Mohon tunggu...
Nabila Nuramalina
Nabila Nuramalina Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi Psikologi

Freelancer Event Organizer, Full-time Learner

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Artikel Utama

Seni Menulis Skripsi

20 April 2021   11:42 Diperbarui: 21 April 2021   04:00 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengerjakan skripsi (Sumber: pixabay.com)

Berbicara soal kuliah, setiap mahasiswa pasti memiliki struggle-nya masing-masing. Beda jurusan, beda rintangan yang dihadapi. Beda kegiatan yang diikuti, beda lagi pengalaman yang dimiliki. Tapi di balik semua perbedaan itu, terdapat satu kesamaan yang pasti dirasakan setiap mahasiswa, yaitu ketika mahasiswa sudah mengemban titel "mahasiswa tingkat akhir". 

Seorang manusia yang sudah tidak lagi sibuk masuk kelas, kecuali jika ada kelas perbaikan, tapi yang pasti fokusnya ke satu tujuan utama, yaitu lulus. Untuk lulus menjadi seorang sarjana, mahasiswa harus menyelesaikan tugas akhir atau yang biasa dikenal juga dengan skripsi. 

Cara pengerjaan skripsi tiap mahasiswa berbeda-beda, balik lagi, tergantung jurusan. Pun satu jurusan yang sama, bisa jadi menggunakan metode yang berbeda. 

Contoh konkritnya, saya mahasiswa tingkat akhir jurusan Psikologi di UIN Jakarta. Berbeda dengan mahasiswa sarjana Psikologi pada umumnya yang diperbolehkan menggunakan metode kualitatif, pengerjaan skripsi di jurusan kami mewajibkan setiap mahasiswanya untuk menggunakan metode kuantitatif dengan syarat jumlah variabel tertentu.

Rintangan pertama yang harus dilalui dalam mengerjakan tugas akhir ialah pemilihan judul, topik spesifik yang ingin diangkat sebagai penelitian. 

Oh, iya, mungkin tulisan ini akan lebih perspektif bagi mahasiswa Psikologi atau jurusan sosial lainnya, tapi tentu tidak menutup kemungkinan untuk jadi pembelajaran untuk yang lainnya. 

Kembali pada topik tugas akhir, proses menentukan judul menuntut mahasiswa untuk banyak membaca dan peka terhadap lingkungan sekitar. 

Saya pribadi sudah dua kali mengajukan judul kepada dosen pembimbing dan memilih judul yang lainnya lagi pada H-1 bulan seminar proposal. 

Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan matang-matang atas judul yang dipilih karena judul inilah yang akan menemani kalian sampai lulus nanti. 

Artinya, selain dari pertimbangan akademis, pertimbangkan juga tingkat kejenuhan yang mungkin akan kalian rasakan. Tidak bisa dipungkiri bahwa tidak semua orang suka membaca, terlebih lagi jurnal ilmiah. Apalagi kalau jurnalnya berbahasa Inggris. Saya banyak mendengar teman saya mengeluhkan hal ini. 

Kalau saya, saya termasuk orang yang suka membaca. Menemukan suatu hal baru menimbulkan kepuasan tersendiri bagi saya. Untuk jurnal berbahasa Inggris juga tidak terlalu masalah karena memang suka mendengar lagu barat dan baca novel romansa berbahasa Inggris. 

Meskipun saya punya modal yang cukup, saya masih bisa jenuh dengan skripsi saya. Faktor pertama karena saya dari awal memang tidak ingin membahas tentang anak. 

Skripsi (sumber: weheartit.com)
Skripsi (sumber: weheartit.com)

Sebenarnya, topik yang saya sukai dan ingin dalami adalah tentang pernikahan dan pelajar internasional, dan secara spesifik ingin sekali mendalami Psikologi Positif. Seperti yang saya sebut sebelumnya, pertimbangan akademis masuk ke daftar penting pemilihan judul.

Diskusi terbuka saya lakukan dengan dospem (dosen pembimbing). Bersyukur karena pandangan saya atas pertanyaan "kenapa saya harus meneliti ini?" dilihat secara terbuka oleh dospem saya, tapi tentu harus diperhatikan juga seni menyampaikan pendapat ya. 

Menimbang dari segi urgensi topik, kebaruan ide, dan aksesibilitas penelitian, akhirnya saya mengangkat topik tentang stres orangtua di masa pandemi. Topik ini urgen diteliti karena memang sedang hangat terjadi di lingkungan kita. 

Adanya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menuntut orangtua untuk bisa beradaptasi dan menjadi pendidik bagi anak selama #dirumahaja. 

Bersebrangan dengan keinginan saya untuk meneliti variabel dari Psikologi Positif, saya justru meneliti stres pada orangtua. 

Tapi untuk memenuhi separuh ego saya, saya tetap mengambil self-compassion atau kasih sayang yang diberikan kepada diri sendiri sebagai salah satu variabel pengaruh yang diteliti. Sebuah win-win soultion yang mengkolaborasikan ide saya dan dosen pembimbing saya.

Menyusun BAB I sampai BAB III adalah tahap penulisan awal untuk seminar proposal skripsi. Butuh lebih dari sekadar menjiplak dari buku dan jurnal lalu menuangkannya ke halaman skripsimu, menyusun skripsi butuh pemahaman mendalam dan efektivitas penulisan. 

Agaknya sulit bagi saya untuk tidak bertele-tele dalam menulis skripsi karena saya terbiasa menulis cerpen dan sudah mendarah daging kebiasaan menggambarkan secara kiasan perilaku tokoh yang saya sajikan. 

Maka dari itu butuh pemahaman mendalam tentang apa yang menjadi penting untuk disampaikan dan bagaimana menyampaikannya agar dapat dimengerti. 

Bukan hanya dimengerti oleh diri sendiri, dosen, atau kalangan akademisi, dospem saya pernah mengingatkan tentang pentingnya keterbacaan bagi seluruh kalangan masyarakat. 

Jadi menulis skripsi itu memang banyak seninya. Butuh modal banyak membaca dan resiliensi untuk menulis lagi sampai hasilnya mudah dipahami.

Setelah seminar proposal, tahap selanjutnya ialah mengambil data. Terkhusus metode kuantitatif, kami harus menyiapkan instrumen/alat ukur, melalui expert judgement, beberapa orang masih melakukan studi pilot pada awal penelitian, beberapa juga sudah menggunakan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA). Jumlah responden untuk data kami juga tidak bisa dibilang sedikit. 

Untuk hasil yang valid dan reliable, minimal punya 200 data responden di tangan. Jadi butuh strategi marketing agar ratusan data tersebut bisa terpenuhi dalam target waktu tertentu. 

Terlebih lagi jika kalian memang sudah memasang target lulus cepat, biasanya Mei atau Juni juga sudah terbilang sebagai anak ambis. Tapi bukankah baik untuk menjadi ambisius atas dasar alasan apapun? Kalau saya sih biar gak perlu bayar uang kuliah lagi semester depan.

Sebagian orang memiliki pandangan seperti, "Enaklah tinggal skripsi!" Apalagi kalau dengar bahwa kita sudah tidak ada kelas lagi. Padahal kenyataannya, pertama, pengerjaan skripsi tidak semudah dan seenak kata netizen. Kedua, proses ini juga mengandung banyak pembelajaran (kalau insan-insan mahasiswa tingkat akhir mampu menyadarinya).

Butuh lebih dari sekedar niat untuk selesai dan lulus, mengerjakan skripsi memiliki seninya sendiri baik dalam proses mengumpulkan informasi, proses penulisan, sesi bimbingan, sampai sidang persidang yang dilalui. Banyak trial-and-error yang terjadi selama proses itu. 

Meskipun pembelajaran yang didapatkan mungkin tidak akan digunakan lagi dalam bidang akademis karena tidak ingin melanjutkan studi S2, tetapi yang pasti proses belajar termasuk hal-hal kecil di dalamnyalah yang akan menjadikan kita pribadi yang terus mau belajar dan berkembang. 

Belajar mendengarkan pendapat orang lain, belajar mengutarakan pendapat agar tujuan kita mampu dipahami orang lain, belajar membaca cepat dan menuliskan intinya secara tepat, belajar sabar ketika dosen pembimbing sulit dihubungi, belajar menentukan pilihan dan bertanggung jawab atas pilihan tersebut, bahkan sampai belajar strategi marketing untuk menyebar angket ke populasi yang dituju. Semua ada seninya.

Dari saya yang juga sedang mengerjakan skripsi,

Selamat menikmati proses belajar!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun