduduk asli Aceh dan Mbak Jannah merantau dari Jawa ke Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun