Mohon tunggu...
Muhammad Naimul Fithor
Muhammad Naimul Fithor Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Agama Islam

[Muhammad Naimul Fithor] Mahasiswa Pendidikan Agama Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktif menulis opini seputar isu pendidikan dan Islam kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Biaya Mahal SIT, Apakah Masih Patut Di Sebut " Jembatan Untuk Umat"?

2 Juni 2025   15:45 Diperbarui: 2 Juni 2025   15:40 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: [Muhammad Nai'mul Fithor]

Sekolah Islam Terpadu (SIT) saat ini menjadi pilihan utama bagi orang tua Muslim yang mencari pendidikan berkualitas tinggi secara akademis dan kokoh dalam nilai-nilai keislaman. Pendekatannya adalah terintegrasi: kurikulum nasional digabungkan dengan pembelajaran karakter, praktik ibadah, dan pengembangan akhlak. Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah SIT, muncul pertanyaan yang mendasar: jika hanya sebagian kecil yang bisa menikmatinya, apakah SIT benar-benar ditujukan untuk umat?

Biaya yang Tinggi Menjadi Halangan yang Tak Terlihat.

Banyak lembaga pendidikan SIT menetapkan tarif yang tinggi untuk mendaftar. Biaya awal dapat mencapai puluhan juta rupiah, ditambah SPP bulanan yang juga terbilang cukup tinggi. Selain itu, ada biaya tambahan untuk kegiatan ekstrakurikuler, program tahfidz, seragam khusus, hingga kegiatan studi tur---beberapa di antaranya berskala internasional. Dengan biaya yang sangat tinggi ini, masyarakat berpenghasilan rendah hampir tidak memiliki kesempatan untuk mengakses pendidikan tersebut.
Sebenarnya, SIT didirikan dengan semangat awal untuk merespons kekurangan dalam sistem pendidikan yang terpisah: sekolah umum yang minim mengintegrasikan nilai-nilai Islam dan madrasah yang kurang diperhitungkan dalam hal akademis. SIT berupaya menjadi penghubung antara keduanya. Namun, jika jembatan ini hanya dapat diakses oleh orang-orang yang memiliki cukup uang, sebenarnya untuk siapa jembatan itu dibuat? Jika jembatan tersebut hanya dapat digunakan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan finansial, maka bisa jadi jembatan itu tidak diciptakan untuk menyatukan masyarakat, tetapi untuk memisahkan mereka yang "mampu" dan yang "tidak mampu".

Pendidikan Berkualitas Tak Harus Elitis.

Kita tentu sepakat bahwa menjalankan pendidikan yang baik memerlukan anggaran. Tenaga pengajar yang berkualitas, sarana yang memadai, serta kurikulum yang dirancang dengan baik pastinya memerlukan biaya. Namun, kualitas seharusnya tidak selalu berarti eksklusif. Sebuah institusi pendidikan yang membawa misi Islam seharusnya membuka kesempatan untuk sebanyak mungkin umat, bukan hanya melayani kalangan atas. Alternatif seperti subsidi silang, pemberian beasiswa, maupun kerja sama dengan lembaga sosial Islam bisa menjadi langkah nyata agar SIT dapat lebih inklusif. Sayangnya, inisiatif seperti ini belum menjadi standar umum dan sering kali masih tergantung pada kebijakan masing-masing sekolah.

Refleksi: Kembali Untuk ke Akar Tujuan.

SIT memiliki potensi besar untuk mencetak generasi Muslim yang cerdas, berperilaku baik, dan siap menghadapi tantangan zaman. Namun, jika SIT ingin tetap relevan dengan semangat dakwah yang menjadi landasannya, maka penting untuk serius dalam membuka akses bagi seluruh umat, bukan hanya bagi mereka yang mampu membayar tinggi. Islam mengajarkan nilai keadilan dan keterbukaan dalam pendidikan. Nabi Muhammad SAW tidak pernah membatasi pengetahuan hanya untuk kaum elit. Oleh karena itu, jika SIT sungguh-sungguh ingin berkontribusi dalam menyelesaikan masalah umat, inklusivitas harus menjadi nilai inti yang terus diperjuangkan, bukan hanya sekadar slogan dalam brosur promosi.

Akhir Pembicaraan: SIT Ditujukan untuk Masyarakat atau untuk Siapa?

Masyarakat Muslim saat ini memerlukan institusi pendidikan Islam yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga mampu menjangkau semua lapisan masyarakat. Sekolah Islam Terpadu (SIT) memang memiliki posisi yang sangat penting dalam dunia pendidikan Islam yang modern. Namun, pertanyaan penting masih pantas untuk diajukan: Oleh: [Muhammad Nai'mul Fithor]
Sekolah Islam Terpadu (SIT) kini menjadi pilihan utama bagi orang tua Muslim yang mengharapkan pendidikan berkualitas tinggi secara akademis sekaligus kuat dalam nilai-nilai keislaman. Sistemnya terintegrasi: kurikulum nasional dipadukan dengan pengembangan karakter, praktik ibadah, dan pembinaan akhlak. Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah SIT, timbul pertanyaan yang mendasar: apakah SIT masih layak disebut sebagai "jembatan untuk umat" jika sebagian besar umat tidak dapat menjangkaunya? Jika hanya sejumlah kecil orang kaya yang dapat melintas, maka itu bukanlah jembatan bagi semua---itu adalah simbol untuk kalangan tertentu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun