Setiba gelap merindui terang yang pergi, masih ada kerlipan para bintang di teras mega, yang mana tengah ada ragam warna cahaya mengitarinya
Adalah pemanis purnama di malam sabtu ini, namun kini tengah terhalang mendung, dan menjadi altar nuansa dinginnya malam dini hari
Namun masih terpadang sahaja sedikit kilauan lazuardi yang kebiruan, adalah vonis dari sepasang mataku yang melihatnya dari belantara lapang tempat tidur
Aku ingin berhenti memuji malam, setiba kutahu, dirimu tengah dirundung sedih sepeninggal sang terang
Harapku ...
Engkau mengerti wahai gelap malam ...
Satu dari sekian banyaknya pemimpi lain juga membutuhkannya ...
Dan termasing mereka hanya membatasinya dengan sabar ....
Sedikit kulukis tentang kekasihmu wahai malam ...
Mentari memang datang setelahmu pergi ...
Nan selalu membawa utuh gagahnya kemanapun ...
Juga dibawanya rahmat yang belum pernah kulihat ada batas ...
Ataupun pernah ada redup sedikit padanya ....
Dan pasti kembali terbit lagi dengan berani esok ... Â
Mentari akan datang dengan mengetuk pintu-pintu mimpi ...
Juga mendatangi lena setiap perbaringan ...
Lalu menyudahi rebah yang pulas terpejam  ...
Terpejam dari lama suasana terasmu; nuansa malam
Bahkan mungkin akan tetap menjadi sahabat pemilik ambisi ...
Juga jadi pemerhati kak-kaki yang tengah berlari ...
Dan selalu menyinari setiap pemimpi ....
Wahai malam, meski kutahu murung adalah sahabatmu, namun hanya melanjutkan lebam pelupuk mata di warna yang paling temaram
Harapku ...
Engkau mengerti wahai malam ...
Satu dari sekian banyaknya pemimpi lain juga membutuhkannya ...
Dan termasing mereka terkadang hanya membatasinya dengan sabar ....
Tanggerang, 11 Desember
_______________________________