Mohon tunggu...
Najmie Zulfikar
Najmie Zulfikar Mohon Tunggu... Administrasi - Putra : Hamas-ruchan

Pe[ngen]nulis | Konten Kreator YouTube | Channel : James Kalica

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rintihan dari Relung Hati Petani

10 Mei 2019   14:38 Diperbarui: 10 Mei 2019   14:59 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : independensi

Ketersediaan pupuk belum sepenuhnya menimbulkan rasa aman bagi petani. Sesama petani harus saling berebut untuk mendapatkan pupuk. Karena keduanya saling membutuhkan. Petani yang satu, untuk digunakan memupuk padi. Dan petani yang kedua digunakan untuk memupuk jagung.

Jika salah satu petani tidak mendapatkan pupuk tepat waktu. Maka akan mengalami penundaan. Seharusnya dalam kurun waktu yang ditentukan tanaman harus sudah dipupuk. Namun karena tidak adanya pupuk terpaksa harus ditunda hingga pupuk tersedia. Ancaman jagung kurus maupun padi memerah akan terjadi. Karena kekurangan pupuk atau terlambat memberi pupuk.

Selain pupuk, penggunaan pestisida juga tak jauh dari petani. Petani belum sepenuhnya berani mengambil keputusan menghasilkan padi secara organik. Mungkin jika padi organik digunakan sebagai konsumsi sendiri masih berani. Namun jika untuk dijual kepada tengkulak nampaknya harus menghitung ulang apa yang menjadi keinginannya.

Penanaman padi secara organik jika tidak dibarengi oleh semua petani yang lain. Tentu akan mengakibatkan kerugian bagi petani organik itu sendiri. Mengapa demikian ?

Para petani mempercayai bahwa penggunaan pestisida dapat mengusir hama secara cepat dan mempercepat pertumbuhan tanaman. Jika tanaman padi tumbuh begitu cepat dan pertumbuhannya sama cepatnya dengan padi berpestisida dari petani-petani yang lainnya. Secara penyerangan, hama tanaman akan menyebar pada padi-padi yang lainnya. Artinya hama itu akan menyerang secara merata dan tidak menyerang padi milik personal.

Namun sebaliknya, jika ditanami padi organik. Seperti yang kita ketahui, padi organik membutuhkan waktu yang lama secara umurnya. Hal ini dikarenakan padi tersebut tumbuh secara alamiyah. Jika disekelilingnya, padi sudah lebih cepat pertumbuhannya otomatis waktu panen juga lebih cepat. Tentu hal ini akan memengaruhi padi organik. Jika padi disekelingnya sudah dipanen semua, hanya menyisakan padi organik. Hama maupun hewan (burung, tikus, walang sangit) akan menyerang padi organik tersebut. Mengingat ekosistem sawah yang terdiri dari berbagai macam penghuni dan semua itu membutuhkan makanan untuk hidup. Bukan tidak mungkin, petani akan gagal panen karena kondisi demikian.

Disisi lain secara waktu, padi organik akan tertinggal untuk memasuki masa tanam selanjutnya. Hal inilah yang menjadikan mengapa petani tidak mengambil sikap menanam padi secara organik. Mengingat bertani itu juga merupakan sebagai sebuah kegiatan gotong-royong dan solidaritas antar sesama.

Penggunaan pestisida juga menimbulkan keresahan bagi petani. Hal itu tak terlepas dari harganya. Dalam botol kecil yang hanya beberapa mili, seperti reagent harganya berkisar Rp. 50.000- Rp. 100.000. Dalam satu musim tanam, biasanya petani menghabiskan 2-3 botol. Belum lagi pestisida yang lainnya. Tak jarang jika para petani yang tidak mempunyai modal harus meminjam uang atau menghutang pestisida (obat-obat pertanian) di toko pertanian. Yang nanti akan dibayarkan setelah padi nya laku dijual saat panen.

Masalah seolah tak pernah berhenti dari petani mulai dari menanam, merawat, bahkan memanen. Salah satunya saat panen padi. Ongkos yang dikeluarkan dari menanam, merawat hingga menuju panen sudah begitu besar. Tiba-tiba harga beras anjlok dan rendah di pasaran. Tentu hal ini membuat petani menangis meronta-ronta. Pasalnya perjuangan untuk menuju puncak tidaklah mudah dan dihinggapi berbagai masalah.

Menyongsong hadirnya pemimpin Indonesia lima tahun kedepan, salah satunya dapat mengambil kebijakan dan membuat regulasi baru terkait hal tersebut. Petani di daerah paling bawah merasa masalah yang dihadapi sudah begitu komplek. Rasa-rasanya beban tersebut jika harus berputar terus tanpa adanya penyelesaian, dapat mengikiskan harapan petani untuk berkontribusi lebih terhadap bangsa ini. Khususnya sebagai penggerak roda perekonomian.

Selain solusi kebijakan dan regulasi perlu adanya inovasi digital sebagai sebuah sistem yang dapat mengkontrol dan membantu proses pemasaran di lapangan. Seperti adanya start up disektor pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun