Mohon tunggu...
Muhammad Zainuddin Badollahi
Muhammad Zainuddin Badollahi Mohon Tunggu... Administrasi - Antropolog

Ethnograpy

Selanjutnya

Tutup

Trip

Pulau Samalona dalam Sejarah

24 Januari 2019   13:09 Diperbarui: 24 Januari 2019   13:21 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pantai di Pulau Samalona merupakan salah satu potensi dan daya tarik yang sangat layak dikembangkan dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat. Tampak pantai yang indah dengan pasir putihnya yang bagus untuk wisatawan yang senang berjemur, voli pantai dan berbagai olahraga dan aktivitas di pantai lainnya, atau wisatawan  yang senang  menikmati mandi matahari (sunbathing) dengan pemandangan laut. Selain potensi pantai terdapat pula potensi laut yang masih alami dengan berbagai aktivitas wisata yang bisa dilakukan oleh para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Samalona. Laut biru dengan beraneka biota lautnya yang potensial untuk atraksi wisata memancing (fishing), keindahan pemandangan bawah laut seperti terumbu karangnya sangat cocok untruk wisatawan yang senang snorkeling maupun diving. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam (in-depth interview) dengan Kasub Perencanaan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar yang menyebutkan bahwa potensi pantai dan laut merupakan potensi yang sangat bagus untuk pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dimana masyarakat bisa memperoleh pendapat bukan hanya dari hasil melaut.[1] 

a. Villa Belanda

Samalona sebuah pulau yang dikenal dengan sebutan spermonde, menyimpan banyak ingatan sejarah. Pada masa pendudukan Belanda di Indonesia kurang lebih 350 banyak orang Belanda yang kemudian tinggal menetap di Sulawesi. Sebagai alternative wisata bagi para pejabat tinggi maka dibangun sebuah villa di Pulau Samalona sebagai tempat peristirahatan. Vila ini berdiri cukup lama hingga akhirnya rubuh karena dimakan usia setelah berdiri hamper 100 tahun dipulaui ini. Bekas-bekas tinggalan dari villa ini yang tersisa hanya atap seng dan tegel. Tidak hanya sampai disitu selain seb

b. Kuburan 

letak pulau samalona yang berada ditengah-tengah menjadi jalur perlintasan para pelayar-pelayar  ulung dari tanah daeng. Dipulau ini terdapat sebuah kuburan tua. Dimana menurut beberapa tetua kuburan tersebut telah ada sejak dahulu bahkan diperkirakan sejak islam belum masuk di Sulawesi selatan. Hal ini dikarenakan bentuk kuburan yang tidak menghadap ke kiblat, pada hari-hari tertentu beberapa orang dari luar pulau akan datang berziarah ke kuburan ini untuk meminta berkah dan sebagainya. Ada juga yang mengatakan bahwa jenazah yang dikuburkan dipulau ini adalah suku Bajoe, karena dahulu pulau Samalona merupakan tempat persingahan para pelayar dan pedagang. 

c. Penjara Pulau

Dalam tahun-tahun berikut pulau Samalona beralih fungsi menjadi penjara bagi penderita kusta dan orang-orang yang anggap membangkang terhadap pemerintah Hindia Belanda. Dibuat sebuah penjara dengan ukuran 2x2 meter dengan menggunakan bambu dimana didalam satu penjara terdapat 5-10 orang sehingga menyulitkan para tahanan untuk bergerak bebas. Banyak diantara para tahanan yang akhirnya mati, selain itu juga dibuat pagar keliling dipulau ini untuk mencegah para tahanan melarikan diri. Pada pohon-pohon besar dibangun sebuah pos penjagaan untuk mengintai para musuh. Penduduk asli Samalona diungsikan ke daerah Barombong, baru setelah kondisi aman pasca di Bom oleh pihak pendudukan Jepang warga asli Samalona dikembalikan ke rumah masing-masing.

d.  Kritik terhadap Pulau Samalona 

Kenyamanan dan keamanan menjadi kondisi yang sangat penting dalam industri pariwisata. Aspek tersebut pada dua dekade terakhir telah menjadi isu yang semakin besar dan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap keberlangsungan  aktivitas  perjalanan  dan  pariwisata  (Istvn  Kvri  dan Krisztina Zimnyi, 2011)sebagai sebuah daerah tujuan wisata ada beberapa kekurangan pula Samalona antara lain pada buku panduan wisata yang dicetak untuk para wisatawan mancanegara dan lokal masih buku panduan lama dimana tariff yang tertera disitu masih rendah jauh berbeda dengan saat ini. Sehingga dalam beberapa kasus terkadang wisatawan merasa ditipu oleh pemilik perahu. Yang kedua tariff jasa untuk pembuatan makanan dan penginapan tergolong mahal.


[1] Nurdin. Strategi Pengembangan Pariwisata berbasis Masyarakat di Pulau Samalona Makassar. Jurnal Jumpa Vol 3 Nomor 1 Juli Tahun 2016 . Hlm. 180-181.

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun