"Aku tidak percaya itu," jawabku sambil meraih tangannya. Kita menentukan nasib kita sendiri.
Dia tidak mengatakan apa-apa, tapi aku merasakan kesedihan di matanya yang tidak bisa diuraikan saat itu.
Bulan-bulan berikutnya adalah bulan-bulan paling membahagiakan dalam hidupku. Canda tawa, jalan-jalan di sepanjang trotoar... Seolah-olah alam semesta menyediakan satu sudut hanya untuk kami berdua. Keinginan itu tumbuh, dan seiring dengan itu, gairah. Guzela  punya cara untuk membuat segala sesuatu di sekitarnya terasa lebih intens, lebih hidup. Saya sangat mencintainya, dan saya pikir cinta itu akan bertahan selamanya.
Namun suatu sore, semuanya berubah.
Kami berada di rumahnya, menyiapkan makan malam. Saya memotong sayuran saat dia memainkan musik. Tiba-tiba, dia berhenti, seolah dia teringat sesuatu.
"Aku perlu bicara denganmu," katanya, suaranya sangat pelan hingga aku nyaris tidak mendengarnya.
Aku menoleh ke arahnya, merasakan perutku terasa mual.
-Apa yang terjadi?
-Aku harus pergi.
Saya memandangnya dengan bingung, mengira yang dia maksud adalah sesuatu yang sepele.
-Pergi kemana? ---Aku bertanya.