Sadranan, atau nyadran, merupakan tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan dengan berziarah dan membersihkan makam leluhur pada bulan Syaban atau Ruwah. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenang, medoakan, serta mengungkapkan rasa syukur kepada leluhur yang telah tiada.
Tradisi  Sadranan berakar dari kebudayaan Hindu-Buddha yang dikenal dengan istilah Sradha. Seiring perkembangan waktu, tradisi ini mengalalami akulturasi dengan ajaran Islam melalui peran Walisongo sejak abad ke-15.  Istilah nyadran sendiri berasal dari bahasa Sansekerta sraddha, yang berarti keyakinan atau upacara penghormatan kepada arwah leluhur. Dalam pelaksanannya, tadisi ini melibatkan kegiatan pembersihan makam, penaburan bunga, serta pembacaan doa-doa Islam seperti tahlil sebagai bentuk penghormatan kepada arwah leluhur dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Urutan kegiatan dalam tradisi sadranan umumnya diawali dengan besik, yaitu kegiatan membersihkan makam. Masyarakat secara bergotong royong membersihkan makam dari rumput dan kotoran. Setelah itu dilanjutkan dengan kirab, yaitu prosesi menuju lokasi pelaksanaan upacara adat. Di tempat tersebut, pemangku adat akan menyampaikan maksud dan tujuan dari rangkaian upacara nyadran. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan doa bersama dab diakhiri dengan makan bersama sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI