Pernahkah kita bertanya, siapa sebenarnya dalang di balik fenomena viral yang begitu cepat menyebar di dunia maya? Pertanyaan inilah yang terlintas ketika saya menghadiri acara seminar sekaligus launching buku berjudul Pasukan Siber: Operasi Pengaruh dan Masa Depan Demokrasi Indonesia pada 25 Agustus 2025. Acara ini juga menjadi bagian dari peringatan ulang tahun ke-54 Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Dalam sambutannya, Fahmi Wibawa, Direktur Eksekutif LP3ES, menyampaikan rasa lega atas terbitnya buku tersebut. Menurutnya, selain melalui proses penulisan yang cukup panjang, isi buku ini juga menggugah karena mengungkap sisi lain dari dunia maya yang kerap kali tampak “ganas”. Ia mengingatkan, pertanyaan penting yang harus kita renungkan bersama adalah: apakah kita akan hanyut dalam arus kemunduran akibat pengaruh negatif dunia digital?
Pemaparan itu dilanjutkan oleh Abdul Hamid, Dewan Pengurus LP3ES, yang menjelaskan bahwa penyusunan buku ini memakan waktu hingga lima tahun. Ia menekankan bagaimana buku ini secara komprehensif membahas ancaman hoaks dan dampaknya yang mampu merusak tatanan demokrasi.
Ika Ningtyas, selaku moderator, turut memberikan apresiasi kepada LP3ES atas konsistensinya melahirkan karya-karya kritis dan melahirkan tokoh-tokoh yang berpengaruh bagi perjalanan demokrasi bangsa.
Sejumlah tamu undangan juga menyampaikan ucapan selamat atas ulang tahun LP3ES ke-54. Mereka mengungkapkan rasa terima kasih karena LP3ES terus berupaya menerangi bangsa melalui kajian-kajian serius, sekaligus berharap lembaga ini senantiasa memantik diskusi sehat di ruang publik. Sebab, bertahan lebih dari setengah abad bukanlah hal yang mudah; ia lahir dari kerja keras dan dedikasi yang panjang. Tak berlebihan jika LP3ES disebut sebagai mercusuar bagi para peneliti di Indonesia.
Wijayanto, Peneliti Senior LP3ES, dalam paparannya menegaskan bahwa tujuan utama dari buku Pasukan Siber adalah sebagai ikhtiar untuk memahami penyempitan ruang sipil di ranah digital. Hal itu dilakukan melalui kajian mendalam mengenai operasi pasukan siber dan operasi pengaruh yang kian mendominasi ruang publik digital Indonesia.
Menurutnya, penelitian yang disajikan dalam buku ini berangkat dari satu pertanyaan sederhana namun penting: siapa yang berada di balik semua itu? Pertanyaan inilah yang kemudian membuka jalan bagi analisis lebih jauh mengenai praktik-praktik tersembunyi di balik arus informasi digital.
Salah satu sorotan penting adalah tentang operasi pengaruh. Istilah ini merujuk pada penggunaan taktik digital yang terkoordinasi untuk memanipulasi opini publik, sering kali dilakukan secara tersembunyi, baik untuk kepentingan politik maupun ekonomi. Melalui pembahasan tersebut, pembaca diajak untuk lebih kritis terhadap dinamika informasi yang mereka konsumsi sehari-hari.
Dokumentasi oleh Salsa: Seminar dan Launching Buku – Pasukan Siber: Operasi Pengaruh dan Masa Depan Demokrasi Indonesia (25/08/2025)

Aktor-Aktor yang Terlibat
Dalam sesi inti seminar, Wijayanto memaparkan lebih rinci mengenai aktor-aktor yang terlibat dalam operasi pengaruh di ruang digital. Ia membagi kategori aktor ini ke dalam beberapa kelompok, baik yang bersifat sukarela maupun yang berbayar.
Pertama, terdapat akun personal sukarela yang dikenal sebagai aktivis media sosial. Mereka biasanya bergerak atas dasar kepentingan pribadi atau idealisme tertentu. Selanjutnya, ada akun anonim sukarela yang sering disebut sebagai troll sukarela, yaitu akun-akun anonim yang aktif dalam perdebatan daring tanpa imbalan finansial.