Mohon tunggu...
Mustika D. Shinta
Mustika D. Shinta Mohon Tunggu... Pelajar

A literacy enthusiast committed to expressing thoughts that matter to the younger generation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Slow Living: Melambat Bukan Berarti Kalah

24 Agustus 2025   00:00 Diperbarui: 24 Agustus 2025   00:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikmati jeda tanpa rasa bersalah - sumber: pexels

Apa sih yang lebih penting dari pencapaian?

Mungkin sebagian manusia dari penduduk bumi berpikir pencapaian adalah segalanya-gelar, jabatan, angka di rekening, atau bahkan validasi dari orang lain. Sejak kecil, kita didorong untuk selalu mengejar yang lebih tinggi, lebih cepat, dan lebih banyak. Tidak bisa dipungkiri, pencapaian memang penting. Ia bisa menjadi bukti usaha, bentuk aktualisasi diri, bahkan cara kita memberi dampak bagi orang lain. Tanpa dorongan untuk mencapai sesuatu, hidup mungkin akan terasa stagnan.

Kadang, hidup terasa seperti perlombaan tanpa garis finish yang jelas. Orang lain terlihat selalu selangkah lebih cepat-teman yang sudah sibuk memulai kuliah, ada yang mulai meniti karier, bahkan ada yang berhasil ikut program scholarship hingga student exchange. Dan di tengah semua itu, kita kadang masih mikir: "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Dunia saat ini suka mengukur hidup dengan kecepatan-siapa yang sampai duluan, siapa yang paling cepat meraih pencapaian. Padahal, hidup bukan lomba sprint; kadang, berjalan pelan justru membuatmu lebih peka pada detail perjalanan yang terlewat oleh mereka yang terlalu terburu-buru.

Kalian pernah dengar slow living? Intinya, ini cara hidup yang ngajarin kita melambat, bukan berarti bermalas-malasan, tapi memberi ruang untuk bernapas, merasakan momen berharga, dan memilih apa yang benar-benar penting. Setiap pengalaman, sekecil apa pun, mengajarkan sesuatu yang bisa membentuk kita menjadi versi diri yang lebih bijak dan matang.

Di zaman media sosial saat ini, kita gampang banget merasa tertinggal. Tak jarang kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain-padahal yang kita lihat hanya highlight, bukan keseluruhan cerita. Tekanan dari keluarga, lingkungan, dan ekspektasi sosial sering bikin kita merasa harus mengejar target yang sebenarnya bukan milik kita. Slow living ngajarin kita untuk lebih fokus pada perjalanan sendiri, menikmati setiap proses tanpa terjebak pada pencapaian orang lain.

4 prinsip slow living:

1. Quality, not quantity: lebih baik fokus pada kualitas setiap pengalaman daripada sekadar menumpuk aktivitas atau pencapaian.

2. Appreciate:  belajar bersyukur dan menilai setiap pengalaman, sekecil apa pun, sebagai hal berharga.

3. Focus on self:  kenali kemampuan, energi, dan batas diri, tanpa terus-terusan membandingkan dengan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun