Mohon tunggu...
Nur Azizah Fadhilah
Nur Azizah Fadhilah Mohon Tunggu...

KITA ADALAH DIRI KITA SENDIRI. TAPI,AKAN SELALU ADA,MESKI KAU PIKIR MUSTAHIL,MESKI KAU TIDAK MERASAKAN KEHADIRANNYA,,, SELALU ADA ORANG-ORANG YANG BERPIKIR SEPERTIMU,BISA MEMAHAMIMU&BISA MENYAYANGIMU... TAK SEORANG PUN BENAR-BENAR SEBATANG KARA... KITA TIDAK PERNAH BENAR-BENAR SENDIRIAN... (_Ra)

Selanjutnya

Tutup

Healthy

KEKERASAN DALAM TAYANGAN ANAK-ANAK DI TELEVISI

4 Maret 2011   11:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:04 6990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, media memudahkan orang untuk mempelajari cara-cara barukekerasan yang kemungkinan besar tidak terpikirkan sebelumnya. Disebut juga dengan copycat crimes, di mana kekerasan yang bersifat fiksi maupun nyata yang ditayangkan oleh media kemudian ditiru oleh orang lain di tempat lain dengan harapan akan mendapatkan hasil yang serupa.

Kedua, desensitization effects, berkurang atau hilangnya kepekaan kita terhadap kekerasan itu sendiri. Studi menunjukkan, akibat dari banyaknya menonton tayangan kekerasan, orang tidak lagi mudah merasakan penderitaan atau rasa sakit yang dialami orang lain (Baron, 1974 dalam Baron & Byrne,2000).

Ketiga, periklanan menganggap tayangan kekerasan lebih menjual. Bushman (1998, dalam Baron & Byrne,2000) menemukan bahwa orang yang menonton tayangan kekerasan, kemungkinan besar hanya mampu sedikit mengingat isi dari suatu tayangan komersial atau iklan.

Dengan demikian, berdasarkan teori perkembangan anak maka tayangan anak-anak di televisi yang mengandung kekerasan tidak pantas ditonton oleh anak-anak karena mengandung kekerasan yang frekuensi kemunculannya cukup tinggi sehingga keberadaannya bukan lagi dimaksudkan untuk mengembangkan cerita, namun sudah menjadi inti atau bagian utama. Kekerasan-kekerasan yang dimaksudkan pun tidak hanya dinilai dari perkataan kasar dan perkelahian, namun juga kemungkinan anak-anak untuk meniru dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

Referensi:

Papalia, Diane E., Olds, Sally Wendkos., & Feldman, Ruth Feldman. 2009. Human Development (Perkembangan Manusia). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Rahmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.

Republika.co.id(Tak Semua Film Kartun Aman untuk Anak oleh Siwi Tri Puji B. pada Kamis, 08 Juli 2010, 15:25 WIB)

Wikipedia.com (Halamanterakhir diubah pada 14:55, 28 November 2010)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun