Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tunting Wulandari mulai akan mendapat Wejangan tentang Ilmu Pengobatan Jamu Jawa (DKNM 03/05)

25 November 2011   08:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:13 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

(1)

Adalah Tunting Wulandari sedang menanti kedatangan mBok Atun yang akan memberikan wejangan ilmu pengobatan yang pernah diwariskan oleh mBah Buyut Arum Margayani. Ternyata mereka mengambil tempat duduk di gandhok, beranda yang berada di sebelah pringgitan.  Begitulah  cara mereka memanfaatkan waktu istirahat sambil menanti waktu Ashar.

 

“Tunting adalah dulu buyutmu yang diambil anak-pungut oleh patih di Wonogiri --- namanya Arum Margayani, orangnya cantik, pintar dan banyak ingin tahunya.  Oleh patih Telaga Selawening Buyut Arum Margayani dititipkan pada Nyai Empon-empon agar mendalami pembuatan jamu.  Karena desa dan dusun mereka adalah mandala pengobatan andalan Kertasura.”  Tunting mendengarkan dengan seksama wejangan dari mbok Atun.

 

 

“Tunting, selain Buyutmu itu di  kemudian hari mempunyai keahlian meramu obat dan jamu --- ia juga terkenal sebagai penari andalan yang akhirnya membawa nasibnya menjadi Garwa Ambeyan di Jipang “ .   tiba-tiba datang  seorang utusan dari Nyai Sempurno yang membisikkan sesuatu.  Tampak mbok Atun hanya mengangguk-angguk seperti menyetujui.

 

 

“Tunting sebagai perempuan kita harus mempunyai cita-cita yang tinggi untuk anak keturunan kita, kita harus mewariskan semangat Buyut Canggah Arum Purnami, bahwa kapan pun garis keturunannya harus selalu mencari peluang untuk turut berkuasa, walaupun kita hanya perempuan sebagai selir atau pun Garwa Ampeyan --- pantang kita berjiwa dan berkelakuan pelacur --- pelacur adalah perempuan yang tanpa harapan, perempuan mandeg, deg, ……”

 

 

“mBok, apakah ada keturunan Buyut Arum Purnami yang berhasil menjadi Ningrat, mbok”  Tanya Tunting polos.

 

“Wah Tunting, yang belum kesampaian hanya sebagai Ratu Permaisuri --- memang sejarah berkala berganti-ganti --- Jaman Majapahit lain kelakuan para Ningrat Bangsawan dan kaum lelaki --- jaman Islam Kerajaan Demak Bintoro lain pula Tunting --- Jaman Kertasura dan Mataram   lain pula.  Makanya kita harus menjadi perempuan yang cerdas.  Jaman berganti, taktik dan siasat kitapun harus berganti menyesuaikan”

 

 

“Nah Tunting, setelah Ashar kanjeng Bupati memintamu yang mengantarkan hidangan sorenya di Iring Wetan, Branda Peksi Garudha, dengarkan tembangku ini ………………….”

 

“Tunting jelita kalau Ningrat harus dipilih, dipilihlah yang perkasa/ kalau harus memilih nikmat badan atau nikmat dunia, pilihlah keduanya/ Kembang kantil dari Astana Banjaransari warnanya jingga/ Permaisuri ataukah empat  sampai tiga wanita menjadi isterinya/ pilihlah sikap wanita yang cerdas, tidak pernah culas/ jangan biarkan ia beranjak sebelum subuh memanggil/ Peluklah ia seperti juga engkau menjerit-jerit dalam pelukannya/ Lelaki itu diberi kesan bahwa ia adalah Lelanange Jagad, Cah…………../ Kalau ia menginginkan kembali memasuki garba mat-matan-mu, layanilah selama ia mampu/ Ingat ucapkan terimakasihmu sebelum melepaskannya…………………”

 

 

Tunting bergegas mandi, ia untuk pertama sekali akan melayani Sang Adipati.  Ia tidak mengetahui apa gerangan yang akan diajukan Sang Pangeran.

 

 

Sang Pangeran duduk membaca kitab kuning, sambil mencatat dari kitab bertuliskan aksara Jawa --- ia duduk berselonjor di sofa berukiran Jepara dengan sengkalan memet di puncak sandaran kepalanya.  Sang Pangeran asyik membersihkan dan membakar berkali-kali tembako di pipa Eropah-nya.

 

 

(2)

 

Kapal Sweyn Forkbeard telah 2 malam sandar di pelabuhan Kalkuta --- Mr. Brant telah menjemput Rudolfo untuk diantar ke Penginapan mereka sebelum rencananya besok pagi akan ke Tamilnadu dengan “power wagon”.

 

 

“Bagaimana rencana hidupmu Rud ?”

 

“Rencananya aku tidak ingin terlibat peperangan lagi --- aku ingin turut sepertimu, memulai hidup sebagai pegawai perusahaan.  Memang di Amsterdam aku mendapat tawaran untuk memimpin Legiun Asing dari Afrika.

Pasukan tempur yang terdiri dari Orang-orang Afrika --- tetapi aku tidak tertarik.  Legiun itu untuk memerangi Orang Jawa yang memberontak terhadap Pemerintahan Kolonial di Jawa atau yah, di mana saja”

 

“Kamu bisa bekerja di sini --- aku akan mengurus referensimu untuk bekerja di Perkebunan milik Orang Inggris”

 

“Begini Brur,  aku di Ceylon akan mengambil kesempatan mencari pengalaman  saja --- bekerja di Perusahaan Inggris tentu menarik --- nantinya aku ingin bekerja di daerah pengembangan Onderneming di Oostkust di pesisir timur pulau Sumatera, tetapi …………rasanya aku ingin berpetualang sebentar di pulau Jawa, menjelajahi nenekmoyangku di sana………..”

 

“Terserah kamu, ada tawaran untukmu di Perkebunan Teh atau Perkebunan Karet, terserah kamu ……………”

 

 

“Brant,  tidak tahu berapa lama aku di sini.  Baiklah nanti kita tentukan pilihan.  Kalau bisa aku di bidang tekniknya brur --- sebenarnya di Jawa aku mengincer proyek pemasangan rel dan lokonya di Perkebunan Tebu, Pabrik Gula Brur --- yah, atau di Sumatera Timur boleh juga --- saya telah mengantongi referensi untuk perkebunan dan pemasangan rel di sana………….”

 

 

“Terserah kamu, aku hanya memberikan tawaran magang sebelum U ke sana

 

Ada satu lagi Brant --- sebelum ke Jawa aku akan singgah di Pulau Penang --- sungguh terpesona aku dengan Orang Melayu yang pernah menguasai Selat Malaka “

 

“ Ya U tertarik dengan Orang Melayu  dan Orang Jawa ya --- nanti aku beri kamu hamba sahaya-ku si Karsiyem sebagai  pelayan, biar kamu tahu rasa ya……………….”

 

 

“Itu Orang Merdeka apa Hamba Sahaya ha ?”

 

“Ooooo, aku beli di Pasar Muskat --- kemudian aku jadikan Orang Merdeka, tetapi itulah di Hindia Belanda sendiri mereka diperlakukan sebagai hamba sahaya --- mereka itu pekerja rodi semuanya …………….Karsiyem juga adalah Orang Kontrak yang akan dibawa ke Surimane.  Kapal mereka dirompak oleh Bajak Laut Sinbad di Laut Arab --- sebagian mati tenggelam, sebagian di perdagangkan sebagai budak.  Itu Karsiyem aku beli dari Tuan Abood, sudah tangan kedua --- itu perempuan cantik dan pintar melayani…………”

 

“O o’ o”   Rudolfo segera terkesima mendengar perkataan Brant, dan segera selintas ia akan mendapatkan pelayan perempuan Jawa --- ia ingin belajar banyak dari perempuan itu.

 

[MWA] (Damar Kurung Nyai Moravia --- Novel bersambung 3/06)

 *)Ilustrasi ex Internet

[caption id="attachment_145739" align="aligncenter" width="200" caption="Arsitektur Jawa yang Unggul, Seni Sastranya yang mumpuni --- Mengapa Alam Lingkungan dan Budaya Kolonialisme menjadikan mereka berjiwa "][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun