Gambar 1. Dalam koran Jawa Pos edisi 2 Maret 2020
Media cetak merupakan salah satu bagian dari media massa yang berfungsi sebagai penyampai sumber informasi. Media cetak sendiri memiliki beberapa macam media, salah satu contohnya adalah media cetak koran. Koran berisi berbagai macam informasi seperti salah satunya adalah advertising atau iklan. Dalam koran, iklan dikategorikan menjadi lima, yaitu iklan baris, iklan display, iklan advertorial, iklan kreatif, iklan kolom.
Banyaknya kebutuhan dalam beriklan terlebih dalam bisnis, membuat perusahaan berlomba-lomba dalam beriklan. Menurut Djoko Lelono sebagai tokoh periklanan di Indonesia mengatakan situasi periklanan di Indonesia pada awal era tahun 1980-an sebagai the wild, wild west Setiyono (dalam Junaedi,2019:126).
Perusahaan bisa melakukan cara apapun demi mempromosikan produknya menjadikan arus periklanan tidak beraturan. Kemudian melihat situasi yang tidak beraturan itu, pemerintah mengeluarkan EPI sebagai solusi agar periklanan di Indonesia menjadi lebih kondusif.
Dari contoh iklan baris diatas dalam Koran Jawa Pos halaman 7 tanggal 2 Maret 2020. Dalam iklan tersebut menuliskan bahwa pengiklan menjual mobil dengan kondisi 100% baru tanpa memberikan keterangan gambar atau bukti konkret bahwa mobil tersebut benar dalam kondisi baru.
Sehingga melanggar Etika Pariwara Indonesia (EPI) tentang Bahasa yang berbunyi : Penggunaan kata “100%”, “murni”, “asli” atau yang bermakna sama untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, kecuali jika disertai dengan bukti yang dapat dipertanggung jawabkan.

Iklan diatas merupakan salah satu contoh iklan baris dari Koran Kedaulatan Rakyat, halaman 14, edisi tanggal 2 Maret 2020. Iklan tersebut mempromosikan produk jamu yang jika dikonsumsi dapat menyebuhkan penyakit wasir berdarah atau benjol secara total walaupun tanpa operasi.
Iklan tersebut jelas melanggar menurut surat keputusan mentri kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Makanan-Minuman. Iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran, atau pencitraan yang menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk membantu menghilangkan gejala dari sesuatu penyakit.
Sedangkan menurut Pedoman Periklanan dalam EPI yang dilanggar dalam gambar 2 yaitu Obat Tradisional Petunjuk Teknis, Iklan obat tradisional tidak boleh menggunakan kata-kata: Super, Ultra, Istimewa, Top, Tokcer, Cespleng, Manjur dan kata-kata lain yang semakna yang menyatakan khasiat dan kegunaan berlebihan atau memberi janji bahwa obat tradisional tersebut pasti menyembuhkan.; dan Iklan obat tradisional tidak boleh menawarkan hadiah atau memberikan pernyataan garansi tentang khasiat dan kegunaan obat tradisional.
Kemudian diatur juga dalam dalam EPI bahwa Iklan tidak boleh menyatakan adanya kemampuan melampaui batas atau tidak terbatas obat terkait untuk mengatasi penyakit. Selain itu juga Iklan tidak boleh memberikan kesan diperolehnya efek langsung obat, tanpa didukung dengan keterangan yang obyektif dan memadai.