Tekanan standar kecantikan ini berdampak nyata pada kondisi psikologis para remaja Gen Z. Banyak dari mereka yang merasa tidak puas dengan tubuhnya, mereka merasa tubuhnya tidak cukup ideal karena sering kali membandingkan diri dengan standar di media sosial.
Mereka bahkan rela mengubah struktur wajah maupun tubuh mereka agar dianggap ideal, hingga rela melakukan diet ketat yang berdampak pada kesehatannya hanya untuk mengejar berat badan ideal.
Hal ini juga dapat meningkatkan rasa cemas akan pandangan orang lain terhadap dirinya. Perasaan takut akan dikucilkan hanya karena tidak memenuhi standar kecantikan. Padahal, kecantikan itu tidak melulu pada kriteria-kriteria yang tidak berdasar yang menuntut bahwa “cantik” itu harus sempurna tanpa celah.
Di tengah maraknya fenomena beauty standards, penting bagi kita untuk memahami bahwa kecantikan itu bukan berasal dari validasi digital, tetapi bagaimana kita menerima diri kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Bagaimana cara kita agar tidak terus terpaku dengan Beauty Standards? Berikut ini tips-tips sederhana yang dapat kalian lakukan agar lebih sayang kepada diri sendiri.
1. Terima diri apa adanya → Sadari bahwa kamu punya kelebihan dan kekurangan. Dan itu adalah hal yang wajar.
2. Tegas dengan batasan → Tidak selalu harus menyenangkan orang lain; kadang berkata “tidak” juga perlu dikatakan untuk menjaga dirimu sendiri.
3. Me‑time / waktu untuk diri sendiri → Sisihkan waktu untuk melakukan hal yang kamu sukai agar pikiranmu memiliki ruang istirahat.
4. Rawat tubuh & pikiran → Tidur yang cukup, makan bergizi, bergerak aktif, dan tenangkan pikiran agar merasa lebih baik.
5. Kata positif pada diri sendiri → Ganti kritikan internal dengan ucapan penyemangat seperti “Aku berharga” atau “Aku pantas bahagia”.
Kita sering terjebak dalam bayang-bayang definisi cantik yang sempit: kulit putih, tubuh langsing, dan wajah mulus. Namun, ingatlah bahwa kita bukan orang lain. Kita memiliki ciri khasnya masing-masing.
Cantik itu relatif, untuk itu mulailah menghargai diri kita sendiri, kelebihan kita, kekurangan kita, dan kisah kita, tanpa harus selalu memenuhi standar orang lain. Bagikan senyuman, kata baik untuk diri sendiri, dan berhenti membandingkan dengan orang lain.
Setiap dari kita berhak untuk merasa layak — bukan karena kita “sesuai standar”, tetapi karena kita sudah cukup apa adanya. Sebab, setiap bagian yang ada dalam diri kita sudah diciptakan sebaik-sebaiknya oleh-Nya.