Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Karyawan Biasa

Pria Juga Boleh Bercerita. Peminat Filsafat, Sastra dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aktivitas Ngopi Canggih Dan Kontrol Diri

16 Agustus 2025   19:58 Diperbarui: 25 Agustus 2025   17:53 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan dari ngopi biasa ke aktivitas ngopi canggih!

Masa kecil saya banyak dihabiskan dalam keluarga paman yang memiliki cukup banyak kopi. Panenan tahunan bisa sampai kurang lebih 1 ton. Dan karena waktu itu harga kopi tidaklah seberapa kalau dibandingkan sekarang, maka paman saya tidak segan - segan untuk menikmati saja sendiri kopi - kopi itu. Tidak semua, tapi mungkin kalau harga kopi per kilogram saat itu seperti sekarang, untuk konsumsi pribadi mungkin tidak sebanyak yang kami konsumsi. Atau bisa saja kami hanya menikmati kopi rong -nya saja ( istilah lokal untuk biji - bijian kopi yang rusak, berwarna kehitaman dan tidak dapat dijual). Sementara kopi yang berkualitas akan dijual semua. Tapi karena harga kopi waktu itu masih murah, maka sebagian kopi - kopi berkualitas tinggi kami konsumsi sendiri.

Maka jadilah minuman kami di pagi dan sore hari pada  waktu itu adalah minuman kopi yang berkualitas dan biasanya ditemani sepotong dua potong umbi umbian khas pedesaan.  Menjadikan nuansa pagi yang berkabut atau senja yang tenang terasa makin lengkap, seolah waktu melambat agar kami bisa menikmati setiap teguk dan setiap momen kebersamaan itu. Dan inilah permulaan kebiasaan ngopi saya dimulai.

Tahun demi tahun berlalu. Kini, ketika saya beranjak dewasa, kebiasaan ngopi itu berkembang menjadi sesuatu yang lebih kompleks dan berwarna. Perjalanan hidup memperkenalkan saya pada cara menikmati kopi yang jauh berbeda dari masa kecil dulu.

Jika dulu, secangkir kopi terasa lengkap hanya dengan sepotong atau dua potong umbi-umbian di rumah, kini kebiasaan itu terasa kurang jika tidak disertai sebatang atau dua batang rokok. Ya rokok! Sepakat atau tidak, kopi dan rokok adalah pasangan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya memberikan kontribusi yang seimbang terhadap kenikmatan yang dirasakan oleh para penikmat.

Dulu, suasana ngopi cukup hangat di beranda rumah bersama keluarga. Sekarang, aroma kopi terasa lebih nikmat lagi jika diseduh di kafe langganan atau warkop yang sudah akrab dengan rutinitas harian. Sesekali sendiri, kadang bersama teman - teman.

Waktu untuk ngopi pun kini mengalami pergeseran. Dulu hanya pagi dan sore, kini menjadi lebih fleksibel—kadang usai mandi, kadang sesudah bangun tidur, tak peduli pagi atau sore. Kopi seolah tidak hanya menjadi teman, tapi bagian dari ritme harian yang memberi jeda, ruang, dan napas dalam hiruk pikuk kehidupan.

Perubahan-perubahan inilah yang kemudian membuat saya menyebut kebiasaan ngopi yang sekarang ini sebagai Aktivitas Ngopi Canggih. Kenapa canggih? Karena selain warna dan nuansanya yang berubah, juga karena setiap seduhan pertama yang diikuti satu - dua tarikan rokok, selalu menghadirkan bukan hanya kenikmatan fisik, tapi juga letupan-letupan pikiran yang berhamburan di kepala. 

Kadang terjebak dalam penyesalan akan masa lalu dan sesekali rancangan akan masa depan. Kadang tentang keluarga, kadang menghayal soal pasangan, dan terkadang juga menyangkut hal-hal besar seperti politik dan arah negara ( wadadaw ). Semua ini muncul begitu saja dan berdialog di dalam kepala dalam satu momen yang tenang—seolah kopi dan si teman baiknya ini membuka pintu ke ruang kontemplasi. Dan ini membawa kita ke bagian kedua tulisan ini :

Kontrol dan Kendali  Diri

Saya akui memang, selama kebiasaan ngopi canggih ini terus saya jalani, saya merasa bukan hanya tubuh yang dimanjakan, tapi juga pikiran. Ada ketenangan yang datang, semangat yang tumbuh, dan motivasi yang perlahan menguat. Tapi semua berubah ketika suatu saat saya jatuh sakit. Dan itu adalah titik balik dari berbagai macam kebiasaan saya selama ini, termasuk kebiasaan ngopi yang sudah saya lakukan sejak kecil. Pengalaman akan rasa sakit, kegagalan dan bahkan penolakan, semuanya sudah saya rasakan yang kemudian membuat saya merenungkan kembali kehidupan yang sudah saya jalani selama ini. 

Namun pertanyaanya adalah, memang kenapa  sih saya harus berubah? Apalagi ketika sakit yang saya alami pun sebenarnya tidak ada kaitannya dengan kebiasaan ngopi canggih. Saat itu diagnosanya adalah demam berdarah. Bukan penyakit kronis yang umumnya disebabkan rokok atau kopi. Nah itu dia, menurut saya meski tidak ada kaitannya, bukan berarti kebiasaan ngopi canggih ini tidak berdampak. Hanya saja belum waktunya. Tapi saya tidak akan menunggu waktunya untuk merubah semuanya. Atau  sebenarnya sudah berdampak, tapi dalam bentuk yang lain dan tidak saya sadari. Dimana bentuk yang lain itu mempengaruhi hal - hal yang esensial dalam hidup saya. You think about it!

Lagipula, bagi saya secara pribadi, salah satu arti penting menjadi seseorang ( human being ) adalah kemampuan untuk kontrol diri. Kontrol diri ini antara lain mulai dari kontrol  pikiran, perkataan dan kontrol dan perbuatan serta kebiasaan. Terutama ketika semuanya berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Baik yang diharapkan diri sendiri maupun orang lain. Entah karena sudah sampai merugikan diri sendiri atau sudah merugikan orang banyak. Kalau memang sudah seperti itu, ya  waktunya menguji dan bertanya : Apakah ini hidup yang aku inginkan? Apa artinya kehidupan seperti ini? 

Meninggalkan kebiasaan ngopi yang sangat nikmat itu tentu berat. Dimana kadang - kadang saya merasa iri ketika saya melihat teman - teman ngumpul sambil seduh secangkir dua cangkir bahkan sampai larut malam. Apalagi ketika itu sambil berbincang ria tentang apapun seperti apa yang kami lakukan dulu.

Namun, ketika pola hidup baru saya terapkan dan meninggalkan kebiasaan ngopi canggih ini, ada beberapa manfaat yang  saya rasakan yang bernilai lebih tinggi daripada kehilangan saya dalam kebiasaan lama itu diantaranya, saya bisa tidur lebih awal.

Ya dengan mengurangi konsumsi kopi dan rokok, saya jadi mudah ngantuk. Apalagi malam hari sangat lelah rasanya ketika baru pulang kerja. Selain itu, wajah juga jadi sedikit glowing (yuhu...). Dan lagi, tentunya saya bisa menghemat sedikit pengeluaran, dimana selama ini saya biasanya menghabiskan sekian rupiah untuk ngopi dan rokok. Namun ketika kebiasaan ini dikurangi, pengeluaran pun berhasil ditekan.

Sekali lagi, meninggalkan atau mengurangi kebiasaan yang membuat saya merasakan kenikmatan tiada tara ini memang berat, tapi karena saya telah memberi nilai dan makna yang baru pada kehidupan yang saya jalani, maka apapun resikonya harus berubah. Apakah itu kehilangan teman ngopi, atau tidak lagi merasakan kenikmatan seperti yang dulu dirasakan.

Saya juga tidak menyesal atas pengalaman sakit yang saya rasakan, terutama yang diakibatkan oleh kebiasaan buruk yang tidak saya sadari. Yang terpenting sekarang bagi saya adalah saya tidak boleh  mati with music still on me.  Kan begitu katanya: don't die with music still on you, yang kalau boleh  saya artikan disini adalah mati karena hal - hal yang sebenarnya bisa disadari  untuk kemudian di rubah. Tapi itu tidak terjadi, keburu meninggal duluan. Bisa mati secara fisik, atau mati dalam hal gagal menggapai mimpi - mimpi. Apapun itu.

Saya justru sedikit merasa bersyukur karena dengan pengalaman sakit ini, saya masih diberi peringatan bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi. Dan kalau ada yang tidak diubah, sesuatu yang buruk itu akan berubah menjadi lebih buruk dan fatal. Ya mungkin inilah artinya kata Nietzsche bahwa something doesn’t kill you, make you stronger.  

Dan akhirnya saya belajar bahwa sebenarnya tidak apa - apa jika hari ini kita seperti ini : Dengan kebiasaan yang yang mungkin buruk, dengan kondisi fisik dan ekonomi yang mungkin belum glowing dan mentereng. Tapi, percayalah, bahwa akan ada suatu masa dimana kita akan dibawa pada suatu titik balik kehidupan. Tapi sebelum kesana, kita akan dihadapkan terlebih dahulu pada pengalaman sakit, penolakan dan kegagalan. Jangan menyesali itu semua apalagi menyalahakan diri sendiri dan orang lain. Cukup bertanya dalam hati: Memangnya siapa aku ini? Toh aku tidak ada bedanya dengan yang lain, kan? 

#Tulisan ini bisa juga ditujukan utuk tema yang diajukan kompasiana tentang : LEBIH SUKA KAFE YANG ADA MUSIK ATAU HENING? dengan label Musik di Kafe.  


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun