The New Rulers of the World adalah film dokumenter yang dirilis pada tahun 2001 oleh jurnalis investigatif ternama, John Pilger. Film ini bukan sekadar tontonan biasa, melainkan sebuah tamparan keras terhadap sistem global yang didominasi oleh kekuatan ekonomi besar. Dengan mengambil Indonesia sebagai studi kasus, Pilger membongkar bagaimana negara berkembang seperti Indonesia menjadi korban eksploitasi oleh perusahaan multinasional, IMF, dan Bank Dunia. Film ini mengungkap bahwa globalisasi, yang sering diklaim membawa kemakmuran, justru memperdalam jurang ketimpangan sosial.
Pilger menyoroti bagaimana Indonesia yang kaya akan sumber daya alam malah dikuasai oleh segelintir elit dan korporasi asing. Dokumenter ini menelusuri peran Soeharto dalam membuka pintu bagi investasi asing setelah kudeta 1965, yang diam-diam didukung oleh negara-negara Barat. Akibatnya, perusahaan-perusahaan besar seperti Freeport dan ExxonMobil menguasai sumber daya alam Indonesia, sementara rakyatnya harus puas dengan janji-janji kesejahteraan yang tak pernah terwujud.
Ironisnya, di tengah gedung pencakar langit Jakarta yang megah, masih banyak warga yang tinggal di permukiman kumuh dengan akses terbatas ke fasilitas dasar seperti air bersih dan pendidikan. Ini membuktikan bahwa kekayaan Indonesia hanya berputar di lingkaran elit tertentu, sementara sebagian besar rakyat masih berjuang untuk sekadar bertahan hidup.
Salah satu aspek paling mencengangkan dari film ini adalah bagaimana tenaga kerja Indonesia dieksploitasi demi keuntungan perusahaan multinasional. Pilger memperlihatkan realitas pahit di pabrik-pabrik besar yang memproduksi barang untuk merek-merek ternama seperti Nike dan Gap. Para buruh, kebanyakan perempuan, harus bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi dengan gaji yang nyaris tak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Fenomena ini masih relevan hingga saat ini. Di kawasan industri seperti Karawang dan Cikarang, aksi mogok kerja dan demonstrasi buruh kerap terjadi akibat upah rendah dan jam kerja yang panjang. Meski beberapa regulasi telah diperbaiki, eksploitasi tenaga kerja masih menjadi masalah serius yang membutuhkan perhatian lebih.
Film ini juga menyoroti bagaimana IMF dan Bank Dunia, yang seharusnya membantu negara-negara berkembang, justru memperburuk keadaan dengan kebijakan utang dan privatisasi. Banyak negara, termasuk Indonesia, dipaksa menerima pinjaman dengan syarat yang merugikan, seperti pemotongan subsidi dan penjualan aset negara kepada investor asing. Salah satu contoh nyata dari dampak kebijakan ini adalah privatisasi BUMN, yang sering kali berujung pada kenaikan tarif layanan publik. Kita bisa melihat bagaimana privatisasi sektor listrik dan air di beberapa daerah membuat harga melonjak, sementara kualitas layanan justru menurun. Hal ini membuktikan bahwa sistem ekonomi global saat ini lebih menguntungkan korporasi daripada rakyat kecil.
Meskipun film ini dirilis lebih dari dua dekade lalu, isinya tetap relevan dengan situasi Indonesia saat ini. Ketimpangan ekonomi semakin nyata, dengan kelompok kecil menguasai sebagian besar kekayaan negara. Sementara itu, korporasi asing masih memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan ekonomi Indonesia. Film ini menjadi pengingat bahwa globalisasi bukan hanya tentang kemajuan teknologi dan perdagangan bebas, tetapi juga tentang bagaimana kekuatan ekonomi besar dapat menciptakan bentuk baru dari kolonialisme. Pilger mengajak kita untuk lebih kritis dalam melihat sistem ekonomi yang ada dan tidak mudah percaya pada janji-janji kesejahteraan yang diberikan oleh pemerintah maupun korporasi.
The New Rulers of the World bukan sekadar film dokumenter, melainkan sebuah ajakan untuk memahami dan melawan ketidakadilan sistem ekonomi global. John Pilger dengan gamblang memperlihatkan bagaimana negara berkembang seperti Indonesia terus terjebak dalam lingkaran eksploitasi, sementara segelintir elit menikmati keuntungan besar.
Bagi siapa saja yang ingin membuka mata terhadap realitas globalisasi, film ini wajib ditonton. Ini bukan hanya kritik terhadap kapitalisme global, tetapi juga sebuah peringatan bahwa tanpa kesadaran dan tindakan nyata, ketimpangan sosial akan terus berlanjut. Saatnya berhenti menjadi penonton dan mulai bertanya: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari sistem ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI