Mohon tunggu...
Nadia Claudia Mecca
Nadia Claudia Mecca Mohon Tunggu... Lainnya - life is about surviving—

infp-t

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cyber Dipmomacy dalam Perspektif Realisme

2 Desember 2021   13:12 Diperbarui: 2 Desember 2021   13:34 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibatnya, dianggap bahwa standar dan peraturan minimum diperlukan untuk menjamin akses ke semua dan untuk menghindari konflik, yang hanya dapat dihindari melalui diskusi. Sifat persaingan dunia maya, di mana para aktor utama memiliki visi, kepentingan, dan nilai yang bersaing untuk ruang maya, berbenturan dengan norma masyarakat internasional.

Karakteristik penting lainnya dari domain ini termasuk atribusi kesulitan serangan cyber dan intrusi, yang merusak kepercayaan di antara para pemangku kepentingan; keuntungan menyerang daripada bertahan, yang mendorong perilaku agresif; dan garis bawah digital antara kekuatan dunia maya utama dan negara-negara berkembang, yang menciptakan kerentanan global. 

Selain itu, tidak seperti di area lain di arena internasional, sulit bagi negara untuk mengandalkan pencegahan melalui pembalasan di dunia maya, sebagian besar karena masalah atribusi, sementara bentuk pencegahan lainnya dapat dilakukan. 

Semua sifat ini membuat interaksi siber internasional dan tata kelola siber menjadi sangat rumit dan rapuh, sekaligus menekankan pentingnya diplomasi, terutama dalam hal metode membangun kepercayaan dan penciptaan norma dan nilai internasional. (Renard, 2017)

Bagaimana cyber diplomacy dalam sudut pandang realis?

Seperti yang kita ketahui bahwasannya di dalam suatu dunia siber, terdapat dilema-dilema maupun ketakutan-ketakutan yang diakibatkan oleh adanya suatu bentuk kejahatan siber atau cyber crime. 

Yang mana kejahatan siber atau cyber crime ini terbilang merupakan suatu bentuk kejahatan yang mengakibatkan terjadinya security dilemma atau ketidakpercayaan satu sama lain antara ruang siber. Yang mana sebenarnya juga pada saat ini masih sangat sering dan tidak bisa dipungkiri bahwa kejahatan di dalam ruang siber ini masih seringkali terjadi. 

Akan tetapi ada yang mengatakan bahwasannya dengan adanya diplomasi siber menjadi salah satu solusi dari mengatasi adanya kejahatan yang timbul dan bisa berakibat kekacauan bahkan dilema maupun ketidakpercayaan satu sama lain di dalam dunia siber. Akan tetapi ada saat ini ruang siber seringkali dijadikan sebagai tempat maupun wadah dari para pemangku kepentingan maupun para diplomat untuk mengadakan pertemuan dan sekaligus menjadi suatu bentuk untuk menjalin kerjasama maupun membangun hubungan baik dengan negara lainnya. 

Hal tersebut dapat terbilang menjadi suatu bentuk dari cyber diplomacy yang dilakuakan. Akan tetapi, apa memang benar suatu negara melakukan pendekatan siber itu memang dengan adanya tujuan membangun hubungan baik di dalam dunia siber? Atau ada hal lainnya maupun kepentingan-kepentingan lain yang menjadikan suatu negara itu seakan ingin membanguan atau menjalin hubungan cyber diplomacy yang baik dengan negara lainnya?

Dari perspektif realisme sendiri, seperti yang kita ketahui bahwasannya pandangan realis ini menganggap meskipun telah adanya suatu bentuk kedekatan maupun kerjasama satu sama lain antar negara maupun pemangku kepentingan, akan tetapi sebenarnya hal tersebut tidaklah efektif menurut pandangan realis. Karena apabila melihat dari perspektif realisme sendiri yang berangapan dan seringkali meragukan adanya kerjasama antar negara itu yang benar-benar sejalan dikarenakan anggapan bahwa kembali lagi dalam sifat dasar alami dari manusia itu sendiri yang cenderung bersifat egoisme dan hanya ingin kepentingannya sendiri yang tercapai. Jadi realisme menganggap bahwasannya perdamaian itu merupakan hal yang sulit untuk dapat dicapai.

Karena negara berada dalam lingkungan swadaya, kekuasaan sangat penting bagi realisme, yang dapat menjamin kemerdekaan dan kehidupan. "Apa pun tujuan akhir politik internasional, kekuasaan selalu menjadi tujuan langsung," kata Morgenthau. Realis sering mengasosiasikan kekuasaan dengan aset seperti sumber daya alam, kemampuan industri, kekuatan militer, dan populasi suatu negara yang dimiliki. Belakangan ini juga masih sering terdengar mengenai isu seputaran ancaman siber. Diamana dikatakan ada beberapa dari negara yang telah melakukan suatu semacam pengembangan dari senjata digital yang mereka miliki, yang mana hal ini dapat saja berdampak pada adanya perlombaan senjata di dalam dunia siber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun