Mohon tunggu...
M.Choirun Nafik
M.Choirun Nafik Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiwa Tanpa Dosa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Aku bukanlah orang hebat, Tapi ku mau belajar dari orang-orang yang HEBAT. Aku adalah orang biasa, Tapi aku ingin menjadi orang yang LUAR BIASA., Dan aku bukanlah orang yang istimewa, Tapi aku ingin membuat seseorang menjadi ISTIMEWA.,.,

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perkembangan Hukum Waris di Nusantara

16 Oktober 2020   21:18 Diperbarui: 16 Oktober 2020   21:20 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SEJARAH KEWARISAN INDONESIA PADA MASSA KERAJAAN ISLAM SEBELUM PENJAJAHAN

Sebelum masa penjajahan, Islam telah terlebih dahulu memantapkan pengaruhnya di nusantara, dan telah banyak kerajaan Islam yang berdiri di berbagai daerah seperti kerjaan Pasai,  Demak, Cirebon, Buton dan  Ternate. Kerajaan-kerajaan Islam itu memberlakukan hukum Islam. Paham yang dianut (legal sistem) pada umumnya bermazhab Syafi'i. Kerjaan tersebut telah menerapkan norma-norma hukum Islam dan masyarakat memberlakukannya. Pemberlakukan hukum Islam  oleh kerajaan Islam tersebut tidak parsial. Sesuai dengan teori penerima otoritas hukum Islam yang dijelaskan oleh Gibb,  orang-orang Islam menaati hukum Islam  karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nyai. Oleh karena itu, apabila mereka telah menerima Islam sebagai agamanya, maka mereka akan menerima otoritas hukum Islam terhadap dirinya. Bagi orang Islam, hukum Islam adalah kehendak dan tatanan Allah dan tradisi Rasul. Demikian pula teori kredo, atau teori syahadat yaitu teori yang mengharuskan pelaksanaan hukum Islam oleh mereka yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat sebagai konsekuensi logis dari pengucapan kredonya  .Dilihat dari sudut penetaan hukum Islam, melaksanakan syari'at Islam yang dilengkapi dengan institusi-institusi keagamaan, seperti pengadilan agama merupakan fardu kifayah. Karenanya, pada kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan tersebut selalu membentuk badan-badan peradilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara berdasarkan hukum acara peradilan Islam (mukhasamat). Hal ini merupakan salah satu pendekatan syariat Islam. Dari sinilah, kerajaan dan kesultanan itu menerapkan hukum waris sebagai hukum yang hidup (living law) di masyarakat sekaligus menjadi budaya hukum Indonesia pada masanya.[1]Selanjutnya dikatakan bahwa Pengadilan Agama di masa kerjaan dan kesultanan pada waktu itu sudah menunjukkan keberhasilannya dalam menyelesaikan perkara kewarisan orang-orang Islam. Menurut Syaukani biasanya pemberlakuan hukum Islam pada kerajaan-kerajaan Islam itu sangat bergantung pada mazhab yang dianut oleh para Sultan. Selanjutnya dikatakan walaupun pemberlakuan Islam berdasarkan pada mazhab yang dianut oleh para Sultan, tetapi hukum Islam telah mengubah pola pemikiran dan cara pandang kesadaran masyarakat Indonesia sehingga menjadikannya sebagai adat dan perilaku keseharian.

SEJARAH KEWARISAN INDONESIA PADA MASSA PENJAJAH

Faktor pendorong Bangsa Eropa datang ke Indonesia :

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia dipengaruhi dari beberapa faktor, diantaranya:

  1. Jatuhnya KonstantinopelJatuhnya Konstantinopel: Jatuhnya Konstantinopel, ibukota Romawi Timur ke tangan Kesultanan Turki pada tahun 1453 menyebabkan putusnya hubungan dagang ke dunia Timur. Bangsa Barat berusaha mencari jalan sendiri ke pusat rempah-rempah di Asia.
  2. Adanya Merkantilisme: Merkantilisme adalah pandangan hidup dimana standar kesejahteraan diukur dari kekayaan (emas) yang dimiliki, dengan itu dia menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dan paham inilah yang dianut negara-negara Eropa ketika itu, yang menjadikannya sebagai kebijakan politik. Karena itu negara Eropa mulai melakukan observasi daerah jajahan, dan salah satunya tujuannya adalah Indonesia.
  3. Revolusi Industri: Revolusi industri adalah langkah efisiensi dalam produksi, yaitu dengan menggunakan mesin-mesin industri untuk menggantikan tenaga manusia dan hewan. Hal ini menjadikan hasil produksi lebih cepat dan lebih murah, sehingga sangat menguntungkan. Tetapi revolusi industri yang pertama kali terjadi di Inggris ini berdampak buruk bagi kehidupan sosial, yaitu dengan munculnya banyak pengangguran. Maka untuk mencegah dampak yang lebuh buruk, pemerintah perlu membuka lapangan pekerjaan, dan salah satu caranya adalah memperluas daerah jajahan, dimana nantinya para pangagguran akan dikirim untuk bekerja di daerah jajahan.
  4. Adanya Semangat 3 G: Keinginan mencari kekayaan (Gold)., Keinginan menyebarkan agama Nasrani (Gospel)., Keinginan mencari kejayaan dan kemuliaan (Glory).

Salah satu kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam menyahuti pemikiran dan implimentasi hukum Islam adalah merumuskan dan menformulasikan teori-teori yang berkenaan dengan cita-cita hukum dan adat masyarakat Indonesia. Di antara teori yang dikenal luas adalah:

  • Teori Receptio in Complexu.
  • Teori Receptie.

SEJARAH KEWARISAN INDONESIA PADA MASSA KEMERDEKAAN

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menyatakan diri merdeka, dan pada tangga 18 Agustus 1945 hasil rumusan rancngan Undang-Undang Dasar oleh Panitian Persiapan Kemerdekaan Indonseia (Panitia sembilan) disahkan menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945. Dengan kemerdekaan Indonesia, berpengaruh terhadap sistem hukum di Indonesia. Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang 1945 ditekankan bahwa hukum warisan kolonial Belanda masih tetap berlaku selama jiwanya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Hazairin memahami pasal tersebut bahwa hukum kolinial Belanda yang hasil pruduk teori receptie dianggap tidak berlaku lagi dan harus exit karena bertentangan dengan Alquran dan Sunnah Rasul   (teori receptie exit).

Perkembangan selanjutnya, ahli hukum Islam Indonesia berusaha agar bagaimana sehingga hukum Islam itu menjadi hukum nasional. Hukum  Islam diupayakan untuk dijadikan sebagai salah satu sumber di samping  hukum Eropa dan hukum Adat. Dengan populasi warga Negara Indonesia mayoritas beragama Islam, dan dalam mememahami ajaran agamanya bersifat totalitas. Karena itu, tidak boleh dipisahkan nilai-nilai hukum Islam dari doktrin agama Islam. Suatu realitas sejarah yang mendorong ahli hukum nasional, Hazairin  mengajukan teori kewarisan bilateral dan konsep mawali. Dengan keahliannya  bidang hukum, Hazairin mengetahui betul bagaimana kondisi hukum Islam di Indonesia bila dikaitkan dengan hukum adat. Teori Receptie yang dicetuskan oleh Snouck Hurgronje pada akhir abad XIX telah menjadikan hukum Islam tersingkir oleh hukum adat. Oleh karena itu Hazairin tidak segan-segan lagi untuk menyebut teori itu sebagai "teori Iblis". Sebagai sanggahan atas teori ini ia kemudian mencanangkan teori Receptie Exit. [1], yang kemudian ditindak lanjuti oleh muridnya, Sayuti Thalib, dengan teori Receptie a Contrario.[2]Dalam memahami keyakinan tersebut,  Sayuti Thalib menyebutkan bahwa 1) bagi orang Islam berlaku hukum Islam; 2) hal tersebut sesuai dengan keyakinan dan cita-cita hukum, cita-cita moral; 3) hukum adat berlaku bagi orang Islam jika tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. 

Adapun ide pembaharuan dalam hukum waris yang dicetuskan Hazairin pada intinya berintikan: pertama, ahli waris perempuan sama dengan laki-laki dapat menutup ahli waris kelompok keutamaan yang lebih rendah. Jadi, selama masih ada anak, baik laki-laki maupun perempuan, maka datuk atau pun saudara baik laki-laki maupun perempuan sama-sama ter-hijab. Kedua, hubungan kewarisan melalui garis laki-laki sama kuatnya dengan garis perempuan. Karenanya penggolongan ahli waris menjadi ashabah dan zawu al-arham tidak diakui dalam teori ini. ketiga, ahli waris pengganti selalu mewaris, tidak pernah tertutup oleh ahli waris lain (utama). Jadi, cucu dapat mewaris bersama dengan anak manakala orang tuanya meninggal lebih dulu daripada kakeknya dan bagian yang diterimanya sama besarnya dengan yang diterima oleh orang tuanya (seandainya masih hidup). Berdasarkan teori ini Hazairin membagi ahli waris menjadi tiga kelompok, yakni: zawu al-faraid, zawu al-qarabat, dan mawali. Zawu al-faraid adalah ahli waris yang telah ditetapkan bagiannya dalam al-Qur'an. Dalam hal ini hampir seluruh mazhab fiqh menyepakatinya, baik Sunni maupun Syiah.  Bagian mereka ini dikeluarkan dari sisa harta setelah harta peninggalan dibayarkan untuk wasiat, hutang, dan biaya kematian.  Adapun zawu al-qarabat adalah ahli waris yang tidak termasuk zawu al-faraid menurut sistem bilateral. Bagian mereka dikeluarkan dari sisa harta peninggalan setelah dibayar wasiat, hutang, onkos kematian, dan bagian untuk zawu al-faraid. Sedangkan mawali adalah ahli waris pengganti, yang oleh Hazairin konsep ini di-istinbat-kan dari Q.S. al-Nisa (4): 33. Adanya mawali (ahli waris pengganti) ini merupakan konsep yang benar-benar baru dalam ilmu faraid (waris). Dimaksudkan dengan mawali (ahli waris pengganti) di sini adalah ahli waris yang menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang tadinya akan diperoleh orang yang akan digantikan tersebut. Hal ini terjadi karena orang yang digantikan tersebut telah meninggal lebih dulu daripada si pewaris. Orang yang digantikan ini merupakan penghubung antara yang menggantikan dengan pewaris (yang meninggalkan harta warisan). Adapun yang dapat menjadi mawali yaitu keturunan anak pewaris, keturunan saudara pewaris, ataupun keturunan orang yang mengadakan semacam perjanjian (misalnya dalam bentuk wasiat) dengan si pewaris.

Pada akhir tahun 1989 dengan perjuangan politik yang alot oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan komitmen Pemerintah untuk menjadikan pengadilan agama mempunyai kedudukan, tugas dan fungsi yang sederajat  dengan pengadilan yang lain ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dengan memiliki kewenagan dalam perkara perkawinan, waris, wasiat, wakaf dan hibah berdasarkan hukum Islam, wakaf dan sadakah (Pasal 49).  Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang amndemen UU Nomor 7 Tahun 1989 kata berdasarkan hukum Islam dihilangkan, maka pengadilan agama memiliki kewenangan dalam perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,  zakat, infak, dan sedakah. Puncak perkembangan hukum waris Islam di Indonesia dengan disusun Kompilasi Hukum Islam menjadi pedoman bagi masyarakat Islam Indonesia dan hakim pengadilan agama dalam menerima, memeriksa dan memutuskan perkara. Kompilasi Hukum Islam (KHI) hasil ijtihad jam'i (pendapat kolektif) para kalangan  ahli hukum  Islam  Indonesia keberlakuannya berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, dalam pertimbangan yuridis Kompilsi Hukum Islam (KHI) dikatakan berlaku bagi Instansi Pemerintah dan oleh masyarakat yang memerlukannya dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang tersebut. Instruksi Presiden tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991, tanggal 22 Juli 1991,  meminta kepada seluruh Instansi Departemen Agama, terutama Peradilan Agama dan Instansi Pemerintah lain yang terkait untuk menyebarluaskan KHI dimaksud  dan sedapat mungkin menerapkan kompilasi tersebut disamping peraturan perundang-undangan lainnya. Walaupun Instruksi Presiden tidak termasuk dalam hirarki perundang-undangan, namun setidaknya menjadi dasar awal untuk menerapkan hukum Islam secara nasional. Menurut Hasan Basri, kompilasi hukum Islam ini merupakan keberhasilan besar umat Islam Indonesia pada pemerintahan orde baru. Dengan  demikian, nantinya umat Islam di Indonesia akan mempunyai pedoman fikih yang seragam dan telah menjadi hukum positif  yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia yang beragama Islam. Dengan ini, dapat diharapkan tidak akan terjadi kesimpangsiuran keputusan dalam lembaga-lembaga pengadilan agama, juga masalah khilafiyah yang disebabkan oleh masalah fikih akan diakhiri. Menurut M. Yahya Harahap  tujuan penyusunan KHI adalah : (a) untuk merumuskan secara sistimatis hukum Islam di Indonesia secara konkrit; (b) guna dijadikan sebagai landasan penerapan hukum Islam di lingkungan peradilan agama; (c) sifat kompilasi berwawasan nasional yang akan diperlakukan bagi seluruh masyarakat Islam Indonesia apabila timbul sengketa di dalam sidang peradilan agama; (d) sekaligus akan dapat terbina  penegakan kepastian hukum yang lebih seragam dalam pergaulan lalu lintas masyarakat Islam. Kewarisan  dalam KHI   sebgai peruwujudan dari cita-cita hukum dan cita-cita batin umat Islam Indonesia diharapkan memberikan jaminan kepastian hukum yang dapat  melahirkan ketaatan uamat Islam atas aturan-aturan tersebut.  Ketaatan masyarakat didasarkan sejaumana nilai-nilai hukum itu kesesuaiannya dengan nilai-nilai yang dianutnya dalam kehidupan sehari-sehari. Ketaatan hukum lahir dari suatu proses pemberlakuan hukum, yang oleh Soerjono Soekanto dikenal tiga keberlakuan hukum, yaitu keberlakuan yuridis, keberlakun filosofis dan keberlakuan sosiologis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun