Mohon tunggu...
Mohamad Zaki Hussein
Mohamad Zaki Hussein Mohon Tunggu... lainnya -

Warga masyarakat biasa, anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ideologi dan Reproduksi Masyarakat Kapitalis

19 Februari 2012   06:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:28 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terkait dengan reproduksi tenaga kerja, reproduksi ini dilakukan dengan memberikan upah kepada pekerja sebagai ongkos untuk membayar pemulihan tenaga kerja si pekerja agar ia bisa bekerja lagi keesokan harinya. Tercakup di sini, (1) ongkos pemenuhan kebutuhan si pekerja yang bukan hanya bersifat 'biologis' tapi yang juga merupakan konstruksi sosial-historis, dan (2) ongkos penciptaan tenaga kerja baru yang akan menggantikan si pekerja kelak ketika ia meninggal dunia (pemeliharaan anak). Di sini, tercakup pula ongkos reproduksi ketrampilan si pekerja, yang dalam kapitalisme, kebanyakan dilakukan sebelum si pekerja masuk ke dunia kerja, yaitu di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.

Namun, kapitalisme tidak hanya mereproduksi 'ketrampilan' yang nanti akan berguna untuk bekerja, seperti baca, tulis, dan juga beragam pengetahuan lainnya, tetapi ia juga mereproduksi ketundukan terhadap aturan-aturan kapitalisme―dan untuk elit atau "calon elit," kapitalisme juga mereproduksi kemampuan menundukkan pekerja―melalui berbagai aparatus yang ada di wilayah suprastruktur. Di sini, kapitalisme tidak lagi hanya mereproduksi tenaga kerja sebagai kekuatan produktif, tetapi juga mereproduksi relasi kelas yang eksploitatif antara kapitalis dengan buruh. Dalam penjelasan selanjutnya mengenai hal ini, Althusser menggunakan konsep "Aparatus Represi Negara" (selanjutnya disingkat RSA dari istilah Inggrisnya, Repressive State Apparatus) dan "Aparatus Ideologi Negara" (selanjutnya disingkat ISA dari istilah Inggrisnya, Ideological State Apparatuses).

RSA dan ISA

Sama seperti kaum Marxis pada umumnya, Althusser menganggap negara sebagai 'mesin represi' untuk memastikan dominasi kelas yang berkuasa atas kelas pekerja. Fungsi ini dilakukan oleh beragam aparatus negara, seperti tentara, polisi, pengadilan, dst. Inilah RSA dan fungsinya cukup jelas terlihat dalam kehidupan kita, terutama saat terjadi konflik terbuka antara kapital dengan rakyat, seperti yang bisa kita lihat dalam kasus Freeport, Mesuji dan Bima baru-baru ini.

Selain RSA, Althusser juga menyatakan bahwa negara memiliki ISA yang bekerja dengan ideologi―apa itu ideologi dan bagaimana cara bekerjanya akan dibahas di bawah sub-judul yang berikutnya. Tercakup dalam ISA ini adalah institusi-institusi yang sebagian besar berada di wilayah 'privat,' seperti sekolah, lembaga keagamaan, pers, dsb. Di sini, bisa muncul pertanyaan, kenapa Althusser memasukkan lembaga-lembaga tersebut sebagai 'aparatus negara'? Jawaban Althusser, kategori 'publik' dan 'privat' itu hanyalah kategori hukum borjuis, sehingga tidaklah penting status dari lembaga-lembaga itu, apakah privat atau publik, "Apa yang penting adalah bagaimana mereka berfungsi."

Sebenarnya, jawaban Althusser di sini masih samar. Tapi, terlepas dari apa alasan Althusser yang sebenarnya,[4] kita tetap bisa mengkategorisasi lembaga-lembaga privat itu sebagai "aparatus negara" karena lembaga-lembaga itu dalam menjalankan fungsinya mereproduksi masyarakat kapitalis, ikut menghambat pengambilalihan kekuasaan negara oleh kelas pekerja. Yang penting juga untuk disebutkan di sini adalah bahwa Althusser membedakan kekuasaan negara dengan aparatus negara, di mana pengambilalihan kekuasaan negara oleh sebuah kelas tidak secara otomatis mengubah aparatus negaranya.

Terakhir, perlu juga dijelaskan bahwa pembedaan RSA dengan ISA dari "cara bekerjanya" tidak berarti RSA murni bekerja dengan represi, sementara ISA murni bekerja dengan ideologi. Yang dirujuk oleh pembedaan itu adalah 'cara kerja utamanya.' Ini berarti baik RSA maupun ISA masing-masing mengandung represi dan ideologi. Namun, cara kerja utama RSA adalah dengen represi, sementara ideologi hanya menjadi cara kerja sekundernya. Demikian pula sebaliknya, ISA bekerja terutama dengan ideologi, sementara represi hanya menjadi cara kerja sekundernya.

Ideologi

Di Indonesia saat ini, istilah ideologi secara umum digunakan secara "netral" sebagai seperangkat gagasan yang relatif lengkap tentang dunia dan masyarakat (pandangan dunia), yang dimiliki kelompok tertentu. Jadi, kita dapati adanya ideologi kapitalis, sosialis, nasionalis, Islam, dsb. Namun, sebagian kalangan Marxis, termasuk Marx sendiri dalam The German Ideology, tidak menggunakan istilah "ideologi" dengan arti seperti itu, melainkan dengan arti yang "negatif," yaitu sebagai gagasan-gagasan imajiner (tidak sesuai dengan kenyataan) yang "melanggengkan" tatanan sosial yang ada. Biasanya, sebagai tandingan dari ideologi, mereka memajukan "ilmu pengetahuan."

Althusser juga meneruskan tradisi ini, tapi ia memberikan pengertian yang berbeda dengan apa yang menurutnya merupakan pengertian Marx, yang diambil dari Feuerbach, tentang ideologi. Jadi, kalau menurut Marx, apa yang direpresentasikan secara imajiner dalam ideologi adalah kondisi keberadaan riil manusia atau relasi-relasi riil di mana manusia hidup, maka menurut Althusser, yang direpresentasikan dalam ideologi terutama bukanlah hal tersebut, melainkan relasi imajiner individu dengan relasi-relasi riil di mana mereka hidup. Adapun distorsi terhadap relasi-relasi riil itu terjadi karena adanya relasi imajiner kita dengan relasi-relasi riil tersebut.

Sebenarnya agak samar apa yang dimaksud Althusser dengan "relasi imajiner" di atas. Namun, berdasarkan pembahasan Althusser mengenai ideologi sebagai konstruksi subyek, penafsiran saya adalah bahwa relasi imajiner ini terbentuk akibat konstruksi individu sebagai subyek. Sebagai subyek, kita merasa sebagai 'individu bebas,' berperilaku dan bertindak sesuai apa yang kita pikirkan, sehingga tindakan dan perilaku kita tampak sebagai efek dari gagasan kita. Akibatnya, kita juga melihat secara imajiner bahwa kondisi riil kita adalah efek dari diri kita. Padahal, menurut Althusser, kenyataannya adalah yang sebaliknya, gagasan kita itu hanya merupakan efek dari tindakan kita, yang diatur oleh ritual-ritual yang ditentukan oleh ISA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun