Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Telinga Marjinah

7 November 2018   12:54 Diperbarui: 7 November 2018   15:24 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senandung kesedihan masih terdengaar jelas di telinga Marjinah melekat erat pada batinnya. Ditatapnya dalam-dalam langit hitam malam itu. Tak banyak bintang terlihat karena tertutup awan hitam. Nyanyian jangkrik samar-samar lalu lalang ditelinganya. Sesekali menetes air mata dipipinya, sesekali ia mengelap air matanya dengan telapak tangannya. 

Tak ada siapapun di dekat Marjinah saar itu. Dengan begitu ia bebas menyuarakan isi hatinya yang kacau, yang diam-diam ia pendam selama ini. Desir angin tak membuat tubuhnya rubuh terhempas malam. Ia masih ingin bermanja ria dengan malam. Menyandarkan kepala kepada kesepian. Merabahkan kekacauan kegelapan.

Tak seorang pun mendengar tangis Marjinah yang kian mengeras. Rasanya Marjinah tak tahan dengan semuanya. Ia tak tahan menghadapi keributan jiwanya. 

Selama ini ia masih kuat menghadapi perkataan buruk semua orang kepadanya. Namun kali ini ia menyerah, ia merasa kalah. diungkapkannya segala kerisaunnya pada malam. 

Menceritakan segalanya pada kesunyian. Malam, sunyi, dan bintang-bintanglah teman setia Marjinah. Setelah semua temannya satu persatu meninggalkannya karena ia dianggap sebagai orang yang aneh. Tak bisu namun tuli, pikir mereka.

Berbagai macam bentuk rupa nasib buruk menimpanya. Seakan dunia belum bisa menerima Marjinah dengan baik. Dia hanya tak mampu menerima perlakuan tak menyengkan dari orang lain yang dilakukan kepadanya. 


Sebenarnya Marjinah bukanlah orang yang kuat, yang mampu menahan segala hal buruk yang terjadi padanya. Ia akan terlihat begitu rapuh ketika dihadapkan dengan kesunyian. Ketika itu pula ia akan lebih lama bermanja dengan malam dan seberkas kesunyian hingga pagi menidurkan matanya yang terlihat jelas mulai menghitam.

Ia tak mau gila hanya perkara di kucilkan, di caci maki, atau hanya karena dianggap aneh. Alasannya untuk selalu mempertahankan jiwa raganya hanyalah karena sang Ibu yang menaruh harapan besar kepadanya.

"Pergilah yang jauh, nak. Langkahkan kakimu. Kau satu-satunya anak yang ibu harapkan. Sebab Ibu ingin melihatmu sukses sebelum Ibu mati". Bisik lembut Ibu yang seolah menghipnotis pikiran Marjinah untuk patuh kepadanya.

 Marjinah sadar akan perannya sebagai anak semata wayang tak berniat sedikitpun untuk menyakiti hati ibunya. Dengan begitu yang tak ingin membuyarkan segala harapan dan mimpi yang telah disusun rapi oleh ibunya. Saru keinginan Ibu nya, melihat anak semata wayang nya memakai seragam abdi negara seperti ayahnya yang terlihat perkasa kala menggunakan seragam kerjanya. 

Skala kesuksesan marjinah dan ibunya tentu berbeda. Kalau Marjinah menginginkan kesuskesan berkat minat dan bakatnya lain pula dengan Ibunya yang menginginkan Marjinah menjadi seorang Abdi Negara nan gagah perkasa. Tentu tak mudah bagi Marjinah memenuhi permintaan Ibunya ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun