Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Penulis, Pewarta, Pemerhati Sosial

Penyuka Kopi Penikmat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

"Sugar Coating" demi Jabatan Idaman, Wajar atau Justru Berbahaya?

6 Oktober 2025   08:22 Diperbarui: 6 Oktober 2025   08:33 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah muncul ketika sugar coating dijadikan alat untuk mencari jabatan, simpati, atau keuntungan pribadi. Ketika seseorang menyanjung atasan tanpa dasar, menutupi kesalahan agar terlihat sempurna, atau memuji hanya demi kepentingan karier, maka hal itu sudah masuk ke ranah ketidakjujuran profesional. Dampaknya bisa serius. 

Pertama, sugar coating yang berlebihan membuat komunikasi tidak autentik. Orang menjadi sulit membedakan antara pujian tulus dan rayuan palsu. Akibatnya, kepercayaan antarpegawai menurun.

Kedua, budaya ini bisa mengikis meritokrasi, sistem di mana promosi diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasi. Bila yang naik jabatan adalah mereka yang pandai berbasa-basi, bukan yang berprestasi, maka semangat kerja tim lain akan turun.

Ketiga, organisasi menjadi sulit berkembang. Kritik jujur dibutuhkan untuk memperbaiki sistem kerja. Tanpa keberanian menyampaikan fakta, pimpinan akan hidup dalam "gelembung manis" yang menipu, dan keputusan strategis bisa salah arah.

Pandangan Ideal: Jujur tapi Empatik

Budaya kerja yang sehat bukan berarti semua orang bebas bicara tanpa filter, melainkan mampu menyampaikan kebenaran dengan cara yang beradab. Kuncinya adalah keseimbangan antara kejujuran dan empati.

Seorang pegawai yang profesional harus bisa memberikan kritik secara konstruktif. Misalnya, bukan mengatakan "Ide ini buruk", tapi "Mungkin ada cara lain agar ide ini lebih efektif." Dengan begitu, pesan tetap tersampaikan tanpa merendahkan orang lain.

Pimpinan juga memiliki peran besar. Jika pemimpin hanya menghargai orang-orang yang pandai memuji, maka sugar coating akan tumbuh subur. Sebaliknya, jika pemimpin terbuka terhadap masukan dan memberi ruang dialog yang aman, bawahan akan lebih berani berbicara jujur tanpa takut kehilangan posisi.

Artinya, keberhasilan organisasi sangat tergantung pada iklim komunikasi dua arah, antara atasan dan bawahan, antara rekan sejawat, bahkan antar divisi.

Solusi agar Sugar Coating Tidak Menjadi Racun Organisasi

1. Bangun budaya keterbukaan

Setiap karyawan harus merasa aman untuk berbicara jujur. Perusahaan bisa membuat forum internal atau mekanisme umpan balik anonim agar suara bawahan tetap terdengar.

2. Tetapkan sistem penilaian berbasis kinerja

Promosi harus didasarkan pada hasil kerja dan kontribusi nyata, bukan kemampuan memoles kata-kata. Transparansi dalam evaluasi penting untuk menjaga keadilan.

3. Latih komunikasi asertif dan empatik

Asertif berarti mampu menyampaikan pendapat dengan jelas tanpa agresif. Perusahaan bisa mengadakan pelatihan agar setiap pegawai tahu cara memberi dan menerima kritik dengan sehat.

4. Pemimpin sebagai teladan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun