Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langit pada Setangkup Malam

9 Desember 2019   08:21 Diperbarui: 9 Desember 2019   08:34 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: liputan6.com ; 26 September 2019)

"Oh kamu sedang ada di sini ya? Kalau begitu nanti malam datang saja booking aku di tempat kerja. Kebetulan tiga hari lagi aku mau pulang kampung ke Jawa, jadi hitung-hitung untuk nambah jam kerjaku agar gajiku nanti lumayan. Aku mau istirahat dulu barang sebulan dari pekerjaan. Tempat hiburan malam di mana-mana sekarang lagi sepi karena banyak orang sudah tak leluasa lagi korupsi. Aparat-aparat, pejabat-pejabat, juga pengusaha-pengusaha sekarang kantongnya pada cekak. Jam-jaman kerja para perempuan malam menurun drastis semua nih.

Tip-tipan juga sudah makin berkurang jumlahnya. Malah beberapa kali aku dapat tamu yang tidak ngetip tapi sudah kadung nyium-nyium genit sampai bibir, mendekap kena dada, bahkan kadang sampai nyaris ngobok-ngobok rok ngelus-ngelus paha ke atasnya. Apa tidak kurang ajar itu namanya?! Shit!" melugasmu menggemaskanku, di samping juga kerap mencemaskan buatku.

"Eh, apa esoknya kamu tak ingin membawaku keluar dari mess untuk BO-an? Besok kan hari minggu waktunya bisa keluar jalan. Aku ingin berduan denganmu karena selama tiga bulan di sini aku belum pernah tertarik untuk sampai nginap dengan tamu karena belum ada yang klik. Ya sudahlah aku tak akan hitung-hitungan denganmu. Terserah kamu saja karena aku memang menyukaimu, meski ini sangat berbahaya." lanjutmu sangat mengalir sekaligus telak menyentil!

***

Kau tahu, begitu rumit rasaku saat kita saling bersentuhan. Serumit langit dengan taburan bintang. Sungguh aku hanya ingin membelimu semalam ataupun sehari. Lalu kita akan saling melupakan seperti seharusnya terjadi. Tetapi kejujuran telah terlalu banyak menyeruak, diantara kita. Sungguhpun engkau dan aku saling ingin mengakhiri atau menjauhi perasaan ini.

Rasanya ingin menutup mata dan menyembunyikan kata-kata di pandanganku ini. Agar kau tak mengetahui dan agar aku tak mengakui. Bahwa aku ingin memelukmu sampai mati. Entah oleh keharuan kasih, atau apapun yang tak ingin kumengerti. Pastilah kita berdua terjatuh menangisi ketidak-mengertian ini. Ya, sungguh benar lagu pilihanmu yang mempertautkan kita dulu di awal-awal kenal. Bahwa aku ingin memelukmu sampai ketakutan dalam diriku reda.

Ada saat-saat sungguh aku ingin melupakanmu. Sebagaimana giatmu menguatkan logikamu. Tetapi semakin kuat kita tepis, semakin teguh ketidak-mengertian diantara kita. Betapa aku memahamimu begitu keras berjuang mendatarkan arti kehadiranku bagimu. Ketidak-berhasilan untuk saling mengakhiri. Betapa gentarnya kita menyadari cinta memerintah diri kita, dan kita coba berlalu.

"Kamu jangan terlalu baik padaku. Sekalipun kau tahu bekerja sebagai perempuan karaoke hanya menemani minum sambil bernyanyi, namun jika mood menjurus, aku juga berkesempatan besar kencan nginap dengan laki-laki manapun. Bisa untuk sekedarnya atau memang seyogyanya aku bercara mencari penghasilan yang lebih besar" kali lain engkau lebih pada memohon pun mengeluhkanku.

"Iya, aku ingin tidak mencintaimu. Tetapi kamu tak akan mengerti seperti apa menjadi lelaki dengan segala konsekuensinya" kembali tak bisa sederhana aku menjabarkannya. Bahwa perasaan sering tak pandang bulu mengacaukan akal sehat pun akal sekarat.

"Kamu juga tidak berniat menyimpanku, merumahkanku tersembunyi seperti gundik-gundik para lelaki mapan beristri. Tidak bisa juga menikahiku. Tidak jelas seperti apa maka jangan kamu mengacaukan keteguhan logikaku sebagai perempuan malam yang harus menjauhi rasa murni akan cinta, sebab itulah yang akan melemahkan perjuangan dan gairah kerja" dia kembali mewanti-wanti. Ada sedih mengalir melingkupiku mendengar kalimat-kalimatnya itu.

"Tolong, aku ingin kau menemuiku di Jakarta. Kapan kamu bisa datang? Akan kusiapkan tiket. Aku ingin bertemu tidak hanya hari ini.." justru kata-kata itu yang meluncur dari mulutku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun