Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Batu Akik Memasuki Ranah Ekonomi dan Sosial-Politik

12 Februari 2015   20:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:19 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terbaca running text tv, Daerah Istimewa Nanggroe Aceh Darussalam  akan mengeluarkan Qanun tentang Batu Akik --- bagus. Karena kita hidup, umat dan Indonesia hidup di masa kini, dimana semua aspek IPOLEKSOSBUD HANKAM  itu saling terkait --- hendaklah legislatif,  pemerintah dan ulama daerah agar mengkaji semua aspek yang menjadi dalil dan dictum peraturan dan ketentuan-ketentuan daerah.

Masalah yang berhubungan dengan batu, dekat sekali dengan ritual relijius Islam --- tidak pernah merusakkan Tauhid, Aqidah, pelaksanaan Rukun Iman maupun Rukun Islam.

“Memang barang atau komoditi yang bernilai ekonomi “--- yang berarti mempunyai “nilai kepuasan” tentu menyangkut aspek sosial ekonomi, tetapi tidak tersangkut paut dengan keimanan (terutama aqidah agama Islam).

Dengan kata lain --- seperti pernyataan Deng Xiao Peng : “Tidak penting apakah kucing berbulu hitam atau putih, yang penting mampu menangkap tikus”. Begitu pula boleh dikatakan” tidak terkait apakah batu berwarna hitam, hijau atau merah; atau batu Kalimaya, atau Bacan, dan berasal dari mana pun  --- “manfaatkanlah asal tidak merusak pengertian Syari’at-mu”.

Batu yang terdekat dengan umat Islam dalam kaitan Rukun Islam adalah Hajar Aswad --- begitu besar minat umat yang sedang beribadah haji untuk sekedar menyentuhnya atau menciumnya … bukan menyembahnya secara sirik (men-syarikatkan Allah SWT). Sebagai antitesa Tauhid, meng-Esakan Allah. Tidak !

Seperti pernyataan Khalifah Rasyidin Abu Bakar (?) : “aku mencium Hajar Aswad, karena Rasullah melakukannya”.

Dari Ensiklopedia Islam, khusus menyangkut “batu” --- memang Ka’bah adalah bangunan selain terdapat Hajar Aswad ada batu bangunan (setelah segala dan seluruh berhala batu/bahan lain  dimusnahkan dari lingkungan Ka’bah).

Ini kutipan dari Ensiklopedia Islam; jilid 2; PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta-1994, cet. 2 … “ … Di dalam Ka’bah terdapat beberapa batu tulis, yang di atasnya tertera nama orang-orang yang pernah ikut membangun atau memugar …. Di pintu tobat tertulis beberapa bait syair yang menunjukkan bahwa ibunda Sultan Mustafa dari Dinasti Usmani pernah memperbaiki bangunan Ka’bah pada tahun 1109 H. Oleh karena Ka’bah ini akan terus mengalami perbaikan dan pemugaran, baik karena adanya kerusakan ataupun karena lapuk dimakan usia, maka ada kemungkinan batu-batu  tulis seperti itu akan selalu bertambah. Kemungkinan lain, batu tulis itu tidak ditambah, akan tetapi bentuk-bentuk lain yang menunjukkan hal  yang sama muncul dan berkembang …. (hal 332)

Bangunan Ka’bah memang telah berkali-kali dipugar oleh berbagai sultan dan elit yang berkuasa dengan pengaruh Islam.

Kutipan dari Ensiklopedia yang sama halaman 334 … “ … Peristiwa tragis terhadap Ka’bah terjadi pada tahun 317 H/929 M. Pada waktu itu Ka’bah memang dapat dipertahankan dari serangan pemberontak *Qaramitah (kelompok Syiah radikal), tetapi Hajar Aswad berhasil mereka bawa lari. Setelah hilang selama sekitar dua puluh tahun, Hajar Aswad itu kembali dikirimkan ke Mekah dan diletakkan pada tempat semula…”

Secara budaya umat Islam di seluruh dunia biasa menggunakan bebatuan (termasuk batu mulia) untuk menghiasi bangunan masjid dan lain-lain, epitaph dan nisan pertanda makam dan lain-lain --- kiranya perhiasan untuk wanita dan priapun sudah lazim menjadi aksesori umat Islam, tanpa merusak aqidah dan iman-tauhidnya.

Saya pribadi senang dan bahagia setiap kali menyaksikan jari kyai kharismatik Cirebon (Kyai Muh Almarhum, yang terkadang kami panggil Kang Ayib), memakai cincinnya bermata batu,  mengajarkan tafsir Al Qur’an, Hadits, atau Ilmu Fikih.

Kearifan dan pengetahuan para Ulama harus komprehensif, beraspek IPOLEKSOSBUD Hankam --- bukan hanya DI Nangroe Aceh Darussalam, tetapi daerah mana saja yang juga mungkin akan mengeluarkan Perda yang menyangkut produksi dan perdagangan, serta pengenaan batu akik sebagai perhiasan, atau produk kreatif lainnya.

Aqidah dan Iman Umat Islam tidak akan luntur karena batu dan batu akik --- tetapi bibit  pertikaian dan perpecahanlah yang akan menghancurkan umat dan agamanya.  (MWA 20115)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun