Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Harapan Udin dan Pohon Kresen

13 Oktober 2022   06:06 Diperbarui: 13 Oktober 2022   06:13 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Udin mendongak ke atas, melihat beberapa ekor burung liar yang sedang asik mematuk buah kresen dan kemudian menjatuhkannya ke tanah. Ia kemudian menunduk mengambil beberapa buah yang masih bagus-bagus.

Setelah menggosok sedikit, Udin memasukkan buah kresen yang menyerupai buah ceri ke dalam mulutnya. Satu, dua, tiga buah kecil-kecil berwarna merah itu memenuhi mulut Udin. Ia tampak begitu menikmati rasanya sehingga membuat Asep, teman Udin iseng menggoda.

"Doyan apa laper?"

Udin terkekeh kemudian menjawab. "Tauk gak? Kata Mbah Google, Buah ini mengandung antioksidan, jadi, bagus untuk kesehatan." Udin menirukan gaya bicara Mpok Eti pemilik warung nasi uduk yang sering ia sambangi. Sambil berucap ia membayangkan perempuan paruh baya itu sedang berbicara pada pelanggannya dengan ramah. Namun seketika melotot saat melihat dirinya berdiri mengamati dari pohon kresen di seberang warung.

Asep tampak seksama mendengar perkataanya Udin. Baginya Udin adalah sahabat sekaligus guru. Bagaimanapun pengetahuan Udin memang lebih baik darinya karena pernah mencicipi bangku sekolah meskipun hanya sampai kelas tiga SD. Walaupun begitu, Asep tidak mau begitu saja membiarkan Udin terlihat lebih pintar di depannya.

"Antioksidan itu apa?" tanya Asep, mencoba mencari titik lemah pengetahuan Udin.

"Ga tauk," sahut Udin cepat. Seperti kerupuk yang melempem, gaya sok tahu Udin luntur seketika.

Asep kemudian merangkul sahabatnya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya menggelitik perut Udin tanpa ampun. Keduanya tertawa terbahak-bahak mentertawakan diri mereka sendiri.

Tawa mereka terhenti saat terdengar sendag gurau anak-anak dari kejauhan. Di ujung jalan tampak segerombolan pesepeda berseragam merah putih mendekat.

Tanpa memperhatikan keberadaan Udin dan Asep yang berdiri di pinggir jalan memperhatikan mereka. Anak-anak itu lewat begitu saja sambil bercerita keseruan di sekolah. Kemudian beralih membicarakan rencana mereka untuk Mabar game Free fire sesampainya di rumah nanti. Sebuah obrolan ringan bagi anak-anak seperti mereka. Akan tetapi bagi Udin dan Asep, percakapan itu seperti percikan air garam yang mengenai luka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun