Mohon tunggu...
Mustika Tiara Suradi
Mustika Tiara Suradi Mohon Tunggu... Psikolog - Mahasiswa

Halo

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Insecurity kala Pandemi

16 Juni 2022   02:36 Diperbarui: 16 Juni 2022   02:47 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Semenjak awal munculnya Corona Virus Disease (covid-19), masyarakat diminta untuk melaksanakan social distancing dan dipaksa mengikuti gaya hidup new normal untuk belajar hidup berdampingan dengan covid-19. Dengan diberlakukannya new normal, kita mulai melakukan aktifitas di luar rumah dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang telah diatur oleh pemerintah, yaitu memakai masker bila keluar dari rumah, sering mencuci tangan dengan sabun, dan tetap menjaga jarak serta menghindari kerumunan orang untuk mencegah penularan virus corona. 

Ketika pandemi seseorang juga dipaksa untuk tidak keluar terkecuali jika ada kepentingan mendesak seperti belanja kebutuhan. Hal tersebut termasuk tidak bertemu dengan teman sekolah, kolega, hingga tetangga. Seorang individu dipaksa untuk terbiasa tidak sering berinteraksi secaralangsung dengan individu yang lain. Hal ini menyebabkan seorang individu lebih sering sendiri.

Individu Introvert cenderung lebih nyaman dengan peraturan new normal. Bagi seorang introvert bertemu dengan banyak orang menghabiskan energi mereka dengan cepat. Sumber energi seorang introvert berasal dari kesendirian mereka. Sebaliknya, seorang ekstrovert tidak nyaman dengan new normal. Seorang ekstrovert mengisi energi dengan berinteraksi kepada orang lain, sedangkan mereka ditahan untuk tidak berinteraksi dengan orang lain. Maka dari itu mayoritas orang yangmengalami stres dan gangguan mental dikala pandemi adalah seorang ekstrovert. 

Menurut Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ.,MPH., Pandemi Covid-19 ialah pandemic berdimensi multisektor (Bio Psiko Social Spiritual) yang menyebabkan ketakutan dan kegelisahan karena banjirnya informasi asimetris dan misleading (Infodemi). Menghadapi Pandemi Covid-19 membutuhkan pemikiran yang jernih, dimana di awal terjadinya pandemi telah terjadi fenomena yang disebut “badai nalar” yang menyebabkan manusia menjadi kebingungan dan kehilangan arah.

Pandemi Covid-19 tidak hanya berefek pada kesehatan fisik, tetapi juga berpengaruh kepada kesehatan mental seseorang. Berbagai permasalahan yang terjadi karena COVID-19 ini dinilai menjadi sumber stress baru bagi masyarakat (Fiorillo dan Gorwood, 2020; Ridlo, 2020; Talevi, dkk., 2020).

Menggunakan masker dalam jangka waktu yang lama akan membuat kulit wajah terus bergesekan dengan masker. Hal ini dapat memicu iritasi dan peradangan pada kulit. Berhubung saat ini menggunakan masker tidak bisa ditinggalkan, alhasil kulit menjadi semakin meradang dan mudah tumbuh jerawat.

Ditambah lagi, berbicara dan menghela napas saat mengenakan masker dapat menjebak hawa panas yang membuat kulit wajah menjadi berkeringat serta lembap. Kondisi ini bisa menjadi sarana yang baik bagi kuman dan bakteri untuk berkembang biak. Munculnya jerawat dan permasalahan kulit membuat banyak orang insecure.

Insecurity berasal dari kata Insecure atau rendah diri, yaitu perasaan tidak percaya diri, malu, takut, gelisah dan tidak aman yang disebabkan oleh rendahnya penilaian terhadap diri sendiri. Hampir setiap orang pernah mengalami insecure, khususnya ketika berhadapan dengan orang yang "lebih"dari diri mereka. Sebenarnya insecure normal terjadi dan bisa dialami oleh setiap orang. Namun,bagi sebagian orang lain, insecure bisa terjadi terus-menerus dan bertahan lama.

Sebagai contoh di lingkungan asal saya Jakarta Utara, teman-teman saya mengalami permasalahan kulit semenjak pandemi dan tidak percaya diri atas penampilan diri mereka. Selama pengamatan saya, hal-hal seperti sudah lama tidak bertemu orang lain, sudah lama tidak berinteraksi dengan teman, terbiasa tidak melihat full face atau wajah seseorang secara utuh karena masker, terbiasa keluar dengan menggunakan masker membuat teman-teman saya lebih tidak percaya diri. Ada seorang teman saya yang bahkan memilih untuk tidak pernah makan ketika keluar dengan alasan tidak mau membuka masker. Bukan karena takut akan covid-19, melainkan tidak percaya diridengan wajah nya sendiri.

Selain karena jerawat, pandemi mengubah seseorang menjadi tidak percaya diri akan wajahnya sendiri meskipun tidak memiliki permasalahan kulit. Bagi beberapa orang yang mengalami insecurity, masker membantu menutupi wajah dan mengurangi rasa tidak percaya diri. Daerah hidung dan mulut tertutup dan hanya terlihat di daerah mata. Maka dari itu ketika pandemi, banyakorang yang memaksimalkan make up pada daerah mata.

Banyak waktu dengan diri sendiri menyebabkan banyak orang lebih memahami diri sendiri. Mengenali diri sendiri membantu kita untuk lebih mudah dalam menggali potensi dan mempelajari hal-hal baru. Dengan mengenali diri sendiri kita bisa tahu apa kekurangan dan kelebihan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun