Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mini Cerpen (21) Stroke dan Proses Cinta

8 Maret 2010   19:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:32 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah delapan bulan Handoko duduk di kursi roda itu --- kakinya saja , terutama yang kiri selalu tergantung, tidak terletak di sandaran kaki --- begitu pula tangan-nya tampak makin parah, ceko.

Ia tidak mengikuti lagi fisioterapi berjalan seperti awal-awal dulu --- sekarang hanya pemijitan saja. Sudah sangat pasif.

Di kursi roda itu, kini badannya melengkung. Tetapi ia berkeras hati harus ditaruh di kursi rodanya --- dan diparkir di teras yang ada bias sinar matahari di sana. Tampaknya ia senang di situ. Memang dulu sebelum ia menderita serangan stroke --- setelah ia pensiun. Ia mengerjakan pemeliharaan bunga anggrek dan bonsainya di situ.

Bahkan serangan stroke itu pun terjadi di kebun bunga itu. Itulah rahasia kehidupan.

Isterinya, Amanda, sering hanya mengawasi dari jendela kamarnya yang juga menghadap kebun bunga anggrek itu. Ia menjadi perawat yang paling mengerti jerit dan aba-aba bahu atau goyangan tangan suaminya. Sudah delapan bulan ia menghadapi kenyataan pahit perkawinan mereka yang telah berumur 14 tahun. Memang ia adalah isteri sambungan, setelah Handoko menceraikan istrinya dengan susah payah. Memang mereka ada skandalnya.

Handoko dengan istri pertama juga tidak mempunyai anak --- Sejak pensiun empat tahun lalu, kedua manusia itu merasa sepi, sangat sepi dan tertekan. Tahun-tahun pertama pensiun memang mereka melakukan perjalanan ke mana-mana. Tetapi akhirnya juga, sampai di situ saja kenangan itu--- terutama setelah penyakit DM Handoko mengejar-ngejarnya sepanjang hari, pekan dan bulan. Rupanya banyak hal yang membuatnya stres. Sampailah tragedi itu terjadi pagi Rabu jam 09.34. Stroke !

Amanda memang menyintai Handoko --- kisah cinta itu memang wajar. Witing tresno jalaran soko kulino. Kawan sekantor. Pria yang hidupnya gelisah, ingin punya anak, dan mendapat respons wanita matang, 34 tahun. Semula hubungan mereka terhalang peraturan administrasi di kantor. Tetapi akhirnya bisa ditembus setelah Handoko berhasil menceraikan istrinya.

Walauoun cinta, kesepian dan beban merawat suami stroke --- memang membuat penderitaan fisik dan mental Amanda. Tetapi ia tegarkan hatinya - kenyataan hidup itu harus ia terima . Wanita umur 48 tahun yang tergolong "the have" tentu harus mensyukuri keberuntungan, yang saat ini harus mengalami pengujian. Ia mengdengar suara parau "Aoorgh aoorgrah". Suara suaminya dengan goncangan. Ia berlari dengan kasih sayang menghampiri. "Apa pap, papa mau apa ?"

Mata mereka beradu --- biasa mata Handoko memang sudah tidak bersinar.

"Mami lagi membersihkan rak buku pap, mau ikut ?" Walaupun mereka tidak mempunyai anak tetapi mereka membasakan dirinya dengan panggilan mami dan papi-itu bawaan sejak pacaran.

"Eergh, haahao grh " itu reaksi Handoko waktu Amanda memegang satu buku, buku warna merah dengan bercah-bercah sinar berjudul " Hati yang Riang dengan Kata-kata Mutiara" --- mata Handoko sediikit membinar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun