Mohon tunggu...
Nailis Saadah
Nailis Saadah Mohon Tunggu... Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan Tahun 2022

saya adalah seorang mahasiswa, saya menghabiskan waktu dengan membaca dan memasak yang saya sukai. saya tertarik dengan kuliner dan tempat tempat wisata

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Kekuatan Tersembunyi Anak Pertama Perempuan: Kepemimpinan dan Kemandirian

2 Juni 2025   10:00 Diperbarui: 2 Juni 2025   19:30 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyandang status sebagai anak pertama perempuan dalam keluarga adalah sebuah perjalanan penuh dinamika unik, dimana posisi yang menempatkan individu di persimpangan antara tradisi, harapan, dan pembentukan identitas diri. Lebih dari sekadar penanda urutan kelahiran, menjadi sulung perempuan seringkali mengukir jejak mendalam pada perkembangan psikologis, sosial, dan emosional seorang individu.

Di satu sisi, posisi ini seringkali diwarnai dengan pelimpahan tanggung jawab yang signifikan sejak usia dini. Anak pertama perempuan seringkali didorong untuk menjadi sosok yang mandiri, diandalkan, dan bahkan pengganti sementara orang tua dalam mengawasi adik-adik. Mereka belajar untuk mengalah, berbagi, dan menunjukkan kedewasaan di atas usianya. Proses ini dapat memupuk kemandirian, kemampuan problem-solving, dan rasa tanggung jawab yang kuat. Mereka menjadi garda terdepan dalam menghadapi tantangan keluarga, seringkali menjadi tempat curhat dan penopang bagi anggota keluarga lainnya. Terkadang anak perempuan pertama membutuhkan seorang kakak untuk dijadikan panutan, justru sebaliknya ia harus jadi contoh panutan untuk adik adiknya bahkan harus lebih baik dari segala aspek lainya.

Namun, di balik kemandirian yang dipupuk, tersembunyi potensi beban psikologis yang tidak selalu terlihat. Ekspektasi orang tua yang belum memiliki pengalaman membesarkan anak lain seringkali tercurah sepenuhnya pada anak pertama. Mereka mungkin tanpa sadar menuntut kesempurnaan, menetapkan standar yang tinggi, dan kurang memberikan ruang untuk kesalahan atau eksplorasi diri. Tekanan untuk menjadi "contoh yang baik" bagi adik-adik juga dapat membatasi ekspresi diri dan spontanitas. Mereka mungkin merasa terbebani untuk selalu menjaga citra positif dan mengesampingkan kebutuhan pribadi demi keharmonisan keluarga.

Lebih lanjut, dalam konteks sosial dan budaya tertentu, anak pertama perempuan mungkin juga dihadapkan pada ekspektasi gender yang lebih kaku. Mereka mungkin diharapkan untuk membantu pekerjaan rumah tangga lebih banyak, mengasuh adik-adik, dan bahkan mengorbankan pendidikan atau impian pribadi demi kepentingan keluarga. Stereotip bahwa anak perempuan pertama harus lebih "mengalah" atau "penurut" dapat menghambat perkembangan potensi mereka dan membatasi pilihan hidup.

Namun, penting untuk tidak menggeneralisasi pengalaman anak pertama perempuan. Era modern membawa perubahan signifikan dalam pola asuh dan kesadaran akan kesetaraan gender. Banyak orang tua kini berusaha untuk memberikan dukungan yang adil dan proporsional kepada semua anak mereka, terlepas dari urutan kelahiran atau jenis kelamin. Anak pertama perempuan di era ini memiliki peluang yang lebih besar untuk mengejar pendidikan tinggi, berkarir, dan mengembangkan diri sesuai dengan minat dan bakat mereka. Mereka dapat memanfaatkan pengalaman sebagai sulung untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan, empati, dan kemampuan beradaptasi yang berharga.

Memberikan ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi identitas diri tanpa terbebani ekspektasi yang berlebihan, menghargai kontribusi mereka tanpa memanfaatkannya, dan memberikan dukungan emosional yang konsisten adalah kunci untuk membantu mereka berkembang menjadi individu yang mandiri, percaya diri, dan bahagia.

Pada akhirnya, menjadi anak pertama perempuan adalah sebuah perjalanan unik yang membentuk karakter dan pandangan hidup. Dengan pemahaman dan dukungan yang tepat dari keluarga dan masyarakat, mereka dapat mengubah potensi beban menjadi sumber kekuatan dan inspirasi, tidak hanya bagi keluarga mereka tetapi juga bagi dunia di sekitar mereka. Mereka adalah pionir, pemimpin, dan pembawa perubahan, yang memiliki potensi tak terbatas untuk meraih impian mereka dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun