Mohon tunggu...
Nabillah Auliya Nur
Nabillah Auliya Nur Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi Universitas Airlangga departemen Antropologi

study

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kebudayaan Unik Suku Asli Tibet

7 Juli 2022   05:06 Diperbarui: 7 Juli 2022   05:20 2643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tibet adalah salah satu daerah otonomi khusus Republik Rakyat Cina. Diberi nama oleh Cina atau nama lahin dari Tibet adalah Xizang, ibu kotanya terletak di kota Lhasa (terletak di provinsi Kham), pada awalnya Tibet bukan bagian dari Cina tetapi pada 1950 setelah Cina menginvasi Tibet, Dalai Lama menanda tangani 17 pasal dan Tibet menjadi negara di bawah naungan Cina. 

Tibet sering dikatakan sebagai puncak dunia karena memiliki ketinggian 16.000 kaki di atas permukaan laut dan kawasan ini sering juga dikatakan sebagai "atap dunia" yang berbatasan dengan Nepal, Bhutan dan India. Luas negara Tibet sekitar 1.228.400 km persegi. 

Bahasa yang digunakan di Tibet adalah bahasa Tibet. Mayoritas penduduknya beragama Buddha. Dalai lama  artinya Dalai "lautan" dan Lama "guru", Dalai Lama yaitu pemimpin pemerintahan di Tibet, Dalai Lama menurut suku Tibet adalah Kepala Tibetan Buddhism. 

Suku bangsa yang ada di Tibet antara lain suku bangsa Tibet, Suku bangsa Han, suku bangsa Hui dan suku bangsa Monpa. Tibet memiliki kepadatan penduduk yaitu sekitar 2.740.000 jiwa Dan yang memiliki populasi atau keturunan yang banyak yaitu dari suku Tibet sendiri, dengan jumlah 93 %, dan suku Han 6 %, suku Hui 0,3%, suku Monpa 0,3%

Kebudayaan unik pada suku Tibet yaitu cara mereka menyapa atau memberi salam yaitu dengan menjulurkan lidahnya sambil mengepalkan kedua tangannya. Menjulurkan lidah menurut suku Tibet dianggap suatu penghormatan atau sebagai rasa persetujuan terhadap orang yang mereka temui. 

Dalam sejarahnya, pada abad ke-9 suku Tibet memiliki raja yang dikenal dengan nama Lang Darma. Raja ini dikenal sangat kejam dan memiliki lidah yang berwarna hitam hingga akhir hayatnya, dikarenakan mayoritas suku Tibet beragama buddha yang percaya tentang adanya reinkarnasi dan masyarakat pada zaman itu takut pada Raja Lang Darma bereinkarnasi kembali oleh karena itu suku Tibet mulai menyapa sambil menjulurkan lidahnya. 

Hal lain digunakan sebagai penanda mereka tidak memiliki lidah hitam seperti Lang Darma. Untuk itu budaya suku Tibet dalam memperlihatkan lidahnya menjadi hal yang penting. Dan sudah dilakukan berabad-abad oleh keturunan suku Tibet. 

Tradisi ini sama saja dengan tradisi berjabat tangan sebagai tanda bukti tidak memegang senjata atau sama dengan tradisi di Eropa yaitu menuanggkan anggur dari satu teko yang sama untuk ke seluruh gelas, sebagai tanda bukti anggur tersebut tidak memiliki racun.

Dalam suku Tibet ada lagi tradisi lainnya yaitu upacara pemakaman dimana jenazah di potong-potong dan dijadikan makanan bagi burung pemakan bangkai atau burung nasar hal ini dinamakan pemakaman langit. 

Tujuan dari tradisi ini yaitu suku Tibet yang menganut agama Buddha yang mempercayai perpindahan roh atau reinkarnasi dan mereka tidak melihat tubuh manusia untuk suatu kebutuhan yang harus dipertahankan sehingga mereka melakukan tradisi ini. 

Tata cara tradisi ini yaitu ketika seseorang meninggal jasadnya akan dibungkus kain putih dan diletakkan di sudut rumah selama tiga sampai lima hari selanjutnya para rahib untuk melakukan doa di sekitar jenazah dan membakar kemenyan. 

Anggota keluarganya memilih hari dimana dianggap beruntung untuk jasad diantarkan ke pemakaman langit. Satu hari sebelumnya anggota akan melepaskan pakaian jenazah dan tubuhnya di bengkokkan seperti duduk dengan kepala melawan lutut (posisi pada janin)

Dan pada saat hari dimana akan dibawa ke pemakaman, sebelum jenazah dimakan tubuhnya akan dipotong-potong oleh Rogyapas (mesin pemecah tubuh) tujuan proses ini yaitu membuat kemudahan bagi jiwa yang meninggal terus berlanjut. 

Setelah itu daging yang sudah di hancurkan akan dicampurkan dengan tsampa (makanan orang Tibet terbuat dari tepung barley) sebelum diberikan pada burung nasar. 

Dalam proses pembawa tubuh akan memotongnya dengan tertawa, karena suku Tibet percaya menjaga suasana hati dapat membantu orang yang mati untuk menuju ke tempat yang lebih indah dalam kehidupan berikutnya. Dan pada tujuan akhir yaitu pemakaman langit jenazah ini akan dilepas dan dimakan oleh burung nasar. 

Dalam proses pemakaman orang asing dilarang untuk menghadiri bahkan merekam prosesnya karena dianggap membawa hal negatif dan mengganggu naiknya jiwa dari jasad tersebut untuk menuju surga. 

Sama halnya dengan orang asing, pihak keluarga tidak dapat mengantarkan proses pemakaman langit tetapi meski tidak dapat melihat secara dekat dan langsung pihak keluarga bisa melihat dari bukit setinggi 4.150 Mdpl (atau lebih tepatnya melihat dari kejauhan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun