Kasus tragis terjadi di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung Jumat (5/9) 2025 kembali mengguncang hati publik. Seorang ibu ditemukan tewas gantung diri setelah terlebih dahulu meracuni dua anaknya hingga tewas. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) seperti dikutip Antara, menyebut peristiwa ini sebagai filisida maternal, istilah yang mungkin terdengar asing, tetapi menyimpan makna kelam: seorang ibu yang mengakhiri hidup anaknya sendiri.
Meski terdengar mustahil, fenomena ini nyata dan diakui dalam literatur psikologi maupun hukum. Kata filisida berasal dari bahasa Latin filius (anak) dan cida (membunuh). Secara global, penelitian menunjukkan lebih dari separuh kasus pembunuhan anak dilakukan oleh orang tua kandung. Di Indonesia, KPAI bahkan menyebut sudah masuk fase "darurat filisida" karena dalam setahun rata-rata ada 60 kasus, atau lima hingga enam kasus setiap bulan.
Mengapa Seorang Ibu Bisa Tega Membunuh Anaknya?
Pertanyaan ini selalu menghantui setiap kali kasus seperti ini muncul di media. Bagaimana mungkin sosok yang dikenal sebagai sumber kasih sayang justru tega mengakhiri hidup anak kandungnya?
Peneliti asal Amerika Serikat, Phillip Resnick, sudah sejak 1969 mengelompokkan motif filisida ke dalam lima kategori:
- Altruistik, ketika ibu percaya kematian anak dianggap "membebaskan" dari penderitaan.
- Psikotik akut, terjadi akibat gangguan jiwa berat seperti halusinasi atau delusi.
- Anak tak diinginkan, biasanya terkait kehamilan yang tidak direncanakan atau beban ekonomi.
- Kematian tidak sengaja, akibat kekerasan berlebihan atau kelalaian.
- Balas dendam pada pasangan, ketika anak dijadikan "alat" untuk menyakiti pasangan atau menjadi korban pasangan
Dalam kasus Bandung, banyak pihak menilai faktor kesehatan mental dan tekanan hidup menjadi latar belakang. Ini selaras dengan temuan berbagai studi: mayoritas ibu yang melakukan filisida mengalami gangguan kejiwaan serius seperti depresi berat, bipolar, atau psikosis pascapersalinan.
Postpartum Psychosis: Bayangan Gelap Usai Melahirkan
Banyak orang mengenal istilah baby blues mood swing ringan setelah melahirkan. Namun, ada kondisi yang jauh lebih berat dan berbahaya: postpartum psychosis. Kondisi ini dialami sekitar 1-2 dari 1.000 ibu baru melahirkan.Â
Gejalanya bisa muncul tiba-tiba: delusi, halusinasi, depresi ekstrem, atau dorongan bunuh diri. Penelitian menunjukkan, bila tidak ditangani, sekitar 4 persen kasus postpartum psychosis bisa berujung pada filisida, dan 5 persen pada bunuh diri ibu.
Inilah yang membuat para psikiater menyebut postpartum psychosis sebagai emergency psychiatry kondisi gawat darurat psikiatri yang butuh penanganan segera, bukan sekadar konseling rutin.Â
Sayangnya, di Indonesia banyak ibu tidak menyadari gejala ini, atau bahkan malu bercerita karena takut dicap "gila".
Tekanan Sosial dan Ekonomi yang Membebani
Selain faktor medis, filisida maternal juga sering dipicu tekanan sosial-ekonomi. Banyak kasus di Indonesia terkait utang, konflik rumah tangga, atau kehamilan tak diinginkan.
KPAI menyoroti salah satu kasus familisida di Kediri akhir 2024, ketika satu keluarga tewas karena jeratan utang pinjol. Ini menegaskan bahwa filisida tidak pernah berdiri sendiri; ia sering menjadi puncak gunung es dari kemiskinan, stres, kekerasan dalam rumah tangga, dan kurangnya dukungan sosial.
Bagaimana Mencegah Filisida?
Fenomena ini jelas bukan sekadar masalah kriminal, tetapi juga isu kesehatan mental, sosial, dan perlindungan anak. Maka, pencegahannya pun harus menyeluruh:
- Deteksi dini gangguan mental ibu.Â
Bidan, puskesmas, hingga posyandu perlu dilatih untuk melakukan skrining depresi dan psikosis pascapersalinan. Bila ada gejala halusinasi, delusi, atau pikiran bunuh diri, rujukan harus segera dilakukan ke psikiater. - Dukungan sosial dan keluarga.Â
Ibu baru melahirkan sering kali merasa sendirian. Suami, keluarga, dan lingkungan perlu hadir, bukan hanya membantu secara fisik, tapi juga memberi ruang untuk berbagi cerita tanpa menghakimi. - Penanganan kekerasan dalam rumah tangga.Â
Banyak filisida terjadi dalam rumah tangga penuh konflik. Layanan konseling keluarga, shelter darurat, dan jalur hukum harus diperkuat. - Akses mudah ke layanan darurat kesehatan jiwa.Â
Saat ini pemerintah memiliki hotline SEJIWA 119 ext 8 atau Healing119, yang bisa dihubungi bila seseorang mengalami krisis psikologis. Sayangnya, belum banyak yang tahu jalur ini, sehingga sosialisasi perlu lebih masif. - Kebijakan lintas sektor. Kesehatan, perlindungan anak, pendidikan, dan penegakan hukum perlu berjalan seiring. KPAI sudah membangun bank data kasus filisida, tapi langkah ini harus diikuti dengan kebijakan preventif di lapangan.
Luka Sunyi yang Perlu Didengar
Di balik setiap kasus filisida maternal, ada kisah manusia yang kompleks. Seorang ibu mungkin tidak lagi melihat jalan keluar selain mengakhiri hidup anak dan dirinya. Itu adalah tragedi ganda: anak kehilangan masa depan, ibu kehilangan hidup, dan masyarakat kehilangan kepekaan.
Kasus di Bandung seharusnya menjadi alarm keras. Bukan untuk sekadar mencari siapa yang salah, tapi untuk bertanya: sudahkah kita mendengar jeritan sunyi para ibu yang kewalahan? Sudahkah kita menciptakan ruang aman bagi mereka untuk meminta bantuan tanpa stigma?
Filisida bukan sekadar statistik atau berita kriminal. Ia adalah tanda bahwa sistem dukungan kita baik keluarga, masyarakat, maupun negara masih belum cukup kuat. Dan setiap anak, setiap ibu, berhak hidup dalam lingkaran kasih sayang, bukan dalam lingkaran tragedi.
Penutup
Filisida maternal adalah fenomena langka tapi nyata, dengan faktor pemicu yang berlapis: gangguan kesehatan mental, tekanan ekonomi, konflik keluarga, hingga isolasi sosial. Pencegahannya menuntut kolaborasi lintas sektor: dari tenaga kesehatan, keluarga, hingga kebijakan negara.
Jika Anda, atau orang di sekitar Anda, sedang merasa putus asa, mendengar bisikan untuk menyakiti diri sendiri atau anak, segera hubungi 119 ext 8 dan atau datangi fasilitas kesehatan terdekat. Jangan menunggu sampai terlambat.
Karena setiap kehidupan baik ibu maupun anak terlalu berharga untuk dibiarkan hilang dalam sunyi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI