Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Kisah Belalang Sembah

30 Oktober 2020   19:50 Diperbarui: 2 November 2020   01:14 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu gerimis tipis-tipis
Semut-semut kembang kempis
Daun-daun kering menanak tangis
Bangkai anak kucing berbau amis
Menyeruak bersama
tanah basah berbau manis

Belalang sembah terbang rendah
Menclok
di sebuah batu berwarna merah
Kokoh ia menadah
Teguh ia menengadah
Khusyuk ia beribadah

Tuhan,
Jangkrik, kupu-kupu, dan juga lebah
Makananku dapat kutemui dengan mudah
Rambutan, mangga, dan jambu merah
Rumah-rumahku berdiri dengan mewah
Dan ini turun pula gerimis penuh berkah
Terima kasihku atas nikmat
yang melimpah ruah.

Tuhan,
Kalaupun kaki lengan dan sayapku ini patah
aku tidak akan lelah untuk menyembah
Kalaupun kepala dan mataku ini bernanah-darah
Keimananku padamu tidak akan goyah.


Pagi itu gerimis semakin tebal
Semut-semut terpental-pental
Daun-daun hanyut bagai kapal
bangkai anak kucing berbau amis
Dan tanah basah berbau manis
Menyeruak semakin kental

Pemilik kebun berlarian
Gugup
menghindari hujan berjatuhan
Krakk!!
Kaki kirinya menapak sebuah
batu berwarna merah

Hancurlah tubuh belalang sembah
Ia mati saat tengah khusyuk beribadah

***

Baca juga: Kisah 3 Dengkul

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun