Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kesenjangan dan Ketimpangan Ancaman Nyata Indonesia

30 Mei 2016   07:42 Diperbarui: 30 Mei 2016   13:25 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS/PRIYOMBODO Permukiman kumuh di bantaran saluran Sunter dengan latar belakang pembangunan hunian vertikal, Jakarta Utara

Sebagai sosiolog, sudah lama saya suarakan bahaya kesenjangan yang terjadi di Indonesia, tetapi bagaikan berteriak di pasar pasir, karena yang merespon sangat minim.  Akibatnya belum ada upaya nyata untuk mengatasi masalah kesenjangan.  Belakangan ini, saya cukup bahagia karena Wapres JK sudah menyuarakan tentang kesenjangan yang terjadi dikalangan bangsa Indonesia. 

Ungkapan paling mutakhir tentang kesenjangan muncul dari  Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ketika membuka Rapat Kerja Nasional di Jakarta Internasional Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu malam, 29 Mei 2016.

Dia mengingatkan, "Kesenjangan nyata ada di hadapan kita. kesenjangan antara individu, antara pusat dan daerah, kesenjangan antara timur dan barat, itu ancaman nyata bagi negeri kita ini, Kesenjangan adalah musuh kita bersama. Maka mari kita lawan bersama-sama kesenjangan itu," (Viva.co.id, 29/5/2016).

Kesenjangan paling nyata yang terjadi di kalangan bangsa Indonesia ialah dalam bidang sosial dan ekonomi.  Kesenjangan dalam bidang sosial yang paling mengkhawatirkan ialah dalam bidang pendidikan. 

Kesenjangan Sosial

Peneliti Senior Puslit Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Titik Handayani mengemukakan, hampir 75 persen tenaga kerja Indonesia hanya sekolah sampai SD. "Dengan lebih dari 90 persennya terkategori tidak memiliki keterampilan khusus. Nilai tersebut menempatkan Indonesia di bawah Filipina dalam hal tingkat pendidikan angkatan kerja (ROL, Kamis, 17 September 2015, 19:34 WIB).  


Pendidikan menurut saya merupakan kunci untuk mengurangi dan bahkan mengakhiri kesenjangan.  Itu sebabnya para pendiri negara kita mencantumkan “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam pembukaan UUD 1945 sebagai salah satu tujuan kita berbangsa dan bernegara.

Akan tetapi setelah kita merdeka 70 tahun lamanya, masalah tersebut belum bisa diwujudkan.  Pembangunan yang dilaksanakan selama 32 tahun di era Orde Baru dan dilanjutkan selama 18 tahun di era Orde Reformasi, masalah “mencerdaskan kehidupan bangsa” belum menjadi kenyataan.

Pertanyaannya, mengapa “mencerdaskan kehidupan bangsa” sangat sulit diwujudkan?  Jawabannya tergantung dari perspektif kita memandangnya. 

Menurut saya, sulitnya mewujudkan “mencerdaskan kehidupan bangsa” tidak terlepas dari lima hal.  Pertama, kita tidak fokus dan konsisten dalam mengamalkan tujuan Indonesia merdeka, yang salah satunya ialah “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Kedua, memandang bahwa “mencerdaskan kehidupan bangsa” melalui pendidikan untuk semua “education for all” bukan persoalan paling utama dikalangan bangsa Indonesia.  

Buktinya, sejak kita mulai membangun di era Orde Baru sampai di era Orde Reformasi, pendidikan tidak menjadi fokus utama pembangunan nasional. Pada hal “mencerdaskan kehidupan bangsa” melalui pendidikan merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, kesenjangan dan sebagainya.

Ketiga, para pemimpin Indonesia sejak era Orde Baru sampai di era Orde Reformasi, berpandangan bahwa pembangunan ekonomi merupakan satu-satunya jalan untuk mengatasi kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan, kebodohan dan sebagainya.  

Dalam realitas, pembangunan di ekonomi ditengah masyarakat yang tidak berpendidikan, hanya semakin memperkaya orang kaya, semakin menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi, dan semakin jauh dari cita-cita serta tujuan Indonesia merdeka.

Keempat, budaya “menerabas” yang ingin cepat menikmati hasil, dan tidak mau bersusah payah terlebih dahulu.  Pembangunan “mencerdaskan kehidupan bangsa” dianggap lama dan tidak cepat dinikmati hasilnya. Akibatnya, Indonesia memilih pembangunan ekonomi, yang hasilnya cepat dilihat dan dirasakan, tetapi yang menikmati hanya segelintir dari bangsa Indonesia.

Kelima, tidak mau belajar dari sejarah kebangkitan dan kemajuan suatu bangsa yang semuanya bermula dari pendidikan.  Lebih parah lagi tidak mau belajar dari Alqur’an yang disebutkan sebagai petunjuk bagi manusia dan orang-orang yang beriman, yang memandu dan menjagarkan pentingnya “pendidikan.”

Kesenjangan Ekonomi

Para ekonom menyebutkan bahwa persoalan kesenjangan onomi mencakup kesetaraan ekonomi, kesetaraan pengeluaran, dan kesetaraan kesempatan. Menurut saya yang bukan ekonom, kesenjangan ekonomi merupakan buah atau hasil dari kesenjangan sosial di bidang pendidikan.

Upaya apapun yang dilakukan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi, kalau masyarakatnya tidak berpendidikan [bodoh], dan tidak mempunyai kepakaran (keahlian), maka akan sia-sia.  

Sudah terbukti sejak kita mulai melaksanakan pembangunan di era Orde Baru dengan mengamalkan trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas, terjadi pertumbuhan yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang, tetapi yang menikmati pertumbuhan hanya kelompok elit dari mereka berkolaborasi dengan penjajah sebelum ‘Indonesia merdeka dan penguasa.  Rakyat jelata yang populer dengan sebutan “wong cilik”, tidak kunjung berubah dan maju sesuai cita-cita dan tujuan Indonesia merdeka.

Setelah 18 tahun reformasi, sekelompok kecil dari bangsa Indonesia yang dibesarkan rezim Orde Baru melalui praktik tidak sehat yang sering disebut dengan jargon KKN, dibawah payung “liberalisasi”, ekonomi Indonesia mereka semakin kuasai, yang otomatis “kesenjangan” ekonomi semakin merajalela.

Sebagai sosiolog, saya amat khawatirkan kondisi Indonesia yang semakin timpang, semakin tidak adil dan tidak merata.  Semoga pemerintah di semua tingkatan menyadari masalah tersebut untuk diatas dengan cepat, fokus dan berkesinambungan.

Allahu a’lam bisshawab       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun