Mohon tunggu...
Nadine ArzitaSalim
Nadine ArzitaSalim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

43221010092 - Dosen pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

A 301 - Kuis I SIA: Teknologi Sistem Informasi Akuntansi dengan Meminjam Pemikiran Mahatma Gandhi

6 April 2023   20:28 Diperbarui: 6 April 2023   20:33 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KUIS I SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Nama : Nadine Arzita Salim

Kelas : A - 301

NIM : 43221010092

Kampus : Universitas Mercu Buana


Untuk memenuhi Quiz 1 Wajib saya di Universitas Mercu Buana, disini saya akan memberikan penjelasan mengenai Teknologi Sistem Informasi Akuntansi, dengan Meminjam Pemikiran Mahatma Gandhi yang diharapkan mampu dipahami oleh para pembaca.

Siapa Itu Mahatma Gandhi ?

Mohandas Karamchand Gandhi dilahirkan pada tanggal 2 Oktober 1869 di Porbandar, Gujarat. Ayahnya, Kaba Gandhi adalah seorang diwan di Pengadilan Rajasthanik, sedangkan ibunya, Putlibai seorang ibu rumah tangga biasa. Keluarga Gandhi tergolong kasta Bania dan menganut agama Hindu dari sekte Vaishnav. Gandhi menempuh pendidikan dasar dan menengah di kota Rajkot, karena ia harus mengikuti ayahnya yang pindah ke kota ini. Pada saat ia menempuh pendidikan menengah atau berusia kurang lebih tiga belas tahun ia telah dinikahkan dengan Kasturbai. Perkawinan Gandhi adalah hal yang biasa karena pada masa ini perkawinan di bawah umur merupakan tradisi. Keluarga baru ini nantinya dikaruniai tiga putra (Gandhi 1985: 23---24).

Pada tahun 1887, Gandhi lulus ujian masuk universitas di Ahmedabad dan kemudian ia memutuskan untuk kuliah di Samaldas College. Namun akhirnya ia keluar karena mendapat kesulitan dalam mengikuti kuliah di universitas tersebut. Selanjutnya, Mavji Dave, seorang Brahmana dan sahabat keluarga menganjurkan Gandhi untuk kuliah hukum di Inggris, mengingat pengacara lulusan Inggris akan mudah mendapat pekerjan di India. Anjuran ini tentu saja tidak serta merta disetujui keluarga Gandhi karena selain masalah biaya juga karena Gandhi adalah satu-satunya anggota kasta Bania yang akan ke luar negeri. Tak mengherankan bila sebagian anggota kasta mengucilkannya. Ibunya sendiri akhirnya merestui setelah mendengar janji Gandhi untuk tetap menjadi vegetaris dan setia pada istri (Gandhi 1985: 49---52).

Gandhi tiba di Inggris pada tahun 1888. Di negeri ini ia mulai belajar menyesuaikan diri dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan baru, antara lain membaca koran, belajar dansa, bermain biola dan belajar bahasa Perancis. Ia juga menjadi anggota teosofi yang menyebabkannya belajar tentang kitab suci dari banyak agama seperti Injil sekaligus mendalami Bhagavadgita, namun yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Sir Edwin Arnold. Untuk menempuh pendidikan pengacara, Gandhi memilih London Matriculation. Selama studi ia mempelajari hukum Inggris, hukum Romawi dan bahasa Latin, sedang hukum India dan Hindu tidak diajarkan di sini. Ia baru mempelajarinya ketika tiba di India.

Gandhi lulus ujian pengacara pada tanggal 10 Juni 1891. Keesokan harinya ia mencatatkan diri ke Pengadilan Tinggi dan pada tanggal 12 Juni 1891 ia pulang ke India. Setiba di Rajkot, Gandhi menyadari bahwa ternyata tidak mudah menjalankan pekerjaan pengacara ditambah lagi ia tidak menguasai hukum India, Hindu dan Islam. Untuk mendapatkan perkara ia harus pindah ke Bombay dan di kota ini ia gagal menangani sebuah perkara kecil hingga akhirnya kembali lagi ke Rajkot. Perjalanan hidupnya sebagai pengacara di kota ini justru hancur karena Rajkot penuh dengan permainan politik dan ketidakadilan terhadap suku minoritas yang merupakan klien Gandhi. Gandhi bahkan pernah diusir dari rumah seorang Sahib (pejabat) yang tak berkenan dengan upayanya untuk membela kakaknya. Dalam situasi seperti ini, Gandhi memutuskan untuk menerima tawaran menangani perkara Dada Abdullah & Co di Afrika Selatan. Dengan kesepakatan untuk bekerja selama satu tahun dan dengan bayaran sejumlah 150, maka pada tahun 1893 Gandhi berlayar menuju Durban, Natal di Afrika Selatan (Gandhi 1985: 101---103).

Bicara tentang hidup sederhana kita tidak bisa melupakan Mahatma Gandhi. Mahatma (jiwa yang agung) lebih dari sederhana. Ia pun mengorbankan kehidupan tulusnya yang penuh penderitaan demi kemenangan perjuangan melawan penjajahan Inggris.

Selain dikenal sebagai penganjur perdamaian dan antikekerasan, dunia melihatnya sebagai seorang pemimpin yang menghindari apa yang disebutnya kesenangan sesaat dari kekayaan, kekuasaan, dan wanita.

Karena sikapnya yang terpuji terhadap kehidupan, orang memberinya gelar "Mahatma". Perawakan kecil pemimpin partai Kongres terbesar di India, yang hanya ditutupi kain putih, mengejutkan banyak orang. Karena setelah berhasil memperjuangkan kemerdekaan India, ia menolak tawaran menjadi presiden. Ia juga menolak fasilitas negara yang ditawarkan kepadanya.

Pembebas Bangsa di Afrika Selatan

Perjuangan Gandhi berlanjut ketika ia pulang ke India pada akhir tahun 1894. Ia menyebarkan "Green Pamphlet" untuk menginformasikan situasi di Afrika Selatan, sekaligus membangun solidaritas untuk nasib sesama anak bangsa. Seruan Gandhi segera disambut oleh rakyat dan tokoh-tokoh politik seperti Tilak dan Gokhale (Krishnaswamy 1994: 197). Pada tahun 1897, Gandhi kembali ke Afrika Selatan dengan disertai istri, anak dan saudaranya.

Kehidupan Gandhi di Afrika Selatan pada tahun 1897---1914 sungguh menarik untuk dipelajari. Dalam kehidupan spiritual, Gandhi dapat dikatakan berusaha menuju kesempurnaan. Seperti terlihat pada tahun 1906 di mana ia bersumpah menjadi Brahmacharya (hidup selibat) setelah berunding dengan istri. Pengabdian pada masyarakat telah menguatkan niatnya untuk melepaskan diri dari kedekatan hidup berkeluarga dan menerima kemiskinan sebagai teman sepanjang hidup (hidup sebagai Vanaprastha). Usaha selanjutnya adalah menjalani Brata untuk menuju kebebasan sejati. Sumpah Brahmacharya ini yang nantinya merupakan persiapan Satyagraha (Gandhi 1985:192---193).

Menyangkut kehidupan politik khususnya tentang pandangan terhadap Imperium Inggris, setidaknya dalam Perang Boer dan Zulu, Gandhi menunjukkan kewajibannya sebagai warga negara dengan berpartisipasi sebagai anggota Korps Ambulans. Namun di sisi lain kesadaran nasionalnya juga meningkat seperti terwujud dalam gerakan politik dan kesadaran akan identitas bangsanya.

Sebagai upaya menentang ketidakadilan dalam undang-undang tersebut, Gandhi membangun gerakan yang dikenal dengan satyagraha, suatu bentuk perlawanan tanpa kekerasan yang dapat berupa pembangkangan sipil (civil disobedience), boikot dan passive resistance. Gerakan satyagraha secara besarbesar terjadi pada tahun 1906 dan 1908. Pada tahun 1908, ribuan orang India melintasi Transvaal tanpa sertifikat dan sebagian berdagang tanpa ijin. Mereka dengan sengaja melanggar hukum sebagai pernyataan damai tentang hak-hak mereka yang telah dihapus. Sebagai akibat gerakan itu Gandhi ditahan.

Di samping gerakan satyagraha, Gandhi juga meminta Congress di India untuk mengadopsi resolusi tentang Afrika Selatan. Lebih dari sekedar sebuah resolusi, Gokhale sebagai tokoh Congress terkemuka pada tahun 1914 mengirim C.F. Andrew untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah Afrika Selatan. Hasilnya sangat luar biasa, karena dalam perundingan antara Gandhi dan Smuts yang difasilitasi C. F Andrew menghasilkan The Indians' Relief Act. Di dalam undang-undang ini tertuang pasal-pasal yang mencabut pajak 3, pengakuan terhadap perkawinan orang India serta penghapusan buruh kontrak pada tahun 1920 (Ali 1994: 15---16).

Dengan pemberlakuan The Indians' Relief Act, Gandhi merasa bahwa pekerjaannya tidak lagi di Afrika Selatan tapi di India. Tugas kemudian ia alihkan pada Mansukhlal Nazaar dan Khan. Pada bulan Juli 1914, sebelum kembali ke India, Gandhi mendapat gelar kehormatan Deshabhaktha Mahatma (yang berarti jiwa agung atau orang suci). Di India pun, Indian National Congress memberi penghormatan kepahlawanan bagi Gandhi dan pengikutnya karena telah berkorban dan menderita demi kehormatan India. (Krishnaswamy 1994: 207).

Pejuang Kemerdekaan dan Guru Bangsa India

Gandhi tiba di India pada tahun 1915 dan atas saran Gokhale (mentor politik Gandhi), ia berkeliling tanah India untuk mendapatkan pengalaman sebelum terjun dalam politik. Setidaknya Gandhi memerlukan waktu lima tahun untuk memulai satyagraha bagi kemerdekaan India.

Selama lima tahun itu, Gandhi menjelajah dan menemukan kesulitan masyarakat di segala aspek seperti mulai dari masalah transportasi, kebiasaan kotor, kebodohan, kemiskinan, pajak tinggi, kesehatan dan sebagainya. Perjalanan ini juga diwarnai dengan peziarahan ke kuil-kuil suci dan berdialog dengan para mahatma.

Dari catatan sejarah, perjalanan selama lima tahun tersebut sesungguhnya merupakan langkah politik informal karena sebagian kegiatan-kegiatan Gandhi dapat dikategorikan ke dalam kegiatan politik. Di Bombay, Karachi, Lahore, dan Calcutta, Gandhi melakukan agitasi untuk mendidik rakyat tentang perlunya penghapusan buruh kontrak. Di Champaran, Bihar, ia melakukan reformasi sosial untuk menghapus sistem Tinkathia (kewajiban petani penggarap untuk menanam nila pada tiga petak dari 20 petak tanah miliknya). Setelah itu, di Kheda ia melakukan reformasi di bidang hukum melalui upayanya menghapus sistem pajak yang mencekik rakyat dan di Ahmedabad ia pernah menjadi mediator konflik perburuhan.

Hal lain yang didapat Gandhi dari perjalanannya adalah pandangan nasionalisme yang semakin mewujud seperti terlihat dengan usahanya untuk mengangkat bahasa Hindi dan Urdu sebagai bahasa lingua franka India. Ia juga menggagas keterkaitan antara kemerdekaan dan pengentasan kemiskinan yang nantinya tampil dalam konsep-konsep swaraj dan ekonomi khadi. Nasionalisme Gandhi juga menyangkut kesatuan bangsa India. Dia menentang gagasan Moh. Ali Jinnah bahwa India terdiri dari dua bangsa yaitu bangsa Hindu dan Muslim. Bagi Gandhi, keduanya adalah satu bangsa karena diikat oleh peradaban yang sama. Dengan konsep ini Gandhi tidak pernah menyetujui partisi India -- Pakistan.

Pada tahun 1919 kepemimpinan Gandhi mulai menonjol yakni dengan kemampuannya menggerakkan rakyat India untuk melakukan Hartal (pembersihan diri dan puasa ) sebagai langkah awal menentang Rencana Undang-Undang Rowlatt, sebuah RUU kewarganegaraan. Hartal merupakan persiapan satyagraha di mana rakyat diajak untuk melakukan perlawanan tanpa kekerasan dalam wujud pembangkangan sipil (Gandhi 1985: 409). Gerakan satyagraha ini gagal karena kerusuhan meletus di Ahmedabad. Gandhi segera menangguhkannya hingga rakyat menangkap makna damai, suatu makna yang hanya bisa dipahami bila rakyat sudah dapat bertindak menurut Ahimsa.

Pada tahun 1920, Gandhi terpilih sebagai pucuk pimpinan Congress. Ketokohannya tidak tertandingi oleh tokoh-tokoh lain seperti Bal Gangadhar Tilak, Bipin Chandra Pal dan Moh. Ali Jinnah (pendiri Liga Muslim). Sementara itu tokoh-tokoh seperti Pandit Nehru, Sardar Patel, Maulana Azad, Jayendra Prasad, dan C. Rajagopalachari adalah para tokoh pejuang yang menganut garis pemikiran Gandhi (Guha 1986: 2--4).

Di bawah Gandhi, Congress yang semula dikenal sebagai organisasi politik, atau tepatnya partai politik elitis dan berorientasi pada reformasi konstitusi kini berorientasi pada rakyat. Gandhi segera mereformasi konstitusi dan menjadikannya sebagai sarana efektif untuk memobilisasi rakyat. Satyagraha yang merupakan prinsip perjuangan Gandhi kini ditetapkan sebagai prinsip gerakan Congress untuk mencapai kemerdekaan India.

Prinsip Mahatma Gandhi "Satyagraha" !

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi

Prinsip Gandhi, satyagraha, yang sering diterjemahkan sebagai "jalan yang benar" atau "jalan menuju kebenaran", telah mengilhami generasi aktivis demokrasi dan antirasisme seperti Martin Luther King Jr. dan Nelson Mandela. Gandhi sering mengatakan bahwa nilai-nilainya sederhana dan didasarkan pada kepercayaan tradisional Hindu: kebenaran (satya) dan tanpa kekerasan (ahimsa).

Tradisi pemikiran India (Hindu) antara lain memiliki kecenderungan spiritual untuk menggunakan intuisi sebagai sarana untuk mencapai kebenaran monistik. Pemikiran Gandhi didasarkan pada pemikiran India, dan selama tidak ada konflik, dikembangkan dari pemikiran agama Hindu ini. Seperti yang dia yakini, Tuhan adalah kebenaran dan cinta. Tuhan adalah etika dan moralitas, keberadaan universal yang mencakup segalanya, dan manusia hanyalah sebagian kecil darinya. Konsep Tuhan sebagai realitas tidak lepas dari pemahaman Gandhi tentang kebenaran (Mahatma Gandhi, 2009:17).

Membalas kekerasan dengan kekerasan hanya akan melahirkan kebencian dan benih permusuhan baru. Gandhi mengajari kami pentingnya memperjuangkan apa yang didasarkan pada kebenaran (satyagraha). Selain itu, perjuangan juga harus berada di jalur yang benar dan bermoral.

"Situasi ini mengilhami kesadaran Gandhi bahwa kekerasan tidak dapat dilawan dengan kekerasan. Mata ganti mata akan mengejutkan semua orang. Kesadaran lain yang muncul saat itu adalah bahwa dia harus melayani semua orang dengan sepenuh hati (Mahatma Gandhi, 2009: 20).

Kesadaran ini terwujud dalam prinsip-prinsip perjuangan: bramkhacharya (mengendalikan hasrat seksual), satyagraha (kekuatan kebenaran dan cinta), swadeshi (pemuasan kebutuhan sendiri), dan ahimsa (tanpa kekerasan terhadap semua makhluk). Gandhi sejak itu terus melawan tirani dengan kampanye tanpa kekerasan. Gandhi, misalnya, menolak peraturan yang diskriminatif dengan melakukan mogok makan, berjalan bermil-mil, dan membuat garamnya sendiri ketika semua orang harus membelinya dari pemerintah Inggris. Gerakan ini sepenuhnya dimotivasi oleh rasa protes Gandhi terhadap kekerasan otoritas Inggris saat itu. Bagi Gandhi, seksualitas adalah sumber kejahatan, seringkali egois, yaitu nafsu, kemarahan, dan agresi (Wisarja Ketut, 2005: 75).

Hasrat seksual dapat ditekan dengan menolak kepentingan pribadi yang selalu mengikuti tindakan karena bertekad mengikuti prinsip bramkhacharya. Tidak mementingkan diri sendiri dimungkinkan ketika jiwa diatur oleh prinsip-prinsip kebenaran ilahi. Inilah prinsip ajaran Satyagraha, yaitu keyakinan bahwa jiwa dapat diselamatkan dari kejahatan dunia dan juga dapat memberikan pertolongan selama jiwa selalu mencari Tuhan melalui kebenaran dan hanya kebenaran. Politisi India sendiri dapat menafsirkan Swadeshi dalam beberapa arti berbeda. Ada yang mengartikan ini sebagai boikot karena tidak mau membeli barang buatan Inggris, taktik penyerangan tempur.

Gandhi sangat meyakini dan patuh terhadap ajaran ahimsa merupakan manifestasi dari pengalamannya yang berulang-ulang di lingkungan keluarganya, karena Gandhi dikenal berasal dari keluarga religius yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kasih sayang terhadap sesama.

Ajaran Gandhi selanjutnya adalah swadesi atau berusaha mandiri melalui swasembada. Bramkhacharya adalah salah satu ajaran Gandhi, yang tampaknya kurang menonjol dibandingkan dengan ajarannya yang lain.

Ajaran terakhir difokuskan pada pengendalian nafsu (seks) dan ia percaya bahwa jika manusia dapat mengendalikan nafsunya, maka semua kejahatan di muka bumi ini dapat ditekan. Menurut beberapa ajaran di atas, perjuangan Gandhi untuk memberantas kekerasanlah yang telah merenggut kebahagiaan manusia.

Kepercayaan Mahatma Gandhi

Dia percaya bahwa menjalani hidup sederhana bukan hanya pilihan pribadi tetapi juga kewajiban moral.

Konsep kesopanan Gandhi sangat dipengaruhi oleh pendidikan Hindunya, yang menekankan pentingnya penolakan dan keterpisahan dari dunia material. Dia percaya bahwa harta benda dan kekayaan bersifat sementara dan ilusi, dan bahwa kebahagiaan dan kepuasan sejati hanya dapat ditemukan dalam pengejaran spiritual dan moral. Kehidupan pribadi Gandhi adalah bukti komitmennya terhadap moderasi. Dia mengenakan pakaian tenunan sederhana, makan hidangan vegetarian, dan tinggal di rumah sederhana.

Gagasan kesopanan Gandhi juga terkait dengan gagasan politik dan sosialnya. Dia percaya bahwa hidup sederhana diperlukan untuk kesetaraan sosial dan ekonomi, dan bahwa materialisme dan konsumerisme yang berlebihan menciptakan ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan social.

Komunikasi Menurut Mahatma Gandhi

Sikap yang tepat untuk mengadakan komunikasi bagi Gandhi adalah dengan kasih atau ahimsa. Ahimsa merupakan sarana komunikasi antar peribadi, dan sungguh-sungguh dapat menghargai dan menjunjung tinggi kodrat dan harkat kemanusiaan orang lain. Melalui sikap yang demikian umat manusia bersama-sama dapat membina persatuan dan hidup bermasyarakat yang lebih manusiawi, damai dan diwarnai oleh rasa persaudaraan.

Banyak pihak mengakui baik kawan maupun lawan, Gandhi dalam perjuangannya selalu mengkampanyekan pentingnya perlawanan atas imperialisme dengan nir-kekerasan atau tanpa-kekerasan. Ia selalu mengedepankan kepentingan kemanusiaan secara lebih luas daripada melakukan perlawanan dengan jatuhnya korban-korban manusia. Perlawanan tanpa kekerasan ini menjadi model gerakan sekaligus pemikiran Gandhi dalam memperjuangkan ide-ide kemanusiaan.

Kesimpulan !!!

Pandangan Gandhi terhadap kemanusiaan, yakni manusia adalah mahluk yang kompleks dan unik, karena tidak hanya terdiri dari jasmani saja, melainkan memiliki roh/jiwa, rasio, dan perasaan, sehingga manusia mampu berbuat sesuatu berdasarkan kesadaran dan kehendak yang baik. Bagi Gandhi manusia yang sempurna adalah manusia 'satyagrahi', yaitu manusia yang mampu mengatasi dan menguasai kekuatan-kekuatan jahat baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam dirinya dengan melaksanakan sikap ahimsa dan pemurnian diri. Menjadi satyagrahi berarti menjadi manusia yang mampu menjalankan sikap kemanusiaannya.

Bagi Gandhi, manusia adalah mahluk individu dan sekaligus mahluk sosial yang saling berkorelasi secara timbal balik di dalam masyarakat, di dalam berkorelasi itulah manusia sebagai mahluk individu harus rela berkorban untuk kepentingn masyarakat, karena hidup bermasyarakat sesungguhnya adalah pengorbanan individu dan berani menanggung penderitaan peribadi untuk kepentingan umum. Kemerdekaan India pada tanggal 15 Agustus 1947 diperoleh dengan cara damai dan pantang-kekerasan adalah andil perjuangan Gandhi.

Kemerdekaan yang diraih oleh Bangsa India tidak terlepas dari perinsip perjuangan Gandhi, yakni menjalankan aksi perlawanan dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis dasar gerakan.

 

Citasi / Daftar Pustaka

Mahatama Gandhi, Apapun adalah Kesederhanaan Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mahatama Gandhi, Apapun adalah Kesederhanaan (1)

Filsafat Satyagraha Lahir dari Ketidakadilan Undang-Undang di Afrika Selatan

Kesederhanaan Hidup Mahatma Gandhi

Gandhi: Bapak Anti-Kekerasan yang Menginspirasi Dunia

Nasionalisme Humanistis Mahatma Gandhi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun