Mohon tunggu...
Monchichi
Monchichi Mohon Tunggu... .

Nggak terlalu pandai nulis, tapi suka nulis. Blogku: nj2404 (Apa Ajalah)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Begu Ganjang, Pola Pikir Manusia, dan Drama Keluarga

29 September 2025   23:13 Diperbarui: 29 September 2025   23:13 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi begu ganjang, roh panjang dalam mitologi Batak. (Sumber Gambar: Internet) 

Kalau ngomongin budaya Batak, pasti pernah dengar istilah begu ganjang.

Dalam bahasa Batak, begu artinya roh, sedangkan ganjang artinya panjang. Jadi begu ganjang digambarkan sebagai roh jahat yang tubuhnya tinggi menjulang. Dalam cerita masyarakat, begu ganjang bukan cuma arwah biasa, tapi bisa dianggap sebagai roh peliharaan yang dipakai untuk mencelakai orang lain.

Konon katanya roh ini bisa disimpan dalam tubuh pemiliknya, bisa juga di benda tertentu, atau diwariskan turun-temurun. Jadi kalau ada orang yang tiba-tiba berperilaku aneh, sakit misterius, atau bikin onar, kadang masyarakat mengaitkannya dengan "begu ganjang yang minta syarat."

Manusia sering lupa, pikiran itu bisa ditumbuhkan, bukan diserahkan pada hal gaib.
Manusia sering lupa, pikiran itu bisa ditumbuhkan, bukan diserahkan pada hal gaib.

Nyalahin Roh, Lupa Sama Akal Sehat

Di sinilah menariknya pola pikir manusia. Kadang kalau ada orang berbuat salah, bukannya dilihat dari sisi nyata --- misalnya karena nafsu, kelainan psikologis, atau karakter buruk --- malah gampang banget disambungkan ke roh halus.

Padahal, kalau kita mau jujur, nggak semua masalah manusia itu harus ada hubungannya sama dunia gaib.

Sumber Gambar: Internet
Sumber Gambar: Internet

Aku pernah dengar cerita, ada seorang laki-laki yang perilakunya benar-benar menyimpang. Dia sudah lewat umur 20-an, tapi melakukan hubungan dengan anak SMP-SMA, bahkan sampai keponakan laki-lakinya sendiri yang masih SD. Itu jelas perbuatan kriminal dan sangat merusak hidup anak-anak yang jadi korban.

Tapi anehnya, ketika ditanya kenapa selalu korbannya anak di bawah umur, dia jawab "nggak tahu." Lalu ada pamannya nyeletuk ke ibunya, "jangan-jangan itu gara-gara begu ganjangnya minta syarat."

Lihat kan? Perilaku jelas-jelas salah, tapi malah ditimpakan ke roh. Seolah-olah itu bukan salah orangnya.

Padahal, itu murni masalah pilihan, moral, dan mungkin gangguan psikologis. Kalau semua kesalahan manusia dilempar ke makhluk gaib, kapan orangnya belajar tanggung jawab?

Bikin Susah Orang Lain

Yang bikin tambah miris, orang dengan kelakuan buruk seperti itu akhirnya bukan cuma merugikan korban, tapi juga nyeret keluarganya.

Orangtuanya jadi harus minta bantuan sana-sini, pinjam uang ke saudara, bahkan sampai mengusik orang lain yang sebenarnya nggak ada hubungannya.

Padahal sudah berkali-kali bikin masalah, tetap aja dibela.

Di sinilah dilema keluarga muncul. Kadang orangtua nggak tega, malu kalau anaknya masuk penjara, atau gengsi sama tetangga. Akhirnya mereka pilih nutupin masalah dengan uang. Tapi konsekuensinya, si anak nggak pernah belajar tanggung jawab. Dia merasa selalu ada yang nutupin kesalahannya. 

Sikap Tegas Itu Penting

Kalau aku pribadi, wajar banget kalau ada orang yang bilang:

"Nanti kalau aku kerja keras cari uang, apalagi di luar negeri, aku nggak akan rela hasil jerih payahku dipakai untuk nutupin masalah orang kayak gitu. Uang itu untuk orangtuaku, bukan untuk dia."

Itu sikap yang sehat menurutku. Karena ada batas jelas: kita berbakti ke orangtua, tapi bukan berarti harus ikut menanggung kesalahan orang lain yang jelas-jelas sengaja bikin masalah.

Dan kalau harus bicara tegas, lebih baik memang disampaikan dengan cara yang sopan tapi jelas, biar orang tahu kita nggak main-main soal ini.

Cerita tentang begu ganjang memang menarik kalau dibahas dari sisi budaya. Tapi lebih menarik lagi kalau kita melihat bagaimana manusia sering pakai alasan "roh jahat" untuk menutupi keburukan perilaku. Nyalahin makhluk gaib memang lebih gampang daripada menghadapi kenyataan bahwa ada orang yang memang rusak moralnya.

Pada akhirnya, yang bisa kita pelajari adalah:

Masalah manusia harus dihadapi dengan akal sehat, bukan ditimpakan ke roh.

Tanggung jawab nggak bisa ditolongi terus, harus dipikul sendiri.

Kita punya hak untuk tegas, apalagi kalau menyangkut hasil kerja keras kita.

Karena pada akhirnya, hidup ini bukan soal roh panjang atau begu ganjang. Hidup ini soal pilihan dan konsekuensi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun