Mohon tunggu...
Iman Arif K
Iman Arif K Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pengelola web MuslimBerniaga.com (layanan iklan baris gratis) dan imanak.com (jasa pembuatan website toko online).

Selanjutnya

Tutup

Politik

Enakah Jadi Pejabat?

24 April 2014   17:00 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:15 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ambisi untuk meraih jabatan atau kedudukan dan harta jika sudah memuncak dalam diri, maka akan melakukan apapun untuk meraihnya agar tujuan tercapai. Walaupun agama jadi taruhannya. Nabi SAW bersabda:
“Bahaya dua serigala lapar yang dilepas kepada seekor kambing itu tidak lebih besar dari bahaya ambisi harta dan kehormatan terhadap agama seseorang.” (HR. Tirmidzi)
Berapa persenkah harapan bisa selamat, seekor kambing yang dikeroyok dua ekor serigala yang lapar? Ambisi jabatan dan gila kehormatan, keduanya dapat merontokan benteng keimanan dan mencabut agama seseorang dari akar-akarnya.


Bagi rakyat yang dipimpinpun tidak bisa berharap banyak dari pemimpin yang mengawali karirnya dengan kecurangan dan menunjukan kekuatannya serta ambisi yang besar untuk mendapatkan jabatan tanpa memahami bahwa jabatan yang diemban adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun diakhirat.

Berbeda dengan pemahaman para salafus shaleh dalam memahami jabatan. Dahulu pasca wafatnya  Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam, Umar bin Khattab rodiyallohu 'anhu dicalonkan untuk menjadi khalifah. Tapi apa kata beliau: "Jika leherku ditebas dengan pedang tanpa alasan apapun lebih aku sukai dari pada menjadi khalifah sementara disini masih ada Abu Bakar ash-sidik". Demikian pula dengan keturunan beliau Umar bin Abdul Aziz ketika diangkat menjadi khalifah beliau mengucapkan "inalillahi wainailaihi roji'un". Namun demikian sejarah mencatat bagaimana keadilan kepemimpinan mereka dan memenuhi amanah jabatan sebaik-baiknya karena mereka paham betul betapa besar tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan disisi Alloh subhanahu wata'ala kelak.

Adapula kisah ulama tabi'in, Iyas bin Muawiyah dan al-Qasim bin Rabi'ah al-Haritsi ketika mereka dicalonkan untuk menjadi qadhi (hakim) di Basrah mereka saling menunjuk satu sama lain bahwa rifalnyalah yang lebih utama dan mampu dalam menjalankan jabatan itu. Ketika gubernur yang ditunjuk dalam pencalonan hakim ini akan melakukan seleksi, al-Qasim berkata: "Wahai gubernur, demi Alloh yang tiada tuhan selain Dia sesunguhnya Iyas itu lebih paham mengenai perkara agama dan lebih pantas untuk mengemban jabatan hakim tersebut. Jika dalam sumpah ini saya berbohong, tentu tidak pantas bagi Anda untuk memilih orang yang ada cacatnya. Tapi jika sumpah saya benar, tidak pantas bagi anda untuk memilih orang yang lebih rendah sementara ada orang yang lebih utama."

Iyas pun berkata pada gubernur "Wahai gubernur, Anda mencalonkan kami menjadi hakim ibaratnya Anda sedang menempatkan kami pada tepi jahanam. Sementara  dia (al-Qasim) berusaha untuk menyelamatkan diri dengan sumpah palsu yang bisa segera mendapatkan ampunan dari Alloh subhanahu wata'ala dengan bertaubat dan bannyak beristighfar."

Demikianlah pemahaman mereka terhadap jabatan yang merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan, bukan layaknya makanan yang diperebutkan.
Semoga siapapun yang mendapat jabatan benar-benar amanah terhadap jabatan tersebut. Amin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun