Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langit pada Setangkup Malam

9 Desember 2019   08:21 Diperbarui: 9 Desember 2019   08:34 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: liputan6.com ; 26 September 2019)

***

Sungguh aku ingin menyangkal rasaku. Segala apa yang kurasakan terhadapmu. Bahwa dunia kita berbeda. Kau hanya gadis malam di mana setiap saat karena urusan menservis rekan bisnis aku akan terlibat denganmu atau engkau-engkau yang lain. Diantara musik di ruangan karaoke dan pub. Diantara gelas-gelas minuman yang memabukkan. Kita berpelukan, berdekapan, bahkan berciuman panjang. Tetapi cukuplah di setangkup malam.

Gairah ataupun keromantisan biarlah hanya kepalsuan diantara kita, sebab itulah yang seharusnya. Lalu kita bisa melanjutkan untuk menandaskan malam. Menjemput pagi pada keesokan. Membebaskanku menggumulimu dengan nafsu, jangan sampai ada cinta yang sungguh. Meninggalkan pagutan-pagutan merah di sekujur tubuhmu sebagai tanda kebuasan. Dan kau menerima kompensasi dan tip di esok hari setelah kita berendam dan sarapan. Setelah itu kita tak lagi saling mengenal dalam bentuk perasaan. Biarlah mendatar kembali di keremangan ingatan.

Jadi, jangan ada kata tanya, apakah aku mencintaimu? Tidak baik untuk keteguhanmu, juga akan mengganggu ketegakanku. Kejujuran sangat jauh letaknya dari tempat kita berpijak saat kita sedang hanya berdua. Bahwa engkau gadis malam yang terbiasa dalam hingar-bingar dan keremangan. Juga gelas-gelas atau sloki-sloki yang akan membawamu terbang dan menerbangkan sesiapapun orang. Aku, atau aku-aku lainnya. Aku, dan sesiapapun mereka bagimu, untukmu hanya mendulang rupiah.

'Tetapi, bukankah hidup tak langsung hadir sebagai hanya pilihan. Bukankah belum tentu menjadi perempuan malam adalah murni pilihanmu?! Orangtuamu lelaki telah lama mati, sedangkan ibumu sakit-sakitan, stroke yang melumpuhkan. Masih ada tiga orang adikmu yang masih kecil-kecil.

Kanak-kanak yang butuh penghidupan demi tetap melangkah meski pada ketidak-pastian masa depan. Bahwa memikirkan salah, dosa, dan tuhan, telah terserak tak lagi bisa tegak didefinisikan. Adil tidaknya hidup ini akan selalu menjadi pertanyaan jika memikirkan ketiga hal itu menautkan renik cerita kehidupan. Kau hanya butuh menanggulangi hidupmu dan melipat segala hal penuh basa-basi itu. Survive, bahwa hidup harus realistis.

Cintakah? Keharuankah? Bahwa kasih sering datang mengetuk bersama kesedihan yang tak sadar turut terteguk. Tetapi menjadi lelaki tak sesederhana melangkahkan kaki, apalagi malam dalam sangat gulita. Dan perasaan tak tertebak tak juga beranjak dari hadirnya yang perlahan ataukah tiba-tiba.

Kadang-kadang, ingin kuteriakkan, bahwa aku ingin memelukmu sampai mati. Ingin memelukmu sampai ketakutan dalam diriku berhenti. Ketakutan untuk memiliki. Sebab, memiliki sering pada akhirnya akan mengunduhkan rasa kehilangan suatu saat. Dan aku tak ingin membuatmu sedih. Sebab kutahu kuatmu hanyalah bungkus gemerlap tebalnya kerapuhan.

Jika karenaku engkau yang di awal kukenal ceria menjadi berurai airmata, maka lebih baik aku tak pernah mengenalmu, rasanya lebih baik begitu. Sekalipun kau berkali-kali bilang bahwa menangis sedih telah menjadi hal biasa dan bisa kau selesaikan dengan mabuk segala-macam minuman, tetapi kesedihan itu tentulah membenamkanku di lautan penyesalan. Kasih ataukah cinta, telah begitu sangat merumitkanku.

Ketidak-mengertian rasa ini. Bagai menatap langit pada setangkup malam berbintang. Bahwa aku tak bisa mendefinisikan pemandangan. Hanya hitam hanya gelap dilekati bintang-bintang, malam yang membentang dalam setangkup waktu. Apakah rindu bagiku terhadapmu? Sebegitu penuh namun tak bisa kuukurkan kuat, sok tangguh ataukah rapuh?

Dan langit semakin absurd. Langit pada setangkup malam, dalam inginnya aku memelukmu tak lagi ingin kulepaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun