Oleh : Mustaqim Amir
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi di Indonesia. Sebagai wakil rakyat, DPR memiliki mandat yang sangat besar dan penting, yaitu membuat undang-undang, menyusun serta mengawasi anggaran negara, dan melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Fungsi-fungsi ini menjadi fondasi bagi pemerintahan yang demokratis dan transparan. Namun, belakangan ini, banyak masyarakat yang meragukan efektivitas DPR dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bahkan, tak sedikit yang mempertanyakan apakah DPR masih layak dipertahankan sebagai lembaga wakil rakyat.
Idealnya, DPR harus menjadi jembatan antara rakyat dan pemerintah. Ia harus mampu menyuarakan aspirasi masyarakat dalam kebijakan yang dibuat dan memastikan penggunaan anggaran negara berjalan transparan serta tepat sasaran. Selain itu, DPR berperan sebagai pengawas yang mengawasi agar eksekutif tidak menyalahgunakan kekuasaan dan menjalankan pemerintahan sesuai dengan hukum dan kepentingan publik. Namun, kenyataan di lapangan kerap menunjukkan gambaran yang jauh berbeda.
Kita sering mendengar berbagai kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR. Kasus-kasus tersebut tidak hanya merugikan negara secara materiil, tetapi juga sangat merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini. Tak jarang, publik merasa bahwa DPR lebih sibuk mengurus kepentingan pribadi, kelompok, atau partai politik ketimbang memperjuangkan kepentingan rakyat. Proses legislasi yang idealnya transparan dan partisipatif pun sering kali berjalan tertutup dan penuh dengan negosiasi yang tidak jelas dasar pertimbangannya.
Selain itu, fungsi pengawasan DPR juga terkesan lemah. Banyak kebijakan pemerintah yang kontroversial dan merugikan masyarakat tetap disahkan tanpa adanya pengawasan ketat dan evaluasi kritis dari DPR. Hal ini membuat rakyat merasa diabaikan dan tidak diwakili oleh lembaga yang seharusnya menjadi suara mereka.
Situasi seperti ini menimbulkan pertanyaan penting: apa gunanya DPR jika tidak menjalankan fungsi dasarnya? Jika DPR tidak lagi mampu menjadi wakil rakyat yang sesungguhnya, maka keberadaannya justru menjadi beban bagi negara dan rakyat. Dalam kondisi tersebut, pembubaran DPR atau setidaknya pembersihan besar-besaran menjadi wacana yang patut dipertimbangkan demi menjaga kualitas demokrasi.
Pembubaran DPR bukan berarti menghancurkan demokrasi, melainkan sebagai langkah korektif untuk mengembalikan fungsi dan kepercayaan lembaga tersebut. Demokrasi bukan hanya soal mempertahankan lembaga yang ada, tetapi tentang memastikan lembaga tersebut benar-benar bekerja untuk rakyat. Jika DPR gagal melaksanakan amanahnya, rakyat berhak menuntut perubahan drastis.
Reformasi menyeluruh dalam struktur dan mekanisme kerja DPR sangat dibutuhkan. Hal ini meliputi transparansi dalam proses legislasi dan anggaran, akuntabilitas anggota DPR, serta mekanisme pengawasan yang efektif dan independen. Selain itu, peran masyarakat dan media juga harus diperkuat sebagai kontrol sosial agar DPR tetap berada di jalur yang benar.
Akhirnya, DPR hanya layak dipertahankan selama mampu memberikan manfaat nyata bagi rakyat dan negara. Jika tidak, pembubaran dan pembentukan ulang lembaga ini dengan sistem yang lebih bersih dan transparan adalah sebuah keniscayaan demi masa depan demokrasi yang lebih sehat dan bermartabat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI