Di tengah hiruk-pikuk kehidupan saat ini yang ramai dipenuhi dengan isu-isu sosial dan ketidakadilan, kita sebagai manusia seringkali lupa bahwa perjuangan hak asasi manusia telah diperjuangkan jauh sebelum kita lahir. Dalam Chapter 9 "The Anti-Slavery Movement and the Rise of International Non-Governmental Organizations" mengajak pembaca untuk mengeksplorasi sejarah gerakan anti-perbudakan, bukan hanya sekadar goresan tinta pada kertas, tetapi juga cermin dari perjuangan kita saat ini. Bayangkan sejenak, bagaimana perempuan dan laki-laki dari latar belakang yang berbeda-beda,dengan keberanian dan tekad, bersatu melawan penindasan dan ketidakadilan di abad ke-19. Mereka membangun jaringan lintas batas negara yang kuat, menginspirasi gerakan hak perempuan, dan menciptakan revolusi yang masih kita rasakan dampaknya sampai hari ini.Â
Gerakan anti-perbudakan dan kebangkitan organisasi non-pemerintah internasional (NGO) berperan penting dalam perkembangan hukum dan praktik hak asasi manusia. Gerakan ini tidak hanya menitikan fokus pada penghapusan perbudakan, tetapi juga menjadi jembatan bagi hak-hak perempuan dan isu-isu sosial lainnya. Dalam konteks ini, kita dapat menyoroti bagaimana organisasi-organisasi awal mengembangkan taktik dan strategi yang masih relevan hingga saat ini, serta bagaimana mereka membentuk  jaringan  transnasional yang kuat.
NGO modern kini memiliki posisi sentral dalam advokasi HAM, baik di tingkat global melalui organisasi seperti PBB, maupun di tingkat lokal. Sejak tahun 2012, lebih dari 3.500 NGO telah memperoleh status konsultatif di PBB, dan jumlah ini terus meningkat. Istilah "NGO" mulai dikenal luas setelah PBB didirikan pada tahun 1945, di mana Pasal 71 Piagam PBB memberikan ruang bagi kerjasama dengan LSM. Pada Konferensi San Francisco yang sama, perwakilan NGO berperan penting dalam mendorong dimasukkannya prinsip-prinsip HAM ke dalam Piagam PBB, meskipun menghadapi penolakan dari beberapa negara besar yang khawatir akan dampak terhadap koloni mereka.Â
Perdebatan mengenai asal-usul gerakan HAM internasional menunjukkan bahwa para ahli memiliki pandangan yang berbeda. Beberapa mengaitkan awal gerakan ini dengan peristiwa pasca-Perang Dunia II seperti Pengadilan Nuremberg dan Deklarasi Universal HAM, sementara yang lain menelusuri kembali hingga ke kampanye anti-perbudakan abad ke-19 dan upaya perlindungan minoritas Kristen di Kesultanan Utsmaniyah. Ada juga argumen bahwa peristiwa setelah 11 September 2001 telah mengubah dinamika global terkait HAM dan peran NGO. Keterkaitan antara gerakan abolisionis dan hak perempuan dengan HAM modern sangat signifikan.
Gerakan anti-perbudakan memperkenalkan ide bahwa pelanggaran HAM adalah tanggung jawab seluruh umat manusia, melampaui batas negara. Ini menjadi dasar bagi hukum HAM internasional yang berlaku saat ini. Aktivis perempuan, seperti Elizabeth Cady Stanton, yang awalnya terlibat dalam gerakan abolisionis, kemudian menggunakan pengalaman tersebut untuk memperjuangkan hak suara dan kesetaraan gender. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua aspek dari gerakan masa lalu dapat disamakan dengan HAM modern. Aktivis pada abad ke-19 tidak memiliki akses teknologi atau jaringan seperti yang dimiliki NGO saat ini. Sejarah perkembangan HAM dipengaruhi oleh banyak faktor kontingensi dan konteks zaman.
Sejak abad ke-18, perbudakan telah menjadi bagian integral dari struktur sosial dan ekonomi di macam negara, terutama di dunia Atlantik. Â Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi akibat perbudakan, munculah gerakan-gerakan yang berusaha untuk menghapuskan praktik tersebut.
Kebangkitan gerakan abolisionis dipicu oleh berbagai faktor. Pertama, ada motif idealis yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan pengaruh pencerahan yang menyebarkan gagasan kebebasan dan kesetaraan. Kelompok-kelompok agama seperti Quaker di Inggris dan Amerika Serikat juga berperan dalam kampanye moral melawan perbudakan. Di sisi lain, faktor ekonomi turut berkontribusi; industrialisasi membuat perbudakan semakin tidak menguntungkan bagi kapitalis industri yang lebih membutuhkan buruh upahan Namun, kritik terhadap gerakan ini juga muncul. Beberapa ahli berpendapat bahwa fokus pada abolisionisme dapat mengalihkan perhatian dari eksploitasi buruh pabrik dan bahwa isu perbudakan digunakan sebagai justifikasi untuk imperialisme oleh negara-negara kolonial. Meskipun perbudakan dihapuskan, masalah rasial dan ketimpangan ekonomi tetap ada.
Organisasi seperti British and Foreign Anti-Slavery Society yang didirikan pada tahun 1839, menjadi pemandu dalam perjuangan ini. Organisasi ini tidak hanya berfokus pada penghapusan  perbudakan, tetapi juga mengadvokasi hak-hak perempuan dan isu-isu sosial lainnya. Melalui gerakan-gerakan seperti boikot, petisi, dan kampanye publik, mereka berhasil menarik perhatian masyarakat dan mempengaruhi kebijakan politik.
Dalam gerakan-gerakan anti-perbudakan, perempuan berperan signifikan, di mana meskipun kaum perempuan tidak memiliki hak suara, mereka menggunakan NGO ( Female Anti-Slavery Societies di Amerika Serikat pada tahun 1830-an) untuk menyuarakan pendapat mereka dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Beberapa organisasi anti-perbudakan yang dipimpin oleh perempuan memberikan kesempatan bagi mereka untuk membangun jaringan sosial, menguasai seni berdebat, dan ikut serta dalam kegiatan politik. Sebagai contoh, setelah Konvensi London pada tahun 1840, perempuan Amerika mulai mengalihkan pandangan mereka ke  isu hak perempuan, menciptakan ruang baru dalam masyarakat sipil dan politik sebagai warga negara yang setara.
Mereka tidak hanya terampil dalam berdebat dan membuat resolusi, tetapi juga aktif dalam kampanye massal, mengumpulkan tanda tangan petisi di mana dua pertiga tanda tangan di Inggris pada tahun 1838 berasal dari perempuan serta memimpin boikot produk budak, seperti gula, dengan memanfaatkan kontrol mereka atas pengeluaran rumah tangga. Peran agama juga sangat berpengaruh, terutama dari gereja-gereja Protestan radikal seperti Quaker dan Unitarian yang memberikan ruang bagi perempuan untuk berorganisasi.Â