
Iklan baris diatas dalam Koran Kedaulatan Rakyat, halaman 14, edisi tanggal 2 Maret 2020. Menuliskan jasa buka aura untuk mengatasi masalah keuangan, hutang, dan juga usaha lainnya. Hal ini juga melanggar EPI, karena dalam EPI menyebutkan Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, ataupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul. Selain itu juga EPI menyebutkan bahwa iklan tidak boleh menampilkan pemeran yang dapat menimbulkan keresahan dan/atau menyebarluaskan keyakinan yang salah, atau tahayul dimasyarakat.

Dalam Iklan gambar 4 tersebut menjelaskan iklan untuk jasa bagaimana menurunkan berat badan sebanyak 20kg atau lebih tanpa tersiksa, dan aman. Dalam iklan tersebut bahkan tidak menjelaskan bagaimana prosedur menurunkan berat badan dengan cepat atau penjelasan lebih detail mengenai jaminan keamanannya.
Etika Pariwara Indonesia juga menjelaskan bahwa iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran, atau pencitraan yang menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk membantu menghilangkan gejala dari sesuatu penyakit. Kemudian iklan tidak boleh menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti “aman”, “tidak berbahaya”, “bebas efek samping”, “bebas risiko”, atau ungkapan lain yang bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang obyektif dan memadai.
Selain itu gambar 4 juga melanggar EPI, karena dalam EPI iklan yang menawarkan alat atau fasilitas kebugaran atau perampingan, tidak boleh memberikan janji yang tidak dapat dibuktikan ataupun mengabaikan efek samping yang mungkin timbul akibat penggunaan alat atau fasilitas tersebut. Selain itu iklan tidak boleh menampilkan hasil yang bukan diperoleh dari penggunaan secara normal atau wajar produk terkait.
Definisi massa dalam konteks media dibagi menjadi dua yang pertama melihat bahwa massa adalah sebagai sekumpulan orang yang tidak teratur, sedangkan yang kedua melihat massa sebagai sekumpulan orang yang teratur dan berperan sebagai agen perubahan social. Hal ini menguatkan agar pembuatan iklan harus menggunakan aturan atau etika karena iklan yang sudah masuk dalam media massa dapat membuat orang mengikuti kearah yang salah (Muktaf,2015:11).
Oleh karena itu, sebagaimana dalam EPI yang menggariskan kode etik bersifat swakramawi yang penerapannya hanya berlaku pada praktisi periklanan yang ideal. Tetapi meskipun begitu tetap saja ada kemungkinan bahwa peraturan tersebut dilanggar kembali. Sehingga bagaimana caranya agar para praktisi periklanan Indonesia bersikap peduli dan berfikir kritis dalam menegakkan etika periklanan. Karena dengan merumuskan dan menerapkan etika periklanan khususnya di Indonesia merupakan bagian dari profesionalisme sebagai praktisi periklanan yang ideal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI