Terdengar kecil suaranya. Kalau disuruh lari karena ada bahaya masih ada kata "Halah/santai/ngopi dulu ngapa" masih jauh. Tapi ketika terpojok, sirine terdengar semakin nyaring bunyinya mereka bisa berlari hingga batas kewajaran. Seperti perilaku yang muncul diluar hitung-hitungan sebuah sudut dalam konsep matematika.
Jadi ketika kemarin saya melihat program mata najwa yang saat itu bintang tamunya dari sopir ambulan di Bogor yang mencurahkan isi hatinya sebagai fulltimer pengantar jenazah covid 19 merasa terganggu akan masyarakat yang masih belum menerapkan PSBB dari pemerintah secara maksimal dan seolah-olah mengabaikan, jangan dimasukin hati pak.Â
Kalau kata orang begitu. Kurangi sambat dan fokus pada tugas mulia ini. Lagi-lagi ini soal budaya masyarakat kita yang unik, hiterogen dan limited edition.
Budaya semacam ini tanpa disadari selalu kita bentuk dalam kegiatan apapun. Masuk sekolah jam 07.15 wib, kalau belum jam 07:00 wib belum berangkat. Minggu depan UAS, satu hari sebelumnya baru buka buku. Padahal materi yang diajarkan sangat banyak. Dalam hati masih terucap "halah santai, iso diatur".Â
Janjian meeting teman di kantor, pilih opsi datang di jam mepet. Hasilnya meeting jadi telat. Keberhasilan tawar-menawar inilah yang membuat budaya ini menjadi bagian yang tak terpisahkan ketika menghadapi himbauan, perintah, bahkan larangan dari siapapun.