Mohon tunggu...
Muhammad Nabhan Fajruddin
Muhammad Nabhan Fajruddin Mohon Tunggu... Lainnya - Petualang Ilmu

Mahasiswa di UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dinamika Negeri Kakeane

26 Juni 2021   16:35 Diperbarui: 5 Juli 2023   14:20 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAFnvwv_oh4/GXS-HksZDNcO4aT5SdZBuQ/edit?utm_content=DAFnvwv_oh4&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar

Kepemimpinan merupakan suatu yang penting bagi suatu kelompok manusia mulai keluarga hingga Negara. Fungsi pemimpin adalah memimpin anggota atau rakyatnya untuk menuju society yang lebih baik. Memimpin sekelompok manusia pada dasarnya mengutamakan asas kebaikan bersama antara pemimpin, birokrat, dan rakyat biasa. Sedikit kepala negara, lembaga, atau pemegang otoritas yang menerapkan asas kebaikan bersama antara pemegang otoritas dan rakyat.

Dalam konsep demokrasi yang menerapkan asas "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat" hanya sebuah selogan saja dan jarang sekali diterapkan dalam bernegara. Konsep demokrasi dalam Al-Quran di sebutkan wa syawirhum fil amr, bermusyawarah dengan seluruh elemen Negara atau lembaga dalam mengambil kebijakan dan peraturan oleh pihak otoritas . Asas demokrasi yang mengedepankan suara rakyat berdasarkan kesepakatan bersama sejalan dengan firman Tuhan dalam kitab-Nya. Oleh karena itu, konsep demokrasi merupakan konsep yang memihak kepada rakyat untuk mensejahterakan rakyatnya.

Di Negeri kakeane konsep demokrasi yang katanya memihak kepada rakyat di salah gunakan oleh pihak otoritas terkait. Demokrasi di Negeri Kakeane sudah dicampuri paham kapitalisme, sehingga demokrasi hanya dijadikan topeng untuk menjalankan kapitalisme. Pemerintah negeri Kakeane dengan semena-mena membuat kebijakan yang dilihat rakyat Kakeane adalah sebuah kebijakan yang pro rakyat. Banyak lahan hutan dan tanah adat dieksploitasi oleh otoritas penguasa dengan tidak memperhatikan ekosistem alam. Uniknya lahan-lahan tersebut dikelola dan dijadikan ladang bisnis oleh perusahaan-perusahaan yang di miliki oleh pemimpin-pemimpin Kakeane.

Selain itu di Negeri Kakeane yang sangat gencar bicara demokrasi, dalam pemilihan umum lima tahunan, rakyat Kakeane diajari praktik suap menyuap demi memperoleh kursi sebagai penguasa. Uang menjadi dewa bagi rakyat Kakeane, sehingga dalam menentukan nasib bangsa rela diganti oleh uang seratus ribu. Melalui pemilihan umum berasaskan keuangan ini lahir pemimpin-pemimpin yang memposisikan diri sebagai penguasa bukan sebagai pemimpin yang mengayomi rakyatnya. Penguasa identik dengan rasa berkuasa atas wilayah yang dipimpinnya, sehingga penguasa lebih cenderung memiliki konotasi otoriter terhadap wilayah dan rakyatnya.

Negeri Kakeane yang bertopengkan demokrasi tapi beracun kapitalisme, dalam memberikan gaji dan fasilitas kepada birokrat atau pemegang otoritas, khususnya di departemen keuangan dengan gaji yang besar dan fasilitas yang mewah. Sehingga rakyat Kakeane selepas lulus sekolah berlomba-lomba masuk ke Sekolah Tinggi milik instansi terkait, karena memang rakyat Kakeane sudah teracuni oleh penguasa yang gila akan uang. Mirisnya lagi kesengsaraan rakyat Kakeane yang masih hidup serba kekurangan menjadi bahan lelucon dan hedonis di kalangan birokrat, mereka tak malu dengan entengnya membicarakan bahwa uang rakyat itu sumber kesenangan dan kesejahteraan mereka dengan jabatan tertentu.  

Birokrat yang berkuasa di negeri Kakeane memang sejahtera dan makmur dengan berbagai fasilitas yang mewah. Namun di tengah gemerlap dan kemewahan kehidupan para birokrat masih banyak rakyat menderita. Rakyat yang masih menggunakan kaki sebagai kendaraan dinas ke ladang, rakyat yang tidur beralaskan kardus beratapkan beton, para buruh UMR yang masih kesulitan dengan ekonomi keluarganya, serta berbagai rakyat yang masih sengsara di negeri Kakeane. 

Birokrat Kakeane selain sudah terpapar hedonisme, mereka juga mengalami krisis nurani sesama manusia. Praktik kapitalisme menjadi malapetaka bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kekuasaan dan uang. Di negeri Kakeane jika ingin di hormati harus dengan kekayaan dan kekuasaan, yang menjadi parameter kehormatan seseorang. Oleh karena itu, para penguasa berlomba-lomba melalui kebijakannya memupuk perusahaan-perusahaan yang dimiliki dengan topeng demokrasi.

Para birokrat department Keuangan demikian merasa kebahagiaan sudah di apatkan, sehingga dengan entengnya menginjak-injak rakyat melalui sikap sewenang-wenang dan arogansi. Alih-alih, bekerja untuk rakyat tapi malah menginjak-injak rakyat dengan sesuka hati. Memang konsep birokrasi yang sudah teracuni hedonisme membuat nurani seseorang menjadi tumpul bahkan nyaris tidak ada. 

Itulah dinamika birokrasi yang menjadi topeng kapitalisme yang terjadi di negara Kakeane. Membuat yang kaya dan berkuasa semakin kaya dan berkuasa, sedangkan yang miskin dan tidak punya otoritas semakin miskin dan di injak-injak. Untung Indonesia menganut birokrasi pancasila yang mengedepankan kesejahteraan rakyat dan melalui musyawarah untuk mengambil kebijakan.

Jangan sampai Indonesia yang menganut  pancasila teracuni oleh praktik-praktik kapitalisme. Kapitalisme adalah paham yang mengedepankan pasar bebas di mana pemilik modal yang mendapatkan untung banyak. Pancasila adalah suatu tameng dalam menghadapi kapitalisme dalam birokrasi pemerintahan. Sehingga konsep yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin tidak terjadi dalam negara Indonesia, cukuplah itu terjadi di Negara Kakeane saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun