Sekitar tiga hari yang lalu, saya berkesempatan menyambangi Provinsi Sumatera Barat, tepatnya ke kota Bukittinggi, bersama empat orang teman kuliah saya. Keberangkatan kami ke Bukittinggi ditujukan untuk mengikuti lomba Pekan Ilmuwan Muda Nasional, yaitu mempresentasikan karya tulis ilmiah dan business plan yang diselenggarakan oleh Capai Cita dan berkolaborasi dengan ITB HAS Bukittinggi.
Sebelum perlombaan dimulai, seluruh peserta diajak mengikuti field trip ke beberapa destinasi wisata terkenal di Bukittinggi, seperti Jam Gadang, Rumah Kelahiran Bung Hatta, dan Istano Basa Pagaruyung. Kegiatan ini berlangsung dari pukul 8 pagi sampai sekitar jam 5 sore.
Bukittinggi sendiri memang kota yang indah. Tidak heran kalau kota ini masuk ke dalam daftar 10 kota tercantik di Indonesia, dan bahkan masuk urutan ke-9 sebagai kota favorit versi survei nasional di tahun 2024. Suasana kotanya sejuk, penuh sejarah, dan punya nuansa budaya yang kuat. Jadi walaupun kami ke sana untuk lomba, rasanya tetap seperti sedang liburan juga.
Landmark Sumatera barat: Jam Gadang Bukittinggi
Destinasi pertama yang kami kunjungi saat field trip adalah Jam Gadang, salah satu ikon paling terkenal di Provinsi Sumatera Barat. Letaknya ada di pusat kota Bukittinggi, tepatnya di kawasan Taman Sabai Nan Aluih. Karena posisinya yang strategis, Jam Gadang jadi semacam titik kumpul dan pusat aktivitas wisata di kota ini. Suasana sekitarnya juga ramai dan hidup, dikelilingi pedagang kaki lima, wisatawan, dan tentu saja spot foto yang nggak pernah sepi.
Jam Gadang sendiri merupakan menara jam bersejarah yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dan hingga kini masih berdiri tegak sebagai penanda waktu sekaligus saksi sejarah kota ini. Keempat sisi menara ini memiliki jam besar yang bisa terlihat dari berbagai arah, dan dalam bahasa Minangkabau, "Gadang" berarti "besar" makanya dinamakan Jam Gadang.
Ada satu hal yang langsung mencuri perhatian saya saat melihat menara ini dari dekat: penulisan angka Romawi empat yang bukan "IV", tapi "IIII". Meski terdengar sepele, keunikan ini justru menambah karakter khas dari Jam Gadang. Sampai sekarang, belum ada penjelasan pasti kenapa angka tersebut ditulis seperti itu dan justru di situlah letak daya tariknya.
Hal menarik lainnya adalah lonceng besar di bagian atas menara, yang bertuliskan "Vortmann Recklinghausen". Tulisan itu merujuk pada Benhard Vortmann, pembuat mesin jam ini, dan Recklinghausen, sebuah kota di Jerman tempat mesin ini dibuat, sekitar tahun 1892. Bagi saya, detail semacam ini bisa memperkaya nilai sejarah Jam Gadang.
Rumah Kelahiran Bapak Ploklamator
Setelah dari Jam Gadang, kami para finalis PIMNAS 4 melanjutkan kunjungan ke Rumah Kelahiran Bung Hatta. Tempat ini cukup sederhana, berupa rumah kayu dua lantai yang terletak di pusat Kota Bukittinggi. Namun di balik kesederhanaannya, rumah ini menyimpan jejak penting dalam sejarah bangsa Indonesia---karena di sinilah Muhammad Hatta, proklamator sekaligus wakil presiden pertama Republik Indonesia, dilahirkan pada 12 Agustus 1902.